Selamatkan Citarum Sebelum Azab Tiba

| dilihat 3981

AKARPADINEWS.COM | JANGAN tanyakan prioritas pembangunan Jawa Barat dan Indonesia pada Wakil Gubernur Jawa Barat, H. Deddy Mizwar, kecuali pemulihan Sungai Citarum dan seluruh sungai di Indonesia dari sampah dan pencemaran lingkungan.

Menggunakan logika Deddy yang aktor dan sutradara film kawakan itu, kita bakal terhenyak.

“Prioritas utama adalah pemulihan Sungai Citarum,” ungkap Deddy dengan wajah sangat serius, di ruang rapat kecil dan sederhana, di belakang rumah dinasnya, Sabtu (28/5) – sepekan lalu.

Pemulihan Citarum menyangkut peradaban dan wajah bangsa ini secara keseluruhan. Ada persoalan budaya yang sangat kompleks di balik kondisi Citarum yang dinyatakan sebagai sungai terjorok dan terpolusi seluruh dunia.

“Kalau Citarum sudah pulih sebagaimana mestinya, baru kita boleh bangga dengan seluruh mega proyek infrastruktur yang dibangun di Indonesia, khususnya di Jawa Barat,”katanya.

Deddy mengungkapkan, Citarum dan semua anak sungainya, merupakan sumber pasokan air sangat penting bagi Kota-kota Bandung, Jakarta, dan sekitarnya.

Dari sungai ini, setidaknya nasib 25 juta orang tergantung, dan mengairi sawah yang memproduksi 5 persen dari produksi nasional.

Tapi sungai itu sudah dihancurkan oleh kebijakan yang salah di masa lalu dengan berdirinya sejumlah pabrik, terutama pabrik tekstil yang meracuni dan mengotori sungai ini.

Sungai ini juga menjadi tempat sampah terbesar di dunia, mulai dari sampah industri sampai sampah rumah tangga. Kotoran manusia dan kotoran binatang, seolah berlomba mengotori sungai ini.

Deddy menjelaskan, pembiaran atas Sungai Citarum dan sungai-sungai lainnya di Indonesia merupakan pangkal kehancuran peradaban. Terutama karena dari sisi budaya.

“Pencemaran sungai ini melibatkan begitu banyak orang, dan celakanya penegakkan hukum perlindungan lingkungan, harus menghadapi mereka yang tak suka sungguh – sungguh mau menegakkan hukum,”sambung Deddy.

Pemerintah, LSM (lembaga swadaya masyarakat) atau siapa saja yang menuntut para pencemar lingkungan yang sudah kasad mata jelas bersalah, boleh menang di tingkat pertama.

Tapi, begitu banding, jangan pernah berharap hukuman yang akan dijatuhkan kepada pelanggar hukum lingkungan itu akan bertambah berat.

“Hukuman setimpal saja dengan dampak kerusakan yang ditimbulkannya, juga tidak,” ujar Deddy.

Melihat kenyataan ini, dia tak akan pernah berhenti melakukan tindakan konkret. Baik dengan otoritas sesuai dengan kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, atau sendiri.

“Apapun risikonya. Termasuk menjadi mangsa pemberitaan negatif media yang berpihak kepada para pelanggar hukum lingkungan itu,” tegasnya.

Dari berbagai sumber dan hasil penelitian berbagai LSM, baik lokal, regional, nasional, dan internasional,  diketahui, selama 20 tahun terakhir, sungai ini sudah dicemari dengan beragam jenis sampah dan racun.

Polusi dan kontaminasi zat kimia berbahaya yang termasuk kategori limba B3 terbawa serta oleh air sungai ini, yang seringkali meluap pada musim penghujan, membawa aneka macam penyakit.

Deddy mengangguk, ketika kepadanya disampaikan informasi tentang polusi yang cepat merampas seluruh kehidupan di sungai ini, melalui saluran limbah pabrik, peternakan sapi, perumahan penduduk, dan lain-lain.

Setiap hari, ribuan ton sampah rumah tangga dan limbah industri itu lansung tak langsung menimbun sungai ini.

Limbah beracun telah membunuh semua makhluk hidup di sungai ini. Sampah yang terbawa air sungai ini sampai ke bendungan Jatiluhur, beberapa kali menyumbat turbin pembangkit listrik tenaga air.

Persoalan bertambah pula dengan perilaku sejumlah orang yang membabat hutan produksi di kawasan hutan Perhutani. Akibatnya, setiap musim penghujan tiba, banjir melanda dan merusak fasilitas kota, terutama di Kabupaten Bandung.

Upaya mengatasi masalah Ciliwung sudah berlangsung sejak lama, jauh sebelum Deddy menjabat Wakil Gubernur di Jawa Barat. Tapi upaya itu, nyaris tanpa hasil.

Kerusakan yang ditimbulkan dan upaya pemulihan sungai ini, menghabiskan dana triliunan rupiah. Tahun 2008, Asian Development Bank (ADB) berkomitmen memberikan Indonesia dengan $ 500 juta, pinjaman multiyear untuk membiayai pembersihan dan rehabilitasi rencana luas untuk cekungan Sungai Citarum.

Dana besar itu digunakan untuk membersihkan Sungai Citarum dan Kanal Tarum Barat, yang menghubungkan air sungai ini ke ibukota Jakarta. Terutama, karena Jakarta mendapat 80 persen pasokan air dari sungai ini.

ADB juga sudah membantu membiayai proyek-proyek rekayasa besar untuk menjaga saluran air bersih ke pusat pengolahan air minum di Pejompongan – Jakarta. Tapi, apa boleh buat, sungai tetap tercemar sejak dari hulu.

Dalam suatu kunjungan lapangan di awal masa jabatannya, bersama pimpinan Perhutani dan PTP (Perusahaan Perkebunan Negara) dan badan yang mengurusi sungai, air, dan lingkungan hidup, Deddy menemukan kondisi yang sangat memilukan.

Upaya yang ditempuh pemerintah dan banyak kalangan, bahkan lembaga internasional itu, seolah tak berkutik oleh sangat lemahnya penegakan hukum lingkungan. Dan sejumlah pabrik itu terus melakukan pencemaran, meskipun terus juga ditindak.

Sejak beberapa waktu lalu, yang bisa dilakukan hanyalah upaya-upaya yang nyaris tak mendasar. Antara lain, memisahkan air dari kanal Tarum Barat dengan Sungai Bekasi, karena sungai itu sudah tercemar begitu buruk. Siphon dibangun di Bekasi. Biayanya mencapai 1.800.000 dolar AS. ADB berkontribusi hingga 80 persen.

“Itu hanya solusi sementara. Solusi permanennya, tetap membersihkan sungai Citarum,”ujar Deddy.

Apa yang membuat para pelanggar hukum lingkungan itu tetap bertahan dan penegakkan hukum seolah-olah tumpul terhadap mereka?

“Uang dan akses politik,”ujar Deddy. “Selebihnya, ya karena tidak berbudaya.”

Hasil kajian lapangan yang dilakukan LSM beberapa kali menemukan realitas hubungan yang kuat para pengusaha itu dengan politisi yang memiliki pengaruh politik sangat kuat ke berbagai sisi.

Kendati demikian, ujar Deddy, Citarum harus bersih dan dibersihkan. Termasuk dibersihkan dari pabrik-pabrik yang mencemari sungai Citarum dan lingkungan hidup keseluruhan.

“Tantangannya memang berat. Kita tak boleh berhenti, dan tak boleh terus dikalahkan. Kita harus berjuang terus,” tegas Deddy.

 Kalangan akademisi, berpandangan, seluruh saluran harus bergerak. Selain berusaha kuat terus menciptakan kondisi supaya penegakan hukum berjalan sebagaimana mestinya, juga melalui proses pendidikan. Terutama bagi rakyat di sepanjang sungai dan anak sungai yang menjadi kontributor pencemaran.

Dengan demikian, antara kebijakan pemerintah terhadap lingkungan, penegakan hukum dan civic education berjalan paralel.

“Bila tidak mau begitu, tunggu saja azab yang pedih yang bakal terjadi,”ungkap Deddy, geram. Terutama, karena di tengah dan di hilir, jutaan masyarakat masih menggunakan sungai ini untuk kepentingan multifungsi termasuk mandi, mencuci pakaian, dan memasak.

Ini jelas berbahaya. Bayangkan saja, bagaimana kuman mengalir bersama air sungai ini, kalau 400 ton kotoran sapi dari Lembang dan Pengalengan setiap hari tidak dihentikan dengan solusi-solusi tepat.

Bayangkan bagaimana berbahayanya pengguna air sungai ini, kalau sekitar 1.500 industri di cekungan Bandung: seperti Majalaya, Banjaran, Rancaekek, Dayeuh Kolot, Ujung Berung, Cimahi dan Padalarang, tetap dibiarkan mengaliri 280 ton limbah kimia anorganik setiap hari. Lantas menunjukkan, pencemaran dari zat logam berat, coliform fecal, sulfida, chemical oxygen demand (COD) dan oksigen terlarut (DO) tak pernah berkurang.

Apa jadinya kelak terhadap kesehatan pengguna air sungai ini, bila kenyataan menunjukkan, kualitas air Citarum mengandung pencemaran merkuri di atas ambang batas, sampai 0,236? Fakta itu ditemukan dalam penelitian yang dilakukan antara PT Indonesia Power dan Universitas Padjadjaran.

Selain Saguling, kualitas air di Cirata juga tidak dalam kondisi lebih baik. Kajian dan penelitian yang dilakukan laboratorium Toksiokologi Jatiluhur dan pengelola Cirata, menunjukkan bendungan ini juga dicemari oleh empat zat logam berat - Timbal (Pb) pada 0,6 bagian per juta (ppm), Zinc (Zn) di 22.45 ppm, Chromium (Cr) pada 0,1 ppm, dan Mercury (Hg) di 179,13 partikel per berat badan - dalam sampel ikan yang diambil dari bendungan seluas 6.200 hektar, itu.

Tak hanya itu, tak kurang dari 4 juta kubik lumpur dan 250.000 meter kubik sampah terseret ke bendungan Saguling setiap tahun, dan untuk mengatasi persoalan ini dikeluarkan dana sangat besar.

Memperingati Hari Lingkungan Hidup se Dunia 2016, satu hal jangan pernah dilupakan: Hancur lingkungan hidup, hancur pula peradaban manusia, terutama ketika sungai tercemar dan air yang dikonsumsi masyarakat mengandung racun pembunuh ! | JM Fadhillah.

Editor : sem haesy | Sumber : DM dan berbagai sumber
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1156
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 712
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 869
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 820
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya