Jangan Sepelekan Budaya Salam

| dilihat 3441

AKARPADINEWS.COM | SALAM adalah ekspresi budaya sekaligus identitas penggunanya. Salam tak dapat dilepaskan pula dari khalayak yang disasarnya. Sebagai bentuk bahasa lisan dan tulisan, salam merupakan bentuk interaksi komunikasi antara penyampai dan penerima pesan. Ucapan salam selalu memiliki latar belakang budaya, termasuk etnik, agama maupun kelompok.

Salam yang kita kenal umum tidak hanya ucapan selamat pagi, selamat malam atau selamat makan. Makna salam dari konteks agama maupun budaya, merupakan ucapan penghormatan dan do’a.

Merujuk pada kajian antropologi, salam merupakan bagian dari kebudayaan suatu masyarakat sebagai sebuah sistem tindakan, gagasan dan hasil karya manusia. Salam adalah satu cara bagi seseorang untuk secara sengaja mengkomunikasikan kesadaran dan kehadiran orang lain, untuk menunjukan perhatian, menegaskan hubungan dari status sosial antar individu atau kelompok orang yang berhubungan satu sama lain.

Dalam keberagaman suku dan agama di Indonesia, salam memiliki kekhasan dan makna tersendiri. Salam merupakan salah satu kalimat dan frasa penting dalam kehidupan umat beragama, secara primordialisme sebagai media komunikasi dan sosialisasi. Dalam lingkungan masyarakat, salam di mulai untuk mengawali pembicaraan saat menyapa, bertamu, berkomunikasi lewat telpon, berpidato dan sebagainya.  

Salam merupakan bagian dari elemen kebudayaan. Dalam persfektif agama, menebarkan salam bahkan mempunyai spirit dan simbol tesendiri sebagai salah satu amalan dan ibadah yang dianjurkan seperti masyarakat muslim mengucapkan salam Assalammualaikum wa Rahmautullahi wa Barokatuh dalam agama islam, yang kurang lebih memiliki makna “Semoga keselamatan tercurah bagimu serta rahmat Allah dan barakah-Nya”. Jawaban dari salam ini adalah “wa ’ Alaikumussalam wa Rahmatullahi wa Barakatuh”, yang maknanya “Dan semoga bagimu keselamatan, rahmat Allah dan barakah-Nya.  Secara harfiah maknanya adalah selamat, damai dan sejahtera.

SALAM A LA BATAK : HORAS, MEJUA-MEJUA DAN LAINNYA

Om Swastyastu bagi agama Hindu artinya “Semoga selamat atas Tuhan Yang Maha Esa” yang menerima salam lalu mengucapkan   Om Shanti shanti (maknanya kurang lebih semoga damai). Istilah “Nammo Buddhaya” sering diistilahkan sebagai salam antara umat budha. Maknanya adalah “Terpujilah Semua Budha”. Pujian ini banyak kemudian digunakan sebagai salam dan sarana bertegur sapa antara sesama pemeluk Budha. Di kalangan kaum nasrani dikenal Salom.

Disinilah fungsi salam bermakna saling mendoakan antara dua orang, yakni pemberi salam dan yang menjawabnya dimana saling mendoakan satu sama lain, selain Untuk membina hubungan yang harmonis dan mempererat persaudaraan dalam pergaulan di masyarakat,

Di Indonesia kita kerap kali mengenal salam dari berbagai suku bangsa, mulai dari Sampurasun (Sunda) dibalas rampes, Horas (Batak – Tapanuli Selatan) dibalas pula Horas. Suku Dayak  "Adil ka`talino bacuramin ka`saruga basengat ka`jubata", selanjutnya dibalas dengan perkataan dengan perkataan "Arus..., arus..., arus".

Setiap salam ini sebagai bagian dari komunikasi sangat dipengaruhi oleh simbol budaya dan situasi masyarakat sebagai media perekat dan identitas. Orang asing di luar masyarakat kerapkali menggunakan salam  tersebut untuk adaptasi dan menghargai masyarakat.

REMAJA NUSA TENGGARA TIMUR MEMBERI SALAM

Apabila seseorang memberi penghormatan melalui salam tentu alangkah baiknya yang menjawab memberikan penghormatan pula. Sebenarnya sangat mudah mengucapkan salam yang hanya satu kata atau satu kalimat, namun tak sedikit dari masyarakat yang mengetahui makna salam dan menjadikan kebiasaan yang baik dalam kehidupannya. Segelintir orang bahkan memplesetkan kata salam menjadi singkatan, berubah maknanya bahkan menjadi ajang candaan. Ucapan tersebut tentu menjadi boomerang, apalagi jika diucapkan di depan khalayak ramai yang mengetahui makna salam tersebut dan menjadikannya sebagai tradisi.

Beberapa waktu lalu masyarakat Sunda mengecam imam besar Front Pembela Islam (FPI) Habieb Rizieq karena mempelesetkan salam Sunda "Sampurasun" menjadi "campur racun" dalam Tablig Akbar di Purwakarta yang disebarkan melalui video berdurasi 43 detik yang (dicincang) dan kemudian diunggah di media sosial youtube. 

"Tentu kita setuju, bahwasanya Dedi Mulyadi memang bukan sedang memasyarakatkan kesantunan salam Sunda 'Sampurasun', tapi dia memang sedang merusak umat Islam Purwakarta dengan 'Campur Racun', yaitu meracuni aqidah umat dengan aneka perbuatan 'Syirik'," ujar Rizieq melalui laman pribadinya, Rabu (25/11). Masalah yang dianggap oleh Rizieq bukan persoalan pelestarian budaya. Tetapi Rizieq mengkirtisi sikap Dedi yang malah meminggirkan Assalamualaikum sebagai sapaan yang Islami

Terlepas dari upaya pembelaan Rizieq dengan ucapan sampurasun menjadi campur racun untuk mengkritisi Dedi Mulyadi, namun masyarakat sunda terlanjur geram, bahkan Aliansi Masyarakat Sunda Menggugat yang diinisiasi oleh Angkatan Muda Siliwangi Jawa Barat melaporkan Habib Rizieq kepada Polda Jawa Barat atas tuduhan penghinaan dan pelecehan terhadap budaya Sunda.

SALAH SEORANG MASYARAKAT SUNDA DI GUNUNG PADANG

Aliansi Masyarakat Sunda menggugat dengan UU ITE karena dalam video tersebut terdapat ucapan Habib Rizieq yang memplesetkan salam "Sampurasun".Mereka menuntut agar Habib Rizieq meminta maaf kepada seluruh etnis Sunda karena telah memplesetkan salam "Sampurasun".

Lantara bagi masyarakat sunda memiliki arti salam hormat dan merupakan sebuah doa. Tentu sangat tidak etis dan melukai jika diplesetkan oleh seorang tokoh, apalagi disampaikan di tanah Sunda di Purwakarta

Menanggapi polemik ini, melalui laman Facebook-nya pada Rabu, 25 November 2015, bupati yang juga budayawan Sunda ini turut menjelaskan tentang Sampurasun. Tulisan yang diunggahnya diberi judul "Catatan Kecil Sampurasun".

“Sampurasun berasal dari kalimat "sampurna ning ingsun" yang memiliki makna "sempurnakan diri anda". Kesempurnaan diri adalah tugas kemanusiaan yang meliputi penyempurnaan pandangan, penyempurnaan pendengaran, penyempurnaan penghisapan, penyempurnaan pengucapan yang semuanya bermuara pada kebeningan hati. Pancaran Kebeningan hati akan mewujud sifat kasih sayang hidup manusia maka orang sunda menyebutnya sebagai ajaran siliwangi, silih asah, silih asih, silih asuh….”

Akhirnya makna salam tidak hanya ucapan sekadar, namun sebuah simbol dan lambang budaya untuk saling mendoakan keselamatan, mempererat silaturahmi dan bagian dari identitas sebuah masyarakat dan budaya. |

Ratu Selvi Agnesia

 

Editor : Web Administrator
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1174
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Energi & Tambang