Jaga Cangkemmu !!!

| dilihat 2867

PROSES penghancuran logika masyarakat yang dilakukan oleh para komentator politik di berbagai media massa (sebagian terbesar berhidmat pada koalisi pendukung Jokowi) secara penteratif hipodermis, menggelikan. Mulai dari membangun citra seolah-olah Koalisi Merah Putih (KMP) yang menguasai parlemen bakal menghadang dengan aksi-aksi politik, sampai pembentukan stigma: apa saja yang dilakukan KMP itu bertentangan dengan rakyat.

Menggelikan, lantaran media memilih nara sumber yang itu-itu saja, yang berpikir dan bergerak mengikuti arah angin. Di jaman Orde Baru menjadi pembenar apa saja yang dilakukan Presiden Soeharto. Jaman Habibie, karena ngeri dengan ICMI dan meruyaknya islamophobia, menggocoh semua kebijakan Presiden Habibie. Ketika Gus Dur jadi Presiden dan tidak mendapat porsi, mereka pun menyokong aksi pemakzulan terhadap tokoh penggerak demokrasi sejati itu.

Ketika Megawati tidak mengakomodasi semua peran mereka, karena sangat hemat berkata-kata, ngramut lesan, mereka pun menyerang Mega. Ketika SBY – JK muncul, mereka memuja dan memuji tak alang kepalang. Begitu tak mendapat porsi, mereka menyerang SBY, bahkan dengan cara-cara yang tak terpuji. Satu dua, bahkan menyerang dengan cara biadab.

Kini, mereka puja puji Jokowi. Apapun yang keluar dari Jokowi selalu benar dan apa saja yang keluar dari lawannya selalu salah. Kekonyolan yang paling konyol adalah ketika mereka menebar ‘dalil kokgatèkaké’ bila DPR menghambat Jokowi, maka DPR akan menghadapi rakyat. DPR akan berhadapan dengan people power. He he he. Celakanya, para host dan presenter tv yang hanya berpengetahuan elementer tentang politik, ngikut saja. Nglilani lesan, ngoceh mendaur ulang ujar-ujaran para komentator, itu. Mungkin karena mereka berpandangan, klaim-klaim kebenaran ketika dilakukan terus menerus akan menjadi benar.

Mereka pakai teori jaman jebut, pembenaran-pembenaran akan melahirkan presumsi stigmatik, dan dengan cara itu, mereka berharap akan terjadi proses gethok tular pembenaran. Mereka lupa dan abai, kali ini meski mereka diberi porsi oleh media pendukung Jokowi, rakyat tak mudah lagi dibekuk dan ditekuk pikirannya.

Rakyat tidak lupa, dalam Pemilihan Presiden 2014 lalu, dari total pemilih sekitar 134 juta konstituen, Jokowi – JK hanya beroleh suara sekitar 71 juta, 63 juta konstituen lainnya, memberikan suara mereka kepada Prabowo – Hatta. Selepas itu, masih ada 126 juta rakyat yang tak memilih Jokowi – JK dan tak pula memilih Prabowo – Hatta. Alhasil, dari sudut pandang idealistic frame, pun tak mungkin people power akan bisa digerakkan.

Dalam konteks Indonesia, yang masih menghadapi persoalan ‘kampoeng tengah’ alias lapar, untuk menggerakkan people power, berapa besar dana yang kudu dirogoh dari kocek para investor dan donatur kekuasaan Jokowi. Untuk menggerakkan 10 juta pendukungnya saja, yang rata-rata lulusan SD, SMTP, dan menganggur dengan asumsi ongkos dan makan pagi – siang – malam rata-rata Rp100 ribu, diperlukan 10 juta kali Rp 100 ribu.

Kekalahan demi kekalahan yang dialami oleh PDIP dan koalisi pendukung Jokowi – JK dalam merebut kepemimpinan di DPR RI dan MPR RI, toh tak berdampak apapun. Rakyat biasa-biasa saja dan tak peduli. Jangan kan Jokowi, Almarhum Gus Dur saja yang sedemikian hebat dan mempunyai massa riil jutaan bilangannya, tak cukup mampu menggerakkan people power.

Sudah ‘gak usum’ ancam mengancam dengan cara kokgatèkaké semacam itu. Yang kudu disadari oleh Koalisi Pendukung Jokowi dan Koalisi Merah Putih adalah fakta: rakyat sudah bosan dan muak melihat pertarungan politik mereka yang kian tak cerdas. Masing-masing pihak, jalani saja proses.

Dengan komposisi balance power yang kini sudah terjadi, yang harus dipikirkan adalah bagaimana menjalani komunikasi politik dengan cara sehat, cerdas, dan beradab. Tunjukkan kepada rakyat (melalui media, antara lain) pihak berkuasa, oposan, dan penyeimbang adalah politisi cerdas berjiwa negarawan. Jangan ikuti cara-cara berfikir, bersikap, dan bertindak politik yang bebal dan tak mau menerima realitas.

Jokowi – JK berkonsentrasilah menjalankan pemerintahan yang sungguh-sungguh pro rakyat. Koalisi Merah Putih di parlemen, berkonsentrasi dan bersungguh – sungguhlah mengawasi jalannya pemerintah. Benahi undang-undang yang selama ini dibuat hanya untuk memenuhi kepentingan asing, ubah menjadi undang – undang yang sungguh berpihak kepada rakyat. Khasnya, terkait dengan undang-undang yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam.

Kontrol dan awasi juga politik anggaran agar tak terjadi dual budget untuk program yang senafas. Di tengah reorientasi dekade Asia Pasifik, bakal terjadi musim pancaroba yang bila tak terkontrol dengan baik, bisa membuat rakyat jumpalitan, baik secara sosial dan ekonomi.

Para pemilik dan pengelola media, juga kudu buru-buru sadar dan cepat kembali ke jalan yang benar. Jalan independensi yang membuatnya akan menjadi pilar utama demokrasi. Terapkan kembali kategori dan kriteria nara sumber, sehingga tidak terjadi noise information yang justru bakal menurunkan kepercayaan rakyat kepada media.

Selebihnya, para komentator politik: jaga cangkemmu ! |  

Editor : Web Administrator
 
Energi & Tambang
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 524
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1615
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1395
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya