Catatan Bang Sem - Bagian I

Multikulturalisma Betawi

| dilihat 3075

BETAWI adalah multikulturalisma dan pluralis­ma yang terintegrasi. Baik melalui proses asimilasi mau­pun akulturasi. Betawi adalah proses membangsa (to nation process). Dilihat dari berbagai sisi, Betawi lebih dari sekadar etnik. Betawi adalah salah satu hasil per­adaban berbasis multikulturalisma.

Pada Betawi kita temukan harmoni padu padan dimensi kebudayaan Sunda, Jawa, Arab, China, Eropa, Melayu, Bugis, Bali, dan berbagai etnis lainnya. Hal itu dimungkinkan oleh keterbukaan kaum Betawi dalam menempatkan diri di tengah pusaran peradaban. Ke­terbukaan itulah yang menyebabkan terjadinya proses interaksi dan transformasi budaya, berujung pada ber­langsungnya kristalisasi anasir-anasir cita, karsa, cipta, dan karya, yang sering disebut sebagai akulturasi. Bahkan, boleh dikata, para proses perkembangannya, terjadi proses inkulturasi yang sedemikian kaya (antara Betawi Kota dengan Betawi Ora). Inilah kemudian yang menyebabkan terjadi internalisasi sangat menarik dan jarang kita temukan pada beragam etnik lain di Indo­nesia.

Memahami kebudayaan sangat tidak mudah. Tak kurang dari 160 definisi ke­budayaan, pernah dihimpun oleh Kroeber dan C. Kluckhon (Koentjaraningrat, 1985 : 181). Dan Koentjaraningrat sampai pada definisinya, bahwa kebudayaan merupakan "keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang di­jadikan milik diri manusia dengan belajar." Koentjaraningrat juga menyebut berbagai anasir kebudayaan. Yakni: Sistem religi; Sistem kemasyarakat­an; Sistem peralatan hidup dan tekno­logi; Sistem pengetahuan; Sistem mata pencaharian; Bahasa, dan Kesenian.

Sebagai penduduk di suatu wilayah yang terletak di kawasan pesisir yang ber­singgungan langsung dengan daerah pegunungan dan banyak aliran sungai, proses adaptasi dan akulturasi budaya masyarakat Betawi, ber­langsung sangat cepat, sampai masuknya Islam (yang diyakini berbagai kalangan) lewat Ujung Karawang (selepas mendaratnya armada Laksamana Cheng Ho – Mansyur Suryanegara, Api Sejarah) dan Sunda Kelapa  (yang di­tandai dengan pusat syiar Islam Habib Alaydrus – Kampung Bandan, dari berbagai sumber). Bahkan orang asli asal Pekojan yang bermukim di Makkah, dan kemudian menjadi guru Syeikh Nawawi al Bantani (seperti diyakini kalangan lain).

Bagaimanapun asal muasalnya, yang kemudian saya yakini adalah: terjadi proses transformasi nilai religi yang sangat kuat antara Islam yang datang dengan Hindu yang sudah hidup sebelumnya. Inilah kemudian yang di dalam sistem sosial masyarakatnya masih hidup sinkretisma budaya. Kebiasaan hidup yang berpangkal pada nilai-nilai mistis (mitos dan sebagainya) dengan ber­bagai keyakinan yang bersifat dinamistik dan animistik.

Islam memberikan daya nilai yang sangat luar biasa terhadap kaum Betawi, ter­kait dengan akidah, syariah, akhlak, dan muamalah. Inilah kemudian, yang menyebabkan masya­rakat Betawi di­kenal sebagai masyarakat yang santun dan memegang teguh prinsip-prinsip agama. Akhirnya membentuk karakter dan sistem kemasyarakatan yang egaliter.

TARI BETAWI DALAM SALAH SATU PERHELATAN PERKAWINAN

Pada perkembangannya, budaya atau kebudayaan Betawi mengikuti perkembangan zaman. Pada era agraris, kebudayaan Betawi mengenal sistem peralatan hidup dan teknologi yang sederhana: perahu, kukur, kuali, dandang, langseng, tungku, ruyung, golok, luku, kincir, bakiak, tapang, perhiasan perempuan dari perak dan emas, dan sebagainya.

Pada era industri, kebudayaan Betawi mengenal berbagai peralatan hidup dan teknologi yang juga terus ber­kembang: sepeda, sepeda motor, mobil, kapal, pesawat udara, pesawat telepon, radio, televisi, dan seterusnya. Sistem pengetahuannya pun berkembang pesat. Termasuk pe­ngetahuan tentang berbagai hal, termasuk pengetahuan seputar industri olahan pertanian.

Sistem mata pencaharian pun berkembang pesat. Tak lagi hanya menjadi nelayan dan petani, mandor, centeng, sopir, guru dan ustad. Kaum kaum Betawi juga merambah berbagai profesi sebagai pengusaha, intelektual, politisi, pengacara, dan lain-lain. Bahkan ketika tahun 1923, Muhammad Husni Thamrin mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi, telah ber­himpun kaum intelektual yang kemudian menjadi politisi.

Adat istiadat dan tradisi pun kian berkembang, memengaruhi produk budaya yang memengaruhi gaya hidup masyarakatnya. Termasuk tata boga dan busana, serta tata hubungan antar manusia dalam suatu sistem relasi korelasi sosial.

Meminjam istilah Geertz, kaum Betawi tak lagi hanya terikat oleh sistem korelasi sosial traditional authority relationship, karena mereka juga masuk ke dalam sistem relasi korelasi sosial patron client relationship yang dibawa oleh orang-orang Eropa, baik Portugis maupun Belanda.

Kaum Betawi juga mengalami interaksi dan transformasi budaya dan peradaban Barat, melalui proses akulturasi yang menjadikan berbagai instrumen musik dan notasi musik Barat menjadi bagian penting khazanah musik yang diakrabi masyarakat Betawi. Keroncong Tugu adalah salah satunya terpelihara secara turun termurun. Pada ragam formasi Eropa – China, kita dapatkan Tanjidor. Akan halnya akulturasi dengan peradaban China, yang konon, masuk me­lalui Sepatan dan Dadap, kita dapatkan melalui Gambang Kromong.

TRADISI PALANG PINTU, MEMADUKAN SILAT DAN PANTUN DALAM SATU TARIKAN NAFAS TEATERAL DALAM PERHELATAN PERKAWINAN KAUM BETAWI

Akulturasi dan asimilasi lokal (domestik), yang tertampang pada Topeng –mulai dari Topeng Banjet, Topeng Nyai, sampai Topeng Blantek --, Lenong, Wayang Betawi, dan lainnya. Akan halnya pengaruh lain dari budaya Melayu adalah Pantun dan sejenisnya. Pengaruh Arab, Eropa, dan juga India tertampak pada Orkes Melayu dan Keroncong.

Dari aspek busana kita menemukan keragaman multi etnik yang didominasi oleh tata warna, pola dan ragam hias. Termasuk berbagai asesorisnya, sebagaimana tertampak dalam  busana pengantin dan ragam hias perempuan Betawi. Hal yang sama kita temukan juga pada seni rupa berbentuk Ondel-Ondel yang, konon, dipengaruhi Bali (Ogoh-ogoh).

Dari paduan seni tari dan olah raga kita temukan silat yang sedemikian kaya, yang tertampak pada jurus-jurus beksi yang sering ditampilkan dalam sesi palang pintu, menjelang pernikahan.  Kekayaan jurus pada beksi, pun terbentuk dari paduan jurus silat Kumango a la Melayu – Minang, Cimande – Sunda, dan Tari Kolot – Banten, meski Cingkrik, mengandung anasir lokal yang diperkaya dengan silat China, termasuk Kuntaw di dalamnya.

Dari aspek bahasa, kita melihat perkembangan bahasa Betawi yang mencerminkan pluralitas dan multikulturalnya. Dalam percakapan sehari-hari kita menemukan berbagai istilah yang berasal dari bahasa lokal, Sunda, Jawa, Bugis, Bali, Arab, China, Belanda, Inggris, Portugis dan sebagainya.

Bahkan, sejak bangsa kita mengenal transistor dan berdiri berbagai stasiun siaran radio amatir (yang berkembang menjadi stasiun radio swasta), termasuk produk budaya populer: musik, film, sinetron (yang dimotori Syumanjaya, Benyamin Suaeb, Ali Shahab, Firman Muntaco, SM Ardan, dan lain-lain), serta pengembangan Lenong sebagai teater rakyat (meskipun, konon berasal dari Tonil Bangsawan) dengan berbagai modifikasi,  saat siaran televisi menguasai kehidupan masyarakat, dialek Betawi memengaruhi bahasa komunikasi anak-anak muda, hampir di seluruh Indonesia, bahkan sampai ke Semenanjung Malaysia.

Pada masanya penetrasi bahasa Betawi yang kuat sempat menjadi gaya hidup ter­sendiri di berbagai daerah. Anak-anak muda merasa bergaya ketika bisa menggunakan istilah-istilah: lu, gue, Nyak, Babe, demenan, dan sebagainya. Terutama ketika Jakarta sebagai metrosentrum Betawi, menjadi ‘daerah tujuan mengubah nasib’ bagi masyarakat daerah.

Me­lalui proses migrasi itulah kemudian berbagai anasir kebudayaan Betawi masuk sebagai bagian dari keseluruhan konteks perubahan budaya di berbagai daerah. Menyadari situasi semacam itu, almarhum H. Benyamin S (kemudian diikuti oleh Ade – Orkes PSP) menguatkan pe­netrasi bahasa Betawi melalui karya-karya populer mereka. Tagline: “gaye Betawi, selera siape aje,” pun menjadi trade mark yang kuat dan menjadi social dignity tersendiri. | [Bersambung]

Editor : sem haesy
 
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 231
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 330
Cara Iran Menempeleng Israel
Selanjutnya
Energi & Tambang