Diplomasi Buram di Ruang Oval Gedung Putih

| dilihat 512

Catatan Haédar

Ruang Oval - Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat (AS), Jum'at (28/2/25 waktu tepatan), menjadi akhir pekan dan akhir bulan yang menggusarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan wakilnya, JD Vance. Diplomasi kelam terjadi di situ.

Kedua pemimpin AS yang temperamental dan kontroversial itu meletupkan emosinya di ruang yang menjadi kebanggaan di Gedung Putih. Pemantik kedua pemimpin AS itu emosi adalah Presiden Ukraina, Volodymyr Zalensky yang secara resmi kenegaraan datang berkunjung.

Tak seorang pun akan menduga, termasuk Trump dan Vance menduga, kunjungan diplomatik tingkat tinggi, itu bakal berakhir konyol, bak komedi kelam yang berakhir dengan drama yang mencengangkan dunia.

Ketika Zelensky tiba dan turun dari mobil SUV (sport utility vehicle) kepresidenan di Gedung Putih, Trump menyambut dengan sukacita. Keduanya nampak saling mengulas senyuman.

Protokol Gedung Putih sudah merancang sejumlah agenda kenegaraan. Selain dialog khas perihal perdamaian dan pengakhiran perang antara Rusia dan Ukraina. Pun, penanda-tanganan perjanjian ihwal pemberian akses AS atas zona tambang mineral tanah jarang di Ukraina.

Bagi AS, perjanjian tersebut sangat penting, lantaran AS akan berinvestasi yang akan berdampak positif secara luas di masa depan. Tanpa kecuali, membantu membayar kembali apa yang selama ini sudah 'ditanam' AS di Ukraina. Khasnya, uang dan peralatan yang telah diberikan untuk membantu pertahanan Ukraina.

Perjanjian tersebut sekaligus dirancang sebagai salah satu faktor penentu pengakhiran perang Ukraina versus Rusia, untuk mencapai perdamaian permanen. Tak sekadar gencatan senjata.

Saling Serobot

Sehari sebelumnya, AS mengajukan ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) resolusi perdamaian. Namun Majelis Umum (MU) PBB menolak, karena dalam resolusi itu tak memasukan ihwal invasi dan agresi Rusia ke Ukraina.

MU PBB menyetujui resolusi Ukraina yang didukung Eropa yang menuntut Rusia segera menarik diri dari Ukraina. Sikap MU PBB tersebut, membuat Zelensky dalam suasana batin sebagai 'pemenang' setelah tiga tahun berjuang melawan invasi dan agresi Rusia.

Sebaliknya, keputusan MU PBB (dengan 140 dari 193  negara mengutuk Rusia) tersebut menandai kemunduran bagi pemerintahan Trump dalam badan dunia tersebut, sehingga resolusinya tidak mengikat secara hukum, meskipun dipandang sebagai barometer opini dunia.

Awal perbincangan berjalan datar-datar saja. Wapres Vance dan Duta Besar Ukraina untuk AS, Oksana Serhiyivna Markarova ada di situ. Demikian pula halnya dengan sejumlah petinggi penting kedua negara.

Trump membuka pembicaraan dengan tenang. Termasuk kala menyampaikan penjelasan inisiatif AS perihal penghentian perang dan perdamaian. Trump, lantas mempersilakan tamunya, Zelensky untuk bicara.

Lalu terjadilah cekcok dan saling serobot pembicaraan antara Trump dan Zelensky. Pandangan keduanya berbeda, khasnya perihal esensi penghentian perang dan pencapaian perdamaian abadi yang terkesan mengabaikan perjuangan Ukraina dengan ribuan korban. Apalagi Trump berulang kali mengingatkan Zelensky untuk tak mengusik-usik Presiden Rusia, Putin.

Zelensky tak sepenuhnya menerima, kendati ia menyatakan keyakinannya, bahwa AS berada di pihak Ukraina dan mengisyaratkan adanya kecenderungan Trump berpihak pada Rusia. Trump menolak asumsi demikian. "Saya berpihak pada Amerika Serikat, dan untuk kebaikan dunia," kata Trump.

Zelensky Tersinggung

Pembicaraan jeda sejenak. Trump memberi peluang wakilnya, Vance bicara. Vance - yang selama menjabat Senator merupakan pengeritik Trump ihwal perang Ukraina versus Rusia -- nampak tak sabaran. Ia langsung ambil peluang bicara.

Menurut Vance, diplomasi merupakan kunci untuk mengakhiri perang antara Ukraina dengan Rusia. Zelensky menyela, membalas gagasan tersebut, dengan mengutip komitmen yang telah diingkari Rusia di masa lalu di panggung dunia.

Terjadilah saling silang pendapat dalam naga tinggi. Zelensky mengajukan pertanyaan sensitif, "Pernah Anda berkunjung ke Ukraina?" Zelensky juga bereaksi negatif, kala Vance dengan gayanya menyatakan, seharusnya komedian yang menjadi Presiden Ukraina itu berterima kasih kepada AS yang selama ini mendukungnya.

Vance menyatakan, Zelensky telah bersikap tidak sopan. Lalu memintanya untuk tidak melakukan "tur propaganda" untuk "menggugat hal ini di depan media Amerika."

Zelensky tersinggung, dengan ucapan Vance, itu. Dia  juga 'menolak' pandangan Trump yang terkesan memandang Ukraina sedang dalam "kondisi yang buruk saat ini" dan bahwa menyebut Ukraina "tidak punya kartu" tanpa dukungan AS.

"Anda mempertaruhkan Perang Dunia III," kata Trump. "Dan apa yang Anda lakukan sangat tidak menghormati negara ini, negara yang telah mendukung Anda jauh lebih banyak daripada yang dikatakan banyak orang."

Kepada wartawan, sebelum berakhir pekan di resor Mar-a-Lago miliknya, Trump mengatakan, "Zelensky mencari sesuatu yang tidak saya cari... dia ingin terus berjuang, berjuang, berjuang.."

Angkuh

Nampak Trump kesal, seperti tercermin dalam ucapannya yang terkesan angkuh. "Entah kita akan mengakhirinya atau membiarkannya bertarung, dan jika dia bertarung, itu tidak akan bagus karena tanpa kita, dia tidak akan menang," kata Trump.

Ucapan itu, mengulang apa yang mencuat dalam cekcok di Ruang Oval, kala Zelensky mengatakan, dia ingin mengakhiri perang "dengan jaminan," saat Trump mengatakan mitranya dari Ukraina tidak menginginkan gencatan senjata.

Trump terkesan mengabaikan desakan dari Zelensky dan para pemimpin Eropa lainnya – termasuk dari Prancis dan Inggris – untuk menawarkan jaminan keamanan kepada Ukraina guna mencegah Rusia menginvasi lagi, jika kesepakatan untuk mengakhiri perang tercapai.

Penanda-tanganan perjanjian dan konferensi pers yang sudah diagendakan, batal.

Trump lantas meminta Zelensky meninggalkan Washington DC dan AS. Ia tak mengantar tamunya itu sebagaimana mestinya, ketika Zelensky meninggalkan Gedung Putih pada pukul 13.00 tengah hari. Setengah jam setelah wartawan keluar dari ruangan.

Lewat akunnya di media sosial Truth, Trump menulis, "Dia dapat kembali, ketika dia siap untuk Perdamaian." Akan halnya Zelensky, lewat akun X-nya mengucapkan terima kasih kepada Kongres, dan rakyat Amerika. "Ukraina memerlukan perdamaian yang adil dan abadi, dan kami bekerja untuk itu,” tulisnya.

Zelensky pergi meninggalkan AS tanpa kesepakatan penting tentang mineral yang dianggap krusial bagi masa depan dukungan AS untuk upaya perang Ukraina versus Rusia. Ia terbang menuju London.. |

Editor : delanova | Sumber : white house channel, berbagai sumber
 
Energi & Tambang
Polhukam
16 Mar 25, 11:48 WIB | Dilihat : 178
Umat Islam Jangan Berdiam Diri
02 Mar 25, 21:38 WIB | Dilihat : 513
Diplomasi Buram di Ruang Oval Gedung Putih
Selanjutnya