Jalan Tol Sumatera Berdimensi Peradaban

| dilihat 1116

catatan Bang Sèm

"Jangan melihat pembangunan jalan tol lintas Sumatera hanya sekadar sebagai pembangunan fisik. Lihat berbagai aspek, baik positif maupun negatifnya dalam keseluruhan konteks Indonesia ke depan. Sementara, sisihkan dulu pendekatan politik," ungkap Sofhian Mile.

Mantan anggota DPR RI dan Bupati Luwuk Banggai dan beristri perempan Pagaralam, itu mengingatkan saya, pekan lalu (Jum'at, 29/11/19).

Dia memberi historical clue, bahwa Sumatera mempunyai potensi sumberdaya alam dan modal manusia yang tak kecil.

Presiden Joko Widodo ketika meresmikan ruas tol jalur lintas tol Sumatera Terpeka (Terbanggu Besar - Pematang Panggang - Kayu Agung), Jum'at (15.11.19) menyebut dimensi peradaban yang akan mewujud di masa depan, sebagai bagian dari pembangunan jalan tol yang dipercayakan pelaksanaannya kepada Hutama Karya, BUMN yang sepenuh sahamnya milik negara.

Maknanya, seperti dikatakan Sofhian Mile, esensi yang dikemukakan Presiden Joko Widodo itu mesti dilihat dalam konteks seluruh aspek kehidupan. Terutama ekonomi dan hal-hal yang terkait dengan itu, seperti kontribusinya terhadap kinerja ekonomi daerah dan perluasan lapangan kerja, serta lapangan usaha rakyat. Di situ, HK memainkan peran sebagai pembuka ruang bagi peningkatan ekonomi rakyat. Tak hanya dalam skala besar, tapi bahkan dalam skala usaha kecil mandiri.

Saya teringat pandangan Dahlan Iskan, ketika menjabat Menteri BUMN. Senin (20/2/2012) di Griya Agung, Palembang, Dahlan mengingatkan. Percepatan pembangunan infrastruktur dari Lampung sampai Aceh, bakal menjadikan kawasan tersebut tumbuh sangat dinamis.

Dahlan optimistis, bila infrastruktur di Sumatera sudah terbangun, pertumbuhan Sumatera (akan) mampu mengalahkan kemajuan di Jawa. Dahlan mengungkapkannya di hadapan Gubernur se Sumatera masa, itu yang membahas sejumlah isu pembangunan infrastruktur, khususnya percepatan pembangunan jalan tol di Sumatera.

Alasan Dahlan diartikulasikan oleh Sofhian Mile, masih begitu besar potensi kekayaan alam sekaligus sangat banyak, termasuk lahan yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai proyek infrastruktur. Semua ini, menurutnya, pada akhirnya nanti akan memacu pembangunan ekonomi di kawasan ini.

Pembangunan jalan tol lintas Sumatera yang terus berproses sampai tahun 2024, saat ini menjawab berbagai pemikiran yang berkembang dalam pertemuan itu. Presiden Jokowi menjawab dengan aksi pembangunan dengan berbagai cara yang ditempuh. Khasnya untuk menjawab tantangan, bahwa jalan tol di Sumatera mutlak dipercepat pembangunannya; dimensi ekonomi jalan tol sangat layak, meskipun dari aspek pembiayaan masih menghadapi banyak kendala; jalur yang dilewati jalan tol sebagian merupakan lahan milik negara dan BUMN.

Adalah fakta, proses pembangunan jalan tol lintas Sumatera yang diamanatkan kepada Hutama Karya, dapat berlangsung. Beberapa ruas jalan tol lintas Sumatera telah beroperasi.

Secara historis, sejak abad kelima Masehi, sebagaimana halnya pesisir utara Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi, di Sumatera telah berkembang entitas politik berbentuk kerajaan, yang sudah bersifat inklusif. Mampu melakukan interaksi peradaban dengan sesama bangsa Timur, seperti dengan India, Tiongkok, dan lain-lain. Keberadaan bahasa Sanskerta, menunjukkan hal tersebut, yang menggerakkan penyebaran agama Hindu dan Budha.

Kerajaan Sriwijaya, misalnya memainkan peran penting, tidak hanya dalam koneksi peradaban dengan India dan Tiongkok, tapi juga dengan kerajaan-kerajaan lokal di Jawa dan Timur Indonesia. Dan yang terutama adalah penggunaan bahasa Melayu - Proto yang menyebar dari Thailand Selatan sampai ke Papua - hingga kini, dan kemudian dikenal menjadi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia.

 Selama lima abad, hal tersebut berkembang. Ketika abad ke 13, ajaran Islam berkembang, baik dari Kerajaan Samudera Pasai (Aceh) di Barat dan Tidore (Maluku Utara) di Timur. Perkembangan ini secara budaya menawarkan perubahan baru dengan berkembang luas huruf pegon, yang dikenal sebagai Arab Melayu atau Jawi.

Portugis memiliki kepekaan ketika memulai pengiriman ekspedisi dunia-nya ke Timur ( khasnya ke kawasan Asia Tenggara, yang dulu dikenal sebagai Asia Dekat). Ini pula yang menggoda Belanda untuk bertarung di wilayah ini dan menumbangkan Portugis  antara abad ke 16 dan ke 17. Antara lain di Ternate (1570), Malaka (1641) dan Makassar (1667). Sumatera kemudian menjadi incaran Belanda, dan karenanya, Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen menjadikan Batavia (sekarang Jakarta) sebagai markas besar Belanda dan berupaya mengisolasi jaringan perdagangan pribumi dari rute perdagangan internasional. Kekuasaan Belanda berkembang melalui kebijakan kudeta dan aliansi dengan penguasa lokal.

Belanda ngotot menjadikan Sumatera sebagai wilayah otoritasnya, meski tak pernah berhasil menaklukkan Aceh, sebagaimana penjajah tak berhasil menaklukan Muangthai.

Sejarah perkembangan Indonesia sampai tumbangnya pemerintahan Presiden Soeharto menunjukkan, Sumatera belum memperoleh porsi proporsional dan adil. Padahal, telah mempermainkan peran (ekonomi dan politik) sebagai penyelamat eksistensi Republik Indonesia, ketika Belanda menangkap Bung Karno dan Bung Hatta (Presiden dan Wakil Presiden RI) - saat menyerbut ibukota negara, itu pada 19 Desember 1948.

Bagaimana ke depan? Saya sepakat dengan pandangan Sofhian Mile dan Dahlan Iskan, Sumatera akan menjadi depan dan salah satu sisi wajah Indonesia paling tampak. Terutama karena berbatasan langsung dengan kawasan semenanjung: Singapura, Malaysia, Thailand, dan Myanmar. Sekaligus connecting point terdepan dari aspek Maritim, dengan Bangladesh, India, Sri Lanka, dan beberapa negara Timur Tengah dan Afrika.

Ke depan, Sumatera yang secara historis sudah terhubung (termasuk secara budaya) dengan Madagaskar, mempunyai posisi strategis dalam konteks ekonomi dan pertahanan keamanan, sebagai bagian dari peran Indonesia menciptakan perdamaian dunia.

Dalam konteks itu, pembangunan jalan lintas tol Sumatera mesti diarahkan sebagai upaya integratif, connective, dan serempak menciptakan kesejahteraan rakyat. Khasnya dalam menumbuhkan peningkatan kemajuan di Sumatera. Bahkan, dalam berbagai hal, mesti dipandang sebagai salah satu cara menegaskan otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab untuk menggerakkan pertumbuhan.

Pemerintah, via Kementerian BUMN, sampai pembangunan jalan tol itu selesai perlu melakukan berbagai penguatan bisnis BUMN perkebunan, BUMN energi dan mineral, BUMN logistik (terutama Pelindo dan Angkasa Pura), BUMN industri (pupuk). Khasnya untuk merespon perubahan orientasi ekonomi global, dari Amerika - Eropa ke Asia Pasifik.

Bersama Kementerian Dalam Negeri, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Pariwisata, Kementerian BUMN perlu menguatkan sinergi dalam menggerakkan Sumatera sebagai destinasi investasi utama, setarikan nafas dengan destinasi wisata dan perdagangan.

Spirit perubahan yang sedang berdegup di Kementerian BUMN, mesti dijaga, tidak terjebak dalam spirit 'mendobrak,' melainkan spirit transformasi. Melakukan perubahan dramatik tanpa menimbulkan hambatan. Seperti pesan Lao Tse, bila ingin 'merenovasi rumah, tanya dulu, mengapa dulu rumah itu dibangun.'

Fokusnya adalah: pembangunan jalan tol lintas Sumatera, mesti selesai tepat waktu. Tentu, diharap, sesuai dengan tahap-tahap operasional ruas jalan, mesti berkontribusi untuk mendorong kinerja ekonomi daerah yang dilaluinya. Khususnya dalam mempercepat pencapaian pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah yang dilaluinya.

Dalam konteks itu juga, wajar berkembang harapan, HK juga fokus pada reorientasi program kemitraan dan bina lingkungannya ke arajh corporate community responsibility. Khasnya untuk memicu dan memacu desa yang berada di sekitar rest area, misalnya, menjadi sentra pertumbuhan.

Sesuai dengan moto HK, "Inovasi untuk Solusi." Menggerakkan perubahan minda. Seperti prinsip Direktur Utama HK, "Jika Anda baru berubah ketika harus berubah, Anda sudah terlambat." |

Baca Juga : Ruas jalan Tol Terpanjang Pecahkan Rekor Muri

Editor : Web Administrator
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 217
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 429
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 429
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 399
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Energi & Tambang