Peredaran Buku Kiri

Romo Magnis: Pelarangan Itu Nonsense

| dilihat 4341

AKARPADINEWS.COM | FRANS Magnis Suseno, rohaniawan dan budayawan Indonesia menanggapi polemik pelarangan buku dan acara-acara yang berideologi kiri yang sedang ramai menghiasi diskursus di masyarakat. Ditemui di acara pembukaan pameran lukisan Mochtar Lubis, Bapak  Jurnalis Indonesia di Galeri Cemara, Menteng, Jakarta, 20 Mei 2016 lalu, Romo Magnis, begitu ia akrab disapa, mengecam pelarangan dan perampasan buku yang mengulas ideologi tertentu.

Menurutnya, pelarangan dan perampasan itu akan menghambat, bahkan menutup saluran informasi dan ilmu pengetahuan. Tindakan itu juga mengkebiri kebebasan berpikir, berpendapat, dan berekspresi. Dia juga menganggap nonsense atau kebohongan semata terkait phobia bangkitnya komunisme lewat aksi-aksi pelarangan atribut dengan simbol ideologi yang dicetuskan Karl Marx itu.

Romo Magnis berasumsi, ada pihak-pihak dengan kepentingan yang memanfaatkan memanfaatkan isu komunisme dan isu sensitif lainnya untuk memperluas kekuasaannya yang justru mengancam perpecahan bangsa dan kedaulatan negara Pancasila.

Aksi pelarangan hingga pembakaran buku kiri saat ini pernah pula dialami Romo Magnis. Di tahun 2001 silam, bukunya yang berjuluk Pemikiran Karl Marx. Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme (1999), dibakar oleh Aliansi Antikomunis bersama 17 buku kiri yang lain.  

Di usianya menjelang 80 tahun ini, ia masih mampu memaparkan dengan lugas, terstuktur terkait pelarangan buku berbau kiri. Berikut petikan wawancara Ratu Selvi Agnesia dari Akarpadinews bersama profesor filsafat berdarah Jerman tersebut.

Bagaimana anda menilai pelarangan buku-buku kiri oleh salah satu organisasi kemasyarakatan (Ormas), polisi, termasuk pernyataan Kepala Perpustakaan Masional Dedi Junaedi yang mendukung pelarangan buku-buku kiri?

Situasi negara saat ini pada umumnya ditentukan oleh cara, bukan hukum, tapi sepertinya (karena) kepentingan kelompok-kelompok tertentu yang berkuasa. Pelarangan buku sekarang menurut keputusan Mahkamah konstitusi hanya bisa lewat proses pengadilan. Jadi, itu yang pertama. Tidak ada menteri, tidak ada kepala perpustakaan, apalagi Ormas ekstrim yang berhak menghentikan pemanfaatan buku-buku apapun. Saya merasa sangat penting kebebasan itu dipilah dan dikembalikan.

Apa kira-kira motivasi mereka yang melarang peredaran buku-buku kiri tersebut?

Kesan saya, sejak kurang lebih setahun, mulai ada semacam misteri, di mana masalah-masalah tertentu begitu muncul, langsung mau dihantam. Sekarang banyak dibicarakan kemungkinan kembalinya PKI. Itu tentu nonsense dan saya andaikan bahwa banyak yang mengatakan itu bohong dan tidak ada bahaya itu. Tidak ada dalam peristiwa 40 tahun terakhir orang PKI terlibat. Jadi itu nonsense.

Tetapi sebaliknya, hasutan terhadap publikasi tertentu dan pelarangan itu yang khas terjadi di negara-negara komunis. Jadi, mereka sekarang yang melarang buku-buku tertentu itu bermental komunis dan itu mengancam negara Pancasila. Ini berbahaya.

Rupa-rupanya ada orang-orang tertentu dengan kepentingan tertentu yang memanfaatkan misteri komunisme, misteri lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), misteri ajaran sesat, untuk memperluas kekuasaan mereka. Begitu Ormas ekstrim mengatakan acara ini tidak diterima di kota seperti Yogyakarta atau Bandung, polisi langsung menjadi kaki tangan mereka dan polisi yang membubarkan, daripada menjadi kewajibannya melindungi acara itu.

Jadi, di sini pemerintah kita ditantang. Kalau revolusi mental mau diselamatkan, maka kediktatoran cara berpikir tidak boleh diijinkan. Tendensi ini cukup berbahaya untuk masa depan Indonesia.

Bagaimana seharusnya negara bertindak?

Seharusnya, negara bertindak atas dasar hukum. Dan, itu berarti pemerintah harus memberi perintah yang jelas,  bahwa penyitaan buku, lencana dan sebagainya harus dihentikan. Kalau memang ada kecurigaan penyebaran komunisme, senang atau tidak, memang dilarang, maka itu harus dialihkan ke pengadilan. Lalu, harus ada tindakan, tetapi tindakan itu harus bersifat hukum, bukan tekanan, ancaman, dan sebagainya.

Sangat penting juga universitas-universitas sebagai lembaga intelektual, menolak untuk didikte orang-orang di luar. Para rektor dan ketua perguruan tinggi harus memakai wewenang mereka menolak segala macam tekanan, menolak untuk dipaksa membatalkan suatu acara dan sebagainya.

Tadi anda menjelaskan apa yang terjadi sekarang ini adalah keinginan kelompok tertentu. Bisa dijelaskan secara spesifik, keinginan kelompok tertentu itu seperti apa?

Tentu, kelompok-kelompok itu tidak begitu jelas. Tetapi, yang cukup jelas, di negara ini ada beberapa pihak yang mungkin berbeda dan berkepentingan membongkar demokrasi dan membongkar hak asasi manusia (HAM).

Ada ekstrimisme agamis yang bahkan menolak eksistensi Pancasila. Entah kenapa dibiarkan di negara ini? Ada kelompok-kelompok, katakan saja kelompok para mantan neo-feodalisme, yang mau membongkar demokrasi sesudah reformasi.

Misalnya, mau mencabut lagi hak rakyat untuk memilih siapa yang memerintahnya dan siapa mematuhinya. Dan mau meniadakan kembali amandemen-amandemen yang memasukan pokok-pokok demokrasi dan HAM ke Undang-Undang Dasar (UUD) kita 15 tahun lalu. Jadi, ada macam-macam pihak yang sebetulnya tidak setuju terhadap sistem sekarang.

Apakah upaya pelarangan ini justru berbahaya, apakah ini akan berpotensi melakukan perpecahan?

Menurut saya, tentu ada latar belakang yaitu ada yang khawatir bahwa aib pasca gerakan 30 September yaitu gelombang pembalasan yang mulai akhir Oktober tahun 1965 sampai pertengahan tahun 1966, melukai batin rakyat Indonesia dan mereka berusaha mencegah sampai itu terjadi. Sebetulnya, harus dibedakan, yang satu itu larangan terhadap PKI, yang satu lagi segala macam omongan ada bahaya PKI.

PKI jelas dilarang dan TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966, memang berlaku punya kedudukan hukum dan juga tidak ada alasan mengapa larangan terhadap PKI perlu dicabut. Kiranya, dulu alasan untuk dilarang PKI cukup kuat apalagi TAP MPRS Nomor 25 sebetulnya dirumuskan dengan hati-hati dan rinci, yang dilarang bukan kiri, bukan sosialisme dan bukan Marxisme.

Yang dilarang adalah Marxisme-Leninisme dan sangat sengaja karena MPRS yang waktu itu dibersihkan dari yang pro komunis, tapi juga Sukarnois, tidak mau mengutuk Marhaenisme yang oleh Bung Karno didefinisikan sebagai Marxisme di Indonesia.

Jadi, memang tidak perlu TAP itu disesuaikan, meskipun bisa disesuaikan, tetapi omongan sekarang tentang bahaya komunis itu nonsense, omong kosong. Kecuali orang memang bodoh, lebih baik tidak omong dan memang ada beberapa yang bodoh, entah kenapa ada di posisi yang tinggi, tetapi yang lain itu tentu tidak bonafit.

Tidak ada negara satu pun yang masih ada gerakan komunis. Bahkan China, komunisme hanya dipakai untuk pemerintahan, tetapi ekonomi, bahkan agama bebas, jadi itu nonsense besar.

Kalau kita mau bertanya, dari mana ancaman sekarang, kita saja bertanya darimana sejak 30-40 tahun segala macam kekerasan, terorisme, dan sebagainya datang. Itulah riak-riak yang berbahaya. Jadi, betul-betul nonsense sekali komunis akan kembali, mereka (komunisme) tidak akan kembali.

 

Presiden Jokowi hingga saat ini belum mengambil sikap tegas. Bagaimana pendapat anda?

Presiden barangkali merasa masih cukup lemah, sehingga beliau sangat berhati-hati mengambil sikap dan barangkali beliau satu setengah tahun ini menjadi presiden masih dalam tahap konsolidasi kekuatan, di mana dalam kebiasaan politik Jawa, kompromi dan alon-alon merupakan unsur yang penting. Minimal ada satu seminar mengenai pasca gerakan 30 September sebagai kemajuan yang pantas diapreasiasi.

Berbicara mengenai pemikiran Karl Marx, anda pernah membuat buku dan dibakar buku itu. Bagaimana pengalaman anda saat mengalami situasi yang mirip dengan sekarang ini? 

Saya sendiri tidak banyak mengalami kesulitan. Memang, di zaman Orde baru, saya memberi kuliah mengenai filsafat Jerman abad ke-19, di mana salah satu pemikirnya adalah Karl Marx. Karl Marx perlu diketahui, dia bukan filsuf yang paling penting, tetapi salah satu filsuf penting, yang dalam kuliah saya, belum pernah ada orang menjadi marxis. Tapi, orang mengerti bahwa pemikiran Karl Marx sampai sekarang berpengaruh dan penting diperhatikan.

Saya menulis buku tentang Karl Marx dan sosialisme abad ke-19, yang saya anggap buku yang baik dan yang juga memuat kritik terhadap Karl Marx yang oleh beberapa fans Karl Marx, dikritik karena terlalu kritis. Namun, buku itu, di tahun 2001 dibakar di depan televisi (BBC) oleh salah satu aliansi antikomunis bersama 17 buku kiri lainnya.

Mereka belum mampu membedakan antara buku kiri dan buku tentang kiri. Jadi, bodoh-bodoh betul dan saya terus menerus memprotes itu ketika satu setengah bulan kemudian para pemimpin aliansi antikomunis datang ke tempat saya dan minta pengertian mengapa itu terjadi dan sebagainya.

Saya dapat kesan agak bodoh, tetapi karena waktu itu ada latar belakang mengingat aliansi ini ada tangan Golkar waktu itu dan mungkin Golkar masih merasa di bawah ancaman mau dibubarkan oleh demonstrasi mahasiswa, maka mereka menghidupkan kembali bahaya komunis, agak kekanak-kanakan.

Jadi saya pribadi tidak pernah mengalami kesulitan. Saya sebaliknya, merasa sangat penting di Indonesia akan informasi objektif tentang Marx tersedia. Saya juga menulis buku membahas Leninisme, saya juga menulis buku tentang filsafat Mao Tse Tung. Itu kan orang lain tidak dapat itu, lebih baik mereka dapat itu secara bertanggungjawab.

Tadi anda mengatakan mereka bodoh. Apakah maksudnya mereka tidak mengerti buku kiri dan buku tentang kiri?

Perbedaannya, misalnya setan bisa menulis buku dan orang bisa menulis tentang setan. Itu kan tidak sama. Ada sesuatu yang buruk dan orang menulis tentang sesuatu yang buruk dan memberi tahu itu buruk, berbeda. Waktu buku saya dibakar, justru banyak kawan muslim yang mengkritik para pembakar. Bodoh-bodoh orang ini, mengkritik Marx, kok yang dibakar bukunya.

Jadi terlalu sempit mereka sebagai orang Indonesia melihat kiri itu?

Menurut saya, bukan orang Indonesia. Tapi, orang-orang yang memiliki kepentingan tertentu di Indonesia. Misalnya, kepentingan bahwa pembunuhan terhadap orang-orang dalam tanda petik komunis, tetap ditutup-ditutupi. Jadi, ini bukan hanya kebodohan, tapi juga ada kepentingan di belakang.

Apa bahaya bagi generasi ke depan dengan pelarangan buku saat ini?

Kalau di bangsa ini, segala macam hal dilarang, maka bangsa ini akan pecah, lalu bangsa ini akan dikuasai oleh kelompok-kelompok kecil dengan tuduhan tertentu sehingga kita akan tertindas. Bangsa ini akan bodoh, penuh prasangka, pro dan kontra.

Lebih baik, realitas dibuka, kebenaran dibuka, dan diperdebatkan. Misal, orang menulis tentang Marx, kalau suasana terbuka, bukunya adayang gak bener, pasti akan dikritik, itulah caranya.  Jadi sebutkan di mana kelemahannya, itu belajar.  

Jadi bagaimana seharusnya peran para intelektual, termasuk anda sendiri menyikapi persoalan itu?

Sebetulnya, sederhana sekali, hak asasi, demokrasi yang paling dasar perlu dijunjung tinggi. Dan, perguruan tinggi menjadi benteng hakiki yaitu hak untuk menyatakan pendapat, baik lisan maupun tertulis. Hak untuk berkumpul dan hak untuk berorganisasi. Itu yang saya harap dari perguruan tinggi.

Apa aktivitas utama anda sekarang, apakah masih aktif mengajar?

Saya masih mengajar, saya sudah hampir 80 tahun. Sudah lewat waktunya menjadi dosen, tapi ternyata di sana-sini masih dipakai, di sekolah Tinggi Filsafat (Driyakarya), di Universitas Indonesia, dan Universitas Pertahanan. Dua, tiga kuliah, sedikit-sedikit (mengajar).

Apa harapan anda untuk generasi muda dan harapan terhadap bangsa ini?

Saya mengharap orang muda terbuka, menolak kepicikan, menolak fanatisme, bersedia berdebat, berdiskusi, melihat kompleksitas realitas, tidak mau dipaksa untuk menerima pandangan tertentu secara buta supaya mereka menjadi kritis. Dan, ini tantangan yang besar karena ada orang muda yang cenderung berguru pada yang salah, kemudian mengikuti hidup dan mati, mereka malah berakhir mati.

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1192
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 247
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 419
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 266
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya