Tapering FED Bukan Penyebab Rupiah Terpuruk

| dilihat 1950

JAKARTA, AKARPADINEWS | Terpuruknya nilai tukar rupiah pekan lalu (Rp12.245 per dollar AS), merupakan rekor terendah empat tahun terakhir. Keterpurukan itu sudah mendekati anjloknya rupiah seperti yang diami November 2008 (Rp12.400 per dollar AS). Tapering FED bukan penyebab utama keterpurukan itu.

Tapering The FED atau kebijakan bank sentral Amerika Serikat memotong stimulus, selama ini dianggap sebagai penyebab gejolak perekonomian dunia yang berdampak keterpurukan mata uang rupiah.

Pakar ekonomi Faisal Basri mengemukakan dalam blog-nya, menjadikan tapering FED sebagai penyebab terpuruknya rupiah menunjukkan, pemerintah RI dan Gubernur BI (Bank Indonesia) terjangkit pepatah: “Gajah di pelupuk mata tak kelihatan, kuman di seberang lautan tampak nyata.”

“Janganlah kambing-hitamkan gejolak perekonomian dunia dan rencana The Fed memotong stimulus,” ungkap Faisal.

Ia menilai, resep menaikkan BI rate sudah kian tumpul. Sejak Agus Martowardojo menjabat Gubernur BI, BI Rate sudah naik lima kali dengan total kenaikan 175 basis poin. Kenaikan terakhir sebesar 25 basis poin menjadi 7,50 persen diputuskan pada12 November 2013. Kenaikan sebelumnya dilakukan untuk merespon peningkatan laju inflasi sebagai akibat kenaikan harga BBM bersubsidi. Kenaikan terakhir bertujuan untuk meredam kemerosotan nilai tukar rupiah.

BI beralasan, dengan menaikkan BI rate, defisit akun semasa (current account) bisa ditekan sehingga kemerosotan nilai tukar rupiah bisa diredam. Faisal menilai, di mata BI dan pemerintah, biang keladi kemerosotan rupiah adalah pengumuman Bank Sentral AS (The Fed) yang berencana memotong dana stimulus 85 miliar dollar AS setiap bulan.

Pandangan Faisal itu relevan dengan pernyataan Gubernur BI, pada acara Bankers Dinner 14 November 2013.  “Secara pribadi kami sungguh merasakan tantangan ekonomi yang tidak ringan di tahun 2013 ini. Kami bergabung dengan Bank Indonesia pada 24 Mei 2013, tepat dua hari setelah Chairman dari Federal Reserve memberikan sinyalemen akan mengurangi stimulus moneter (tapering),” ujar Agus, kala pidato pada acara itu.

Menurut Gubernur BI, sinyalemen yang sangat singkat seperti yang dikemukakannya, itu pengaruhnya mendunia. “Sejak saat itu, hari demi hari hingga akhir Agustus lalu, ekonomi kita ditandai dengan derasnya aliran keluar modal portofolio asing, yang kemudian menekan nilai tukar rupiah dengan cukup tajam.” 

Selaras dengan itu, Menteri Keuangan Chatib Basri, bahkan memperkirakan rupiah akan terus melemah hingga awal tahun 2014. "Rupiah dan yield obligasi Indonesia akan kembali ke tingkat yang terlihat pada tahun 2009 setelah FED memotong stimulus yang telah didukung aset pasar negara berkembang,” ungkap Chatib Basri kepada Bloomberg. Padahal, menurut Faisal, rupiah sudah melemah sejak September 2011. “Sejak itu pula cadangan devisa mulai mengalami kecenderungan menurun?”

Faisal menegaskan, pernyataan Gubernur BI, bahwa modal portofolio asing mengalir deras keluar sejak bulan Mei (triwulan II-2013) terbukti bertentangan dengan data. “Sejak 2011 pos portfolio investment neto selalu positif,” ungkap Faisal.

Pakar ekonomi Universitas Indonesia ini melihat, masalah mendasar ada di dalam diri kita sendiri. Bahkan, hal itu pernah diungkapkan Gubernur BI Agus Martowardojo sendiri, saat bicara pada Bankers Dinner. Agus mengatakan, “Struktur produksi yang terbentuk dalam satu dekade terakhir lambat laun terasa semakin ketinggalan jaman (obsolete).”

Apa arti semua itu? Menurut Faisal, kondisi ini merupakan wujud senyatanya pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas. “Pola pertumbuhan ekonomi semakin jomplang. Sektor tradable (pertanian, pertambangan, dan industri manufaktur) tumbuh loyo.” Pertumbuhan ektor itu hanya sekitar separuh dari pertumbuhan sektor nontradable (sektor jasa). Padahal sektor tradable merupakan ujung tombak ekspor. “Dan dalam situasi seperti itu, tata kelola perdagangan tak terurus secara tepat dan benar,” ungkap Halim, seorang eksportir di Jakarta |

Editor : N Syamsuddin Ch. Haesy
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 823
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1089
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1342
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1483
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Energi & Tambang