Akhlak kepada Alam [7]

Bencana Alam Selalu Berubah Menjadi Bencana Sosial

| dilihat 2079

N. Syamsuddin Ch. Haesy

BAGAIMANA manifestasi akhlak manusia ter­hadap alam?   Allah memandu manusia untuk meng­gunakan akal pikiran dan imajinasinya untuk memahami bagaimana seharusnya memperlakukan sumber daya alam. Dari sudut pandang akal dan pikiran, manusia di­pandu untuk memahami, bahwa sumber daya alam yang dieksplorasi dan dieks­ploitasi secara semena-mena akan berakibat buruk bagi manusia.

Salah satunya, sebagai­mana sudah dijelaskan: bencana alam terjadi dan ber­ubah men­jadi bencana sosial, selalu disebabkan oleh ulah manusia. Baik karena kecerobohan maupun karena terbatasnya penguasaan ilmu pengetahuan dan tekno­logi.

Pembabatan hutan yang semena-mena dan tidak disertai dengan kesadaran melakukan pe­nanaman pohon dan reboisasi, serta pengalihan fungsi lahan secara tidak benar, otomatis akan me­nimbulkan banjir. Allah sudah mengatur siklus ke­hidupan alamiah di mana air menjadi sumber ke­hidupan utama manusia atau justru menjadi bencana.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib karamahu wajhah, putera Ka’bah, dengan sangat fasih dan cendekia, menjelaskan tentang hal itu.  Pada salah satu khutbah­nya, beliau mengungkap tentang air, seperti ini:

“Allah mem­bentangkan bumi pada ombak-ombak yang mem­badai dan menggelora dan kedalaman laut-laut yang membengkak di mana ombak-ombak ber­benturan dengan se­samanya dan bergelombang tinggi saling me­lompati.

Mereka mengeluar­kan uap seperti unta betina pada saat birahinya. Maka gemuruh air yang memadai ditundukkan oleh bobot bumi; ketika bumi menekannya dengan dadanya, gejolak pancar­annya mereda; dan bila­mana bumi meng­gulung atasnya dengan tulang-tulang bahunya, air mereda dengan me­rendah. Maka setelah gelora dari gelombangnya, ia menjadi jinak dan takluk, dan menjadi suatu tawanan yang patuh dalam belenggu kehinaannya, sementara bumi mem­bentang­kan diri dan menjadi padat dalam kedalaman air­nya yang membadai.

(Dengan cara ini) bumi mengakhiri kesom­bong­an, takabur, kedudukan tinggi dan ke­unggulan air, dan memberangus keberani­an dari alirannya. Akibat­nya, ia berhenti dari mengalir­nya yang mem­badai dan mereda setelah bergelombang.

Ketika kegelisahan air mereda di bawah sisi bumi, dan di bawah bobot gunung-gunung tinggi dan agung yang diletakkan pada bahu­nya, Allah mengalirkan mata air dari puncak-puncaknya yang tinggi dan mem­bagi-bagikan­nya melalui lapangan-lapangan dan tempat-tempat yang rendah, dan me­redakan gerakan mereka dengan batu-batu yang tetap dan puncak-puncak gunung tinggi.  Kemudian gemetarnya berhenti karena pe­nembus­an gunung-gunung dalam (berbagai) bagian per­mukaan­nya, dan karena mereka telah di­tetap­kan di tempat - tempat kedalamannya, dan berdiri­nya mereka pada lapangan-lapangan­nya. Lalu Allah menciptakan ke­luasan antara bumi dan langit, dan me­nyediakan angin yang bertiup untuk penghuninya.

Ke­mudian ia meng­arahkan penghuni-peng­huni­nya menyebar ke se­luruh tempat-tempat yang sesuai. Se­sudah itu ia tidak membiarkan jejak-jejak bumi yang gersang di mana bagi­an-bagian tinggi ketiadaan sumber air dan di mana sungai-sungai tak memperoleh jalan­nya, tetapi mencipta­kan awan yang mengambang yang meng­hidup­kan tempat-tempat yang gersang dan menumbuh­kan tumbuh – tumbuh­an

Ia membuat awan yang besar dengan me­ngum­pul­kan semua awan, dan ketika air terkumpul di dalam­nya dan kilat mulai berpijar pada sisi-sisinya dan pijar-pijar itu berlanjut di bawah awan-awan yang berat, lalu menurunkan hujan lebat.

Awan bergantung ke arah bumi dan angin selatan memerahnya hingga mencurah­kan air­nya seperti unta betina membungkuk untuk di­perahi. Ketika awan tunduk ke bumi dan me­nyerah­kan semua air yang di­bawanya, Allah menumbuhkan tumbuh-tumbuh­an di tanah datar, dan semak belukar di bukit-bukit kering. Sebagai hasilnya, bumi merasa senang dihiasi dengan kebun-kebun­nya dan mengagumi busananya dari tumbuh­an lembut dan hiasan-hiasan kembangnya. Allah men­jadikan semua ini sarana rezeki bagi manusia, dan makan­an bagi hewan. la telah membuka jalan-jalan raya dalam keluasaannya dan telah me­negakkan menara -menara (pe­tunjuk) bagi orang-orang yang melangkah pada jalan-jalan rayanya.”

 

Editor : Web Administrator | Sumber : Cawandatu N. Syamsuddin Ch. Haesy
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1096
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 278
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 140
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya