Bang Sém
Sejak setahun terakhir, saya membiasakan diri untuk berjarak dan tidak bergantung dengan bimbit (telepon genggam), kendati saya punya waktu-waktu tertentu untuk melihat panggilan masuk, pesan whats app, dan email.
Bimbit dibuat untuk komunikasi positif dalam keseluruhan konteks sosialisasi diri dengan cara-cara baik dan memelihara sudut pandang dan perspektif yang baik dalam merespons situasi. Termasuk realitas brutal dalam kehidupan nyata.
Bimbit saya posisikan sebagai perangkat dalam upaya menghimpun yang terserak, mendekatkan yang jauh, dan mengkaribkan yang dekat, untuk tujuan saling memuliakan. Menghadirkan komunikasi positif dan sehat.
Bimbit dengan segala fitur pintarnya, bagi saya harus diperlakukan hanya sebagai telangkai atau medium mewujudkan situasi dan kondisi kehidupan personal dan sosial yang positif.
Untuk itu saya mempunyai nomor bimbit. Satu untuk urusan khas (personal, bisnis, dan komunikasi dengan lingkungan terdekat). Di nomor ini, saya batasi WAG (whats app grup) tak lebih dari lima grup. WAG yang bersih. Tak ada macam-macam postingan, apalagi konten wadul - sampah (rubbish content) yang tak jelas juntrungannya. Satu nomor lagi untuk urusan umum (termasuk urusan organisasi) yang juga bersih dari konten-konten wadul - sampah.
Untuk itu saya melakukan pengaturan yang ketat. Panggilan masuk, pesan WA yang tak dikenal (tak bernama) langsung tertolak, terblokir, dan pastinya tak akan saya respon.
Menjaga Hubungan Sehat
Saya lakukan hal tersebut untuk melindungi diri dari konten yang tidak dan atau kurang jelas manfaatnya, baik ghibah (rumors), buhtan (hoax), fithan (fitnah) yang cenderung memantik namimah. Khasnya konten-konten yang tak mengganggu secara personal dan sosial.
Alhamdulillah, selama setahun (2024) ini saya relatif terbebas atau setidaknya tidak terjangkau oleh pikiran-pikiran buruk, presumsi negatif. Lebih banyak beroleh informasi sehat, baik, dan bermanfaat. Juga menguatkan pikiran saya untuk tidak kecewa, tidak sakit hati, tidak pula terganggu oleh berbagai pikiran, pandangan, dan sikap negatif.
Tak semua undangan masuk dalam grup saya respon. Tak sedikit undangan masuk dalam grup yang saya tolak dan abaikan. Dalam WAG khas dan terbatas, keluarga misalnya, bila ada beberapa anggota yang mengunggah konten yang tak relevan dengan tujuan membentuk grup, langsung saya tegur administratur yang mengelola WAG tersebut. Bila masih terunggah juga, saya memilih keluar dari grup.
Banyak yang tak suka dengan sikap saya semacam ini. Berbagai ekspresi ketidak-sukaan tersebut saya terima. Biarkan saja. Saya berusaha menjelaskan mengapa saya bersikap demikian, acap bertemu mereka yang punya presumsi negatif.
Saya kemukakan, menjaga hubungan bersosialisasi secara sehat, bagi kalangan 'warga emas' -- yang berusia kepala enam dan kepala tujuh -- jauh lebih penting. Apalagi kini, di tengah masa yang tak menentu, gamang, ribet, dan mendua.
Satu-satunya yang saya syukuri sepanjang tahun 2024 adalah saya menikmati proses dan pola komunikasi sehat. Termasuk menjaga relasi dengan saudara, kerabat, sahabat, kolega dalam ritme kebaikan dan kebajikan. Karenanya, sepanjang tahun 2024 saya tak pernah menggunakan bimbit untuk hal-hal atau kepentingan yang dapat mencemari hubungan baik.
Relasi yang Kompleks
Berjarak dengan bimbit saya lakukan, dengan cara mengelola atau menggunakannya secara efektif dan efisien. Saya tak menggunakan bimbit untuk membincang atau membahas masalah yang pelik. Karena menggunakannya untuk mengatur pertemuan memecahkan masalah tersebut secara langsung, face to face. Terutama karena bahasa tekstual adalah 'bahasa mati' yang selalu cenderung menimbulkan salah tampa atau salah persepsi.
Berjarak dengan bimbit bagi saya, juga untuk kepentingan mencegah melebarnya masalah yang dapat berdampak buruk secara luas juga. Ketika saya sedang menghadapi masalah yang sangat pelik dan ribet saya bahkan memilih melakukan jeda komunikasi dengan kalangan sangat dekat secara personal.
Saya tak hendak komunikasi dengan mereka terkontaminasi oleh masalah saya. Saya menunggu momen yang pas untuk kembali melakukan komunikasi setelah persoalan selesai. Selama masa jeda komunikasi, sekali sekala saya melakukan komunikasi tekstual 'hemat kata.' Lantas melakukan komunikasi lisan dan visual yang memungkinkan terjadinya atmosfer komunikasi yang efisien.
Di tengah gebalau komunikasi sosial yang deras dengan beragam informasi tak terverifikasi dan terkonfirmasi, seraya menggelamkan kecerdasan dan kearifan, berjarak dengan bimbit atau menggunakan bimbit sesuai fungsi asasinya, amat bermanfaat.
Selebihnya adalah diri terlindungi dari berbagai spam, konten wadul - fraud, dan kecenderungan berfikir dengan presumsi negatif. Meski laksana 'meneteskan air di lautan' tindakan demikian, saya yakini punya manfaat untuk melindungi diri dari kontaminasi - ketercemaran pikiran dan rasa oleh hal-hal yang tak perlu.
Hal ini, bagi saya, merupakan bagian dari sikap mengendalikan singularitas dan memberi makna atas singularitas untuk terus memelihara akal budi. Paling tidak secara personal. Apalagi dalam konstelasi relasi personal dan sosial yang kian kompleks, karena ada cucu, anak, menantu, saudara sebati, dan besan dengan lingkungan sosialnya. Sekaligus memaknai silaturrahmi dengan mutual respect. |