N. Syamsuddin Ch. Haesy
BAGAIMANA manifestasi akhlak manusia terhadap alam? Allah memandu manusia untuk menggunakan akal pikiran dan imajinasinya untuk memahami bagaimana seharusnya memperlakukan sumber daya alam. Dari sudut pandang akal dan pikiran, manusia dipandu untuk memahami, bahwa sumber daya alam yang dieksplorasi dan dieksploitasi secara semena-mena akan berakibat buruk bagi manusia.
Salah satunya, sebagaimana sudah dijelaskan: bencana alam terjadi dan berubah menjadi bencana sosial, selalu disebabkan oleh ulah manusia. Baik karena kecerobohan maupun karena terbatasnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembabatan hutan yang semena-mena dan tidak disertai dengan kesadaran melakukan penanaman pohon dan reboisasi, serta pengalihan fungsi lahan secara tidak benar, otomatis akan menimbulkan banjir. Allah sudah mengatur siklus kehidupan alamiah di mana air menjadi sumber kehidupan utama manusia atau justru menjadi bencana.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib karamahu wajhah, putera Ka’bah, dengan sangat fasih dan cendekia, menjelaskan tentang hal itu. Pada salah satu khutbahnya, beliau mengungkap tentang air, seperti ini:
“Allah membentangkan bumi pada ombak-ombak yang membadai dan menggelora dan kedalaman laut-laut yang membengkak di mana ombak-ombak berbenturan dengan sesamanya dan bergelombang tinggi saling melompati.
Mereka mengeluarkan uap seperti unta betina pada saat birahinya. Maka gemuruh air yang memadai ditundukkan oleh bobot bumi; ketika bumi menekannya dengan dadanya, gejolak pancarannya mereda; dan bilamana bumi menggulung atasnya dengan tulang-tulang bahunya, air mereda dengan merendah. Maka setelah gelora dari gelombangnya, ia menjadi jinak dan takluk, dan menjadi suatu tawanan yang patuh dalam belenggu kehinaannya, sementara bumi membentangkan diri dan menjadi padat dalam kedalaman airnya yang membadai.
(Dengan cara ini) bumi mengakhiri kesombongan, takabur, kedudukan tinggi dan keunggulan air, dan memberangus keberanian dari alirannya. Akibatnya, ia berhenti dari mengalirnya yang membadai dan mereda setelah bergelombang.
Ketika kegelisahan air mereda di bawah sisi bumi, dan di bawah bobot gunung-gunung tinggi dan agung yang diletakkan pada bahunya, Allah mengalirkan mata air dari puncak-puncaknya yang tinggi dan membagi-bagikannya melalui lapangan-lapangan dan tempat-tempat yang rendah, dan meredakan gerakan mereka dengan batu-batu yang tetap dan puncak-puncak gunung tinggi. Kemudian gemetarnya berhenti karena penembusan gunung-gunung dalam (berbagai) bagian permukaannya, dan karena mereka telah ditetapkan di tempat - tempat kedalamannya, dan berdirinya mereka pada lapangan-lapangannya. Lalu Allah menciptakan keluasan antara bumi dan langit, dan menyediakan angin yang bertiup untuk penghuninya.
Kemudian ia mengarahkan penghuni-penghuninya menyebar ke seluruh tempat-tempat yang sesuai. Sesudah itu ia tidak membiarkan jejak-jejak bumi yang gersang di mana bagian-bagian tinggi ketiadaan sumber air dan di mana sungai-sungai tak memperoleh jalannya, tetapi menciptakan awan yang mengambang yang menghidupkan tempat-tempat yang gersang dan menumbuhkan tumbuh – tumbuhan
Ia membuat awan yang besar dengan mengumpulkan semua awan, dan ketika air terkumpul di dalamnya dan kilat mulai berpijar pada sisi-sisinya dan pijar-pijar itu berlanjut di bawah awan-awan yang berat, lalu menurunkan hujan lebat.
Awan bergantung ke arah bumi dan angin selatan memerahnya hingga mencurahkan airnya seperti unta betina membungkuk untuk diperahi. Ketika awan tunduk ke bumi dan menyerahkan semua air yang dibawanya, Allah menumbuhkan tumbuh-tumbuhan di tanah datar, dan semak belukar di bukit-bukit kering. Sebagai hasilnya, bumi merasa senang dihiasi dengan kebun-kebunnya dan mengagumi busananya dari tumbuhan lembut dan hiasan-hiasan kembangnya. Allah menjadikan semua ini sarana rezeki bagi manusia, dan makanan bagi hewan. la telah membuka jalan-jalan raya dalam keluasaannya dan telah menegakkan menara -menara (petunjuk) bagi orang-orang yang melangkah pada jalan-jalan rayanya.”