Mengeja Ferry Mursyidan Baldan

| dilihat 640

Catatan Kenangan Bang Sèm

Di negeri ironi yang banyak mempunyai guru besar, namun sedikit cendekiawan; banyak politisi, namun sedikit negarawan; banyak petinggi, namun sedikit pemimpin, Ferry Mursyidan Baldan (FMB) adalah satu di antara yang sedikit itu.

Saya mengenal lelaki kelahiran Jakarta, 16 Juni 1961 sejak menjabat Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), kemudian karib setelah itu, sampai akhir hayatnya.

Interaksi terakhir saya dengan Allahyarham FMB pada tanggal 24 November 2022 malam di luar lobby ball room - Best Western Plus Hotel, Palu.

Tak banyak yang kami bincangkan, karena dia dikerubungi banyak utusan pengurus KAHMI (Korps Himpunan Mahasiswa Islam) yang datang ke kota itu untuk menghadiri Musyawarah Nasional keesokan harinya.

Ia hanya mengingatkan saya untuk lekas rehat, karena melihat wajah saya agak pucat. "Abang kelihatan lelah. Rehatlah...," ujarnya. Ia menanyakan, di hotel mana saya bermalam. Dia nampak 'lega' ketika saya beritahu hotel tempat saya bermalam dan bersama Ko Ade Adam Noch.

Sebenarnya, saya dan Ade melihat, dia juga nampak lelah. Senyum khas yang tak pernah lepas dari dirinya, membuat ia nampak selalu fresh dan dandy. Saya dan Ko Ade meninggalkannya.

Seperti kebanyakan orang, saya terkejut dan tak percaya, ketika beroleh kabar duka dirinya saat berada di kereta dalam perjalanan Bandung - Jakarta, Jum'at 2 Desember 2022.

Terlalu banyak kenangan dengan Allahyarham FMB. Kami sering berinteraksi dan jalan bareng, sambil diskusi. Mulai dari hal-hal ringan ihwal kesehatan dan kesibukan saya, tentang musik, tentang seni dan budaya, sampai hal-hal berat soal politik praktis yang teracuni oleh paragmatisme dan politik transaksional.

Mesti tak selamanya sejalan dan berbeda perspektif dalam memandang beragam persoalan dan isu politik, sikap demokratik, egaliter, kosmopolit, dan inklusif FMB, memungkinkan kami sejak enam tahun belakangan kian karib.

Perbincangan sambil jalan sehat di GBK (Gelanggang Olah Raga Bung Karno) - Senayan, menikmati jalangkote dan ngopi di Kedai Dapur Kasma - Gedung Parkir Timur Senayan, sambil 'jalan-jalan' menggunakan transportasi publik menikmati perubahan Jakarta, usai salat berjama'ah, usai nonton konser musik, usai dia kembali dari luar kota atau luar kota, dan berbagai kesempatan lain.

Allahyarham saya rasakan sangat care. Seringkali, ia menelepon hanya untuk update kabar mutakhir saya. Dia mengekspresikan rasa sukacita setiap kali beroleh kabar aktivitas saya mutakhir, termasuk kabar mutakhir tentang perkembangan politik dan pelaksanaan PRU (Pilihan Raya Umum) ke 15 Malaysia, 19 November 2022, langsung dari lapangan.

Sejumlah kolega di Malaysia punya kesan khas terhadap dirinya. Tan Sri Abuzahar Ujang - mantan Yang Dipertua Dewan Negara, Tan Sri Johan Jaaffar - Wartawan Negara, Dato Zack - mantan Chief Editor Bernama, dan beberapa kolega lain, terkesan dengan performa - ferial allahyarham yang selalu hangat. Mereka terkejut dan mengirimkan do'a takziah ketika saya kabari wafatnya FMB.

Saya menempatkan FMB sebagai kitab kebajikan. Saya membacanya dengan mengeja sosoknya dengan pesona persona seorang 'mursyid' dalam ikhtiar konsisten mengejawantahkan politik sebagai seni berkehidupan. Political Arts. Khasnya, dalam konteks politik yang tak semata sebagai kiat dan siasat kekuasaan. Melainkan politik dalam keseluruhan dimensi kebangsaan.

Politik yang kudu menjadi the way of placing humans as subjects within the state and nation. Bukan politicking berbasis intuitive reason dalam mencapai kekuasaan. Dari sisi pandang ini, FMB menegaskan keberadaan dan posisinya sebagai seorang negarawan dalam dimensi ruang dan waktu.

Pada malam, setelah berhenti sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (27 Juli 2016) dalam komunikasi melalui pesan via whatsapp (WA), ia menyampaikan dirinya menolak halus tawaran jabatan lain. Meski lulusan Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, ia menolak tawaran jabatan sebagai Duta Besar, pun tawaran menjabat Komisaris BUMN.

Beberapa hari kemudian, ketika bertemu dan berdialog, ia mengemukakan argumentasi penolakannya. "Saya politisi yang bercita-cita menjadi negarawan. Saya akan manfaatkan masa rehat untuk melanjutkan kaderisasi adik-adik, sembari menguatkan interaksi saya dengan rakyat," ujarnya.

Beberapa masa kemudian, dalam suatu perbincangan senja di laman kedai UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) - Senayan, di sela zoom meeting dengan anak-anak Allahyarham Chrisye yang sedang menyiapkan konser dan sutradara muda yang sedang menyiapkan skenario film tentang Moh Natsir, FMB mencetuskan gagasan tentang Politik Kreatif dan Politik Riang Gembira.

Menurutnya artikulasi dan aksi politik praktis kudu kreatif dan mesti dilakoni dengan riang gembira. Allahyarham, ketika itu mengingatkan gagasannya dalam percakapan usai peluncuran buku saya (Indigostar, Platinum Track, dan Cawandatu : 2013) bersama sejumlah kalangan (Ichsanudin Noorsy, Keenan Nasution, Sylviana Murni, Ismail Fajri Alatas, Said Didu, dan lain-lain).

FMB dengan pengalaman panjang sebagai politisi (sejak menjadi anggota MPR RI Utusan Golongan - 1992-1997, Anggota DPR RI, Wakil Ketua dan Ketua Komisi II DPR RI - 1997 - 2009), kepengurusan Golkar dan Partai Nasdem, serta pengalaman sebagai peneliti lapangan LP3ES di Jawa Barat (1989), dan Ketua Ikatan Alumni UNPAD (2008-2012) memang politisi kreatif.

Interaksinya dengan kalangan wartawan dan sesama petinggi negeri (dalam grup Komensong), serta seniman - musisi (Chrisye, Nomo Koeswoyo, Yok Koeswoyo, Erwin Gutawa, sejumlah musisi melayu yang diasuh Geisz Chalifah, dan lain-lain) menjadikannya sosok politisi - negarawan yang luas wawasan dan kaya nilai.

Ia menjadi semacam connecting peoples, yang mengubah ferial (ada'us) siyasina - performa politik dari seorang praktisi menjadi mursyid dalam perubahan dramatik pemikiran politik praktis.

Allahyarham pernah menawarkan gagasan tentang perlunya membangun institusi penelitian dan pengembangan politik, termasuk lembaga assessment kader politik - negarawan dengan sejumlah mantan aktivis HMI. Namun gagasannya terlalu maju beberapa langkah, sedangkan sebagian besar para koleganya masih berkutat dengan zona nyaman sebagai kerumunan kaum terdidik yang masih senang 'ngedumel' lewat whatsapp group.

Ia tak kecewa. Kepada saya dia ungkapkan kemafhumannya tentang realitas itu. Dia melangkah ke dalam sosio habitus yang lebih paham dan membuatnya lebih mungkin mengayunkan langkah mencapai platform nilai hairun naas anfaa'uhum lin naas (sebaik-baik manusia adalah yang luas kemanfaatannya bagi manusia lain).

FMB yang tak suka bergosip dan lebih suka mengartikulasikan sikap baik sangka (husnudzan) kepada banyak orang, dengan segala kesahajaannya, adalah sosok yang cepat membaca beragam tingkat kefahaman lingkungan sosialnya. Ia berusaha meyakinkan dengan caranya. Namun, ketika apa yang dia lakukan disalah-fahami, dia tak berusaha ngotot, apalagi bersikap konfrontatif.

FMB memilih jalan 'turut Al Qur'an hadits, jalan keselamatan' untuk mencapai bahagia sebagai basis dari gerak aksi 'yakin usaha sampai.' Baginya, manifestasi 'yakin usaha sampai' melalui proses, sebagai ikhtiar mencapai sesuatu dengan cara yang benar. Karenanya, dia mendahulukan cara katimbang alasan. Memilih jalan politick dan bukan jalan politicking.

Di sinilah hakekat keyakinannya tentang political arts bisa dipahami dengan keseimbangan kecerdasan dan kearifan. Termasuk dalam sikap tegasnya menegakkan prinsip-prinsip good governance dalam melakukan sesuatu. Ia concern pada responsibilitas dan akuntabilitas, meski dalam relasi personal. Ia tak mau dalam melakukan sesuatu, seperti orang makan yang meninggalkan slilit di sela gigi.

Saya tak cukup pandai untuk membaca secara paripurna sikap dan gagasannya tentang political arts, dan belum juga selesai mengejanya. Namun, dari proses mengeja tersebut, saya mendapatkan pemahaman asasi tentang dimensinya. Mulai dari motivasi berpolitik di tengah perubahan dramatik dan dinamis praksis politik, sampai penegasan visi sebagai titik capai mewujudkan tujuan politik itu sendiri.

Political arts yang kerap mengemuka dalam gagasannya, memungkinkan saya untuk paham tentang keseimbangan nalar dan naluri politik untuk menghindari akal-akalan politik dalam skala minor maupun mayor.

Beberapa bulan lalu, ketika jalan-jalan ke jembatan Phinisi, melintasi pedestrian bundaran hotel Indonesia, sampai ke Sarinah, dengan riang gembira, kami berbincang tentang amsal berpolitik bak penumpang dalam pesawat auto pilot yang mengalami 'bumping' saat menembus gumpalan awan pekat.

Dalam situasi semacam itu yang kudu dilakukan adalah FERRY choose :  Fasten safe belt, Explore mind and soul, Rationally thinking, Realistically act, Yes say (surrender) to Allah. Selamat riang gembira di terang barzah karena amal kebajikan dan kemanfaatan dirimu yang luas bagi orang banyak.. atas do'a-do'a ribuan orang yang mendoakannya sebagai seorang Mursyid yang memantik kesadaran untuk ikhlas beramal, sekaligus mengusik untuk mendalami esensi Futuh Al-Buldan - mengembalikan tanah bagi kesejahteraan rakyat ! |

Editor : delanova | Sumber : foto berbagai sumber
 
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 230
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 330
Cara Iran Menempeleng Israel
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 943
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1171
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1434
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1582
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya