Darurat Moral dan Kekejian Anak Muda

| dilihat 3191

AKARPADINEWS.COM | KEJAHATAN keji yang akhir-akhir ini kerap terjadi membuat khalayak miris. Apalagi, pelakunya masih berusia muda. Dari berbagai pemberitaan, para pelaku seakan tanpa dosa dan menikmati prosesi penyiksaan. Sampai-sampai, mereka tega. Memperkosa, lalu membunuh korban dengan cara yang sangat mengerikan.

2 April 2016 lalu, khalayak dibuat gempar oleh kasus pembunuhan Yuyun (14 tahun), Siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) 5, Satu Atap Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejanglebong, Bengkulu. Yuyun dibunuh dengan cara-cara keji oleh 14 pemuda di desanya. Yuyun diperkosa saat pulang dari sekolah. Ia diperkosa bergiliran. Sebelum perilaku bejat itu dilakukan para pemuda itu diketahui sempat menenggak minuman keras, berjenis tuak. Mereka juga diketahui seringkali melihat video seks lewat handphone.

2 Mei 2016, Roymardo Sah Siregar (21 tahun), mahasiswa semester VI Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), tega membunuh dosennya,  Nurain Lubis (63), yang juga mantan Dekan Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Nyawa Nurain dihabisi di kamar mandi FKIP UMSU. Korban tewas bersimbah darah dengan 10 luka tusuk dan sayatan di leher dan pergelangan tangannya.

Sebelum diamankan polisi, Roymardo sempat bersembunyi di toilet kampus karena takut dihakimi ratusan mahasiswa yang menunggunya di luar. Roymardo tega membunuh sang dosen hanya karena persoalan skripsi. Dia sebelumnya sempat terlibat cekcok dengan Nurain. Diduga, pelaku tak menerima lantaran sering mendapat teguran dari korban. Kekejian di lingkungan akademik itu menjadi catatan kelam bagi dunia pendidikan yang kala kebetulan tengah memperingati Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei.

12 Mei 2016, khalayak kembali dikejutkan dengan kasus pembunuhan buruh perempuan di pabrik PT Polita Global Mandiri, Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, Eno Farihah (18 tahun). Nyawa Eno melayang lantaran dihantam cangkul. Lagi-lagi, pelakunya berusia muda, seorang pelajar SMP berusia 16 tahun, RAI alias Alim, dan tiga rekannya bernama Arif (24 tahun) dan IH alias Ilham (24 tahun). Alim disebut-sebut kekasih Eno, menemui korban di messnya.

Pertemuan sekitar 30 menit ini rupanya membuat RAl kecewa karena korban menolak melakukan hubungan intim. Lantaran kesal syahwat tak terlampias, RAI bertemu Arif dan Ilham yang diakui baru pertama kali bertemu. Dia mengajak keduanya menuju kamar korban dengan maksud memperkosa korban. Saat menemui korban, ketiganya langsung membekap mulut korban dengan menggunakan bantal. Ilham lalu menyuruh RAl mencari pisau dapur. Namun, karena di dapur tak ada pisau, RAl keluar kamar dengan maksud mencari benda lain selain pisau. Dia rupanya menemukan sebuah cangkul tak jauh dari kamar korban yang digunakan untuk membunuh korban.

Rangkaian kejahatan sadis yang dilakukan anak-anak muda itu memicu pertanyaan? Mengapa mereka begitu buas, brutal dan sadis? Lantas, bagaimana perilaku itu dipahami dalam konteks psikologis, sosial, dan kultural?

Fenomena kekerasan sadis itu menunjukan mereka telah kehilangan akal sehat dan kontrol diri. Michael Stone, psikiater forensik yang telah menganalisis kasus kejahatan dan kekejian, dalam bukunya The Anatomy of Evil (2009) menjelaskan, kekejian adalah perilaku kejahatan yang dipersepsikan mengerikan karena melampaui penalaran manusia dan menyimpang secara signifikan dari aturan sosial.

Sementara kejahatan dipersepikan sebagai tindakan keji oleh masyarakat di antaranya: pemerkosaan, pembunuhan berantai, pembunuhan massal, pembunuhan yang disertai dengan penyiksaan, penyiksaan pada anak, penculikan anak, pembunuhan oleh orang yang dekat dengan korban atau keluarganya, dan mutilasi.

Dari hasil wawancaranya dengan puluhan pelaku kejahatan keji, Stone menemukan, terdapat interaksi berbagai faktor herediter dan lingkungan (nature dan nurture) yang berpengaruh pada kekejian seseorang. Faktor herediter adalah segala kondisi yang dimiliki manusia sejak lahir, yang biasanya sangat sulit untuk diubah. Sedangkan faktor lingkungan adalah berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi manusia, misalkan pola asuh, relasi orang tua dan anak, pengaruh teman sebaya dan lingkungan rumah.

Dengan demikian, perilaku keji dapat dianalisa dengan melihat biografi atau sejarah perkembangan seseorang dari masa kanak, remaja hingga dewasa. Pembunuhan yang turut dipicu oleh alkohol tidak terlepas dari pergaulan anak-anak muda dengan teman sebayanya. Perilaku asosial itu juga bisa karena kekerasan dalam rumah tangga. Pelaku di masa remaja, pernah merasakan atau melakukan kekerasan pada anggota keluarga atau orang terdekatnya. Dia bisa juga terlibat dengan gengnya atau kumpulan anak-anak yang antisosial, melakukan pencurian, perampokan, penyalahgunaan obat terlarang, dan perilaku menyimpang lainnya.

Beberapa pelaku kejahatan pada masa kecilnya menunjukkan gejala attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Gejalanya seperti mudah kehilangan fokus, tidak bisa diam, gelisah, dan mudah tersinggung. Dalam beberapa penelitian ditemukan, ADHD adalah gangguan kepribadian antisosial.

Bila ditilik lebih mendalam, aspek kekejian ini juga tidak hanya dipengaruhi oleh faktor herediter (di dalam) dan di luar lingkungan. Tak bisa dipungkiri, realitas telah menyediakan dunia yang penuh dengan horor di depan mata. Dalam kajian kultural, dengan pengaruh zaman yang sangat kompleks, aksi kekejian ini menyentuh kesadaran mental masyarakat.

Dengan kata lain, fenomena kekerasan harus dilihat dalam struktur tindak kekerasan yang lebih luas, seperti kekerasan politik, kekerasan ekonomi, kekerasan kultural, kekerasan media, dan sebagainya yang terus menerus meningkat. Unsur-unsur kekerasan itu lalu membentuk persepsi dan perilaku kekerasan pada generasi muda. 

Kekerasan yang diwarnai tindakan keji dapat dipisahkan dari kondisi sosial dengan segala bentuk konflik, pertentangan, serta perubahan zaman yang ada di dalamnya. Dalam banyak kasus kekejian di Indonesia, dapat dilihat adanya aspek-aspek eksternal yang merangsang berkembangnya kekerasan, seperti ketidakadilan, kesenjangan, kesewenang-wenangan, dan sebagainya.

Ditambah lagi ketidakberdayaan aparatur negara, mandulnya penegakan hukum, dan reaksi masyarakat yang apatis ketika bertatapan dengan euforia kekerasan dan horor yang seakan-akan tak habis-habisnya. Akhirnya, kekejian dilakukan dengan sistematis, baik secara individual maupun berkelompok.

Menurut Eric Froom, tindakan kejahatan dan kekeraan, sangat dipengaruhi oleh karakter kolektif suatu bangsa. Karenanya, harus dibangun sebuah sistem pendidikan yang dapat meminimalisir penggunaan, bahkan kalau perlu menyingkirkan, kekerasan. Bisa dimulai dengan menerapkan sistem pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai humanis yang diterapkan dalam keseharian masyarakat.

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1192
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 245
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 467
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 459
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 431
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya