Bercermin di Bawah Cahaya

| dilihat 2715

Renungan N. Syamsuddin Ch. Haesy

SENJA rebah. Mentari tenggelam. Malam menjemput waktu yang terus bergerak meninggalkan kita.

Hidup terus bergerak, tak pernah tertinggal di hari kemarin, tak juga tertambat di hari ini. Dan.. tahun 2017 pun meninggalkan kita, ketika pergantian waktu berlangsung.

Sesuatu yang sudah berlalu sedetik lalu, telah menjadi takdir dan tinggal sebagai sejarah. Tak kan pernah bisa kita kunjungi lagi, kecuali jejak-jejaknya.

Apa sungguh yang sudah kita lakukan? Padahal Tuhan sudah memberikan kita 365 hari peluang untuk mengabdi, 12 bulan untuk bercermin diri, 57 pekan untuk mengevaluasi diri, dan 525.600 jam untuk berbuat kebajikan.

Sebanyak bilangan itu juga waktu yang Allah sediakan untuk kita, kecuali mereka yang dibatasi waktunya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang tak seorangpun tahu, bila tibanya.

Boleh jadi, kemarin, sebagian besar kita sudah menengok cermin, lalu bertanya pada sosok yang berada di cermin itu: “Aku kah kau?”  Kemudian melanjutkan tanya: “Apa sungguh yang sudah kau lakukan sepanjang waktu yang sudah diberikan Allah?”

Seberapa banyak kebajikan yang sudah kita buat, sehingga senang sekali mengacungkan jempol ketika berfoto?

Seberapa besar kita sudah memberi manfaat kepada orang banyak, sehingga senang sekali kita mencerca dan mencaci siapa saja, hanya karena kita menganggap mereka musuh?

Sudah seberapa luas kita berkarya sebagai bagian dari rasa syukur kepada Allah yang telah menyediakan begitu banyak nikmat? Mengapa kita begitu mudah mengklaim keberhasilan diri, seraya menafikan hasil karya orang lain, bahkan yang lebih dulu berkarya? Padahal semua karya pendahulu adalah medium yang memungkinkan kita mampu mengukur keberhasilan atas karya kita sebagai pelanjutnya?

Sudah seberapa konsisten dan konsekuen kita mewujudkan gagasan kolektif dan amanat yang diberikan rakyat di seluruh aspek kehidupan : politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan keamanan dan agama, sehingga sesuai dengan harapan rakyat untuk hidup pada suatu negara dan bangsa yang aman makmur adil sejahtera dalam lindungan dan ampunan Allah? Sungguh kita mempunyai integritas diri dan tak mudah mencla-mencle hanya karena presumsi dan dugaan-dugaan belaka?

Sudah seberapa kukuh kita rukuk, sehingga mampu menjamin, seluruh potensi sumberdaya alam yang Allah limpahkan kepada bangsa dan tanahair, sungguh bermanfaat dan tampak pada peningkatan kualitas kehidupan sejahtera seluruh rakyat?

Sudah seberapa dalam kita bersujud, merendahkan hati di hadapan Allah untuk menyatakan, yang sesungguhnya Mahatinggi hanyalah Dia. Sekaligus menyadari yang paling berhak meninggikan dan merendahkan, serta menangkat dan menurunkan manusia hanyalah Allah, dan.. Dia juga yang paling berwenang memuliakan dan menghinakan manusia karena perilaku yang tak sesuai dengan apa yang sudah Dia firmankan di dalam kitab suci, dan dicontohkan oleh para rasul-Nya.

Ketika berdo’a selepas memenuhi kewajiban kita kepada-Nya, seberapa sering kita bertanya pada diri sendiri: sungguhkah kita sudah menggunakan tangan kita – yang juga sebagai simbol kekuasaan – untuk bertindak tegas, adil dan bijaksana dalam melayani rakyat.

Sudah seberapa luas keberadaan kita di atas muka bumi, sungguh mampu mengendalikan kekuasaan, sehingga terbebas dari praktik kekuasaan yang buruk.

Sudah seberapa luas kita menciptakan kondisi lingkungan sosial sehari-hari terbebas dari perbuatan jahat dan bebal, seperti korupsi, politik transaksional, bermain-main dengan politik, lalu menggunakan politik hanya sebagai cara untuk berkuasa?

Sudahkah kita bertanya: bagaimana kita menjalani kehidupan kita sepanjang 2017 yang berdampak baik, kian sempitnya jurang kesenjangan sosial, menurunnya tingkat kesejahteraan, dan masih begitu banyak saudara-saudara kita yang miskin?

Boleh juga bertanya pada diri sendiri: masihkah kita menjalani kehidupan di seluruh aspek, bak penari topeng yang enggan membuka topeng-topeng kepalsuan. Bersembunyi di balik pencitraan yang menipu orang banyak, menipu lingkungan sosial terdekat, bahkan menipu diri sendiri. Tidakkah kita paham, dengan topeng-topeng itu, sesungguhnya kita bisa menipu siapa saja, tapi tak kan pernah bisa menipu Dia, yang menciptakan kita, primakausa keberadaan kita.

Akankah kita terus menerus mengenakan topeng kepalsuan dan terus berasyik ma’syuk dengan obsesi dan mimpi kekuasaan dan kekayaan yang membuat kita tak pernah sadar terjebak dalam kubangan fantasi? Lalu sulit keluar untuk kembali ke jalan yang benar.

Mari bersama-sama kita bercermin dalam terang dan jangan pernah sekali-sekala bercermin dalam gelap. Kita bercermin di bawah cahaya untuk selalu menyadari, betapa insan terbaik sesungguhnya adalah mereka yang konsisten menjalani seluruh laku kehidupan dengan akhlak mulia, yang mewujud dalam fatsoen politik, etika bisnis, etika sosial, dan tumbuh subur di ladang kebudayaan yang berkeadaban.

Mari bersama-sama kita melepas tahun yang sudah berlalu dengan segala ceritanya dengan keikhlasan dan keikhlasan itu juga kita terus menerus memelihara optimisme untuk menjadikan tahun 2018 sebagai hamparan peluang berbuat kebajikan.

Mari kita terus berikhtiar, melihat realitas kehidupan dengan cinta, dengan baik sangka, husnudzan dan membebaskan diri dari presumsi buruk, suudzan.

Mari kita didik diri kita untuk berdisiplin, mulai dari lingkungan sosial terkecil kita: keluarga, lalu masyarakat, negara dan bangsa. Mari kita mulai berdisiplin untuk memenuhi janji, mentaati prinsip-prinsip kemuliaan melayani sesama, sehingga setiap kali kita membuat undang-undang dan peraturan, berlandas kesungguhan memenuhi dan mewujudkan keadilan sosial.

Mari kita berikhtiar bersama, mengelola diri dan kesadaran kolektif kita untuk memperkuat silaturrahmi, menebar kemaafan, membuang dendam dan sakit hati. Berhijrah, move on dari balik tirai presumsi buruk ke alam realitas nyata kehidupan.

Mari melangkah bersama, mengukuhkan kembali integritas diri sebagai simpul-simpul yang menguatkan integrasi kebangsaan, yang dihidupkan dengan ruh nasionalisme religius yang kokoh kuat.

Semogalah Tahun 2018 membawa kehidupan lebih baik, bagi bangsa yang kita cintai ini : Indonesia Raya yang berjaya, dan kita optimistis mewujudkannya bersama-sama !   

Editor : sem haesy
 
Energi & Tambang
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 231
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 330
Cara Iran Menempeleng Israel
Selanjutnya