Ramadan Tiba, Televisi Kembali Ber-Tuhan

| dilihat 2821

AKARPADINEWS.COM | RAMADAN sebentar tiba. Siaran televisi di Indonesia akan kembali ber-Tuhan. Berbagai programa siaran religius terkait dengan ibadah shaum bagi umat islam itu akan kembali hadir di tengah keluarga, tanpa salam.

Tapi, jangan tanya kualitasnya. Tidak akan banyak programa siaran Ramadan yang patut dan layak ditonton dan relevan dengan esensi Ramadan sebagai bulan suci bagi umat Islam.

Paling-paling, sinetron seri Para Pencari Tuhan yang menghadirkan H. Deddy Mizwar (sebagai bang Jack) dan kawan-kawan, Kuliah Quraisy Shihab dan para ulama Islam yang mumpuni, dan sedikit program lain. Satu dua program masih layak ditonton, semisal talent scout terkait da’i cilik.

Selebihnya adalah programa siaran yang dikemas tanpa daya kreatif yang sesuai dengan prinsip edutainment, apalagi religiotainment.

Umat islam kudu lebih jeli dan teliti menyimak programa siaran, terutama programa siaran menjelang buka puasa dan sahur yang dikemas dalam bentuk variety show dengan lawakan konyol sejumlah artis yang kadung dibesarkan dan dipopulerkan oleh media siaran televisi.

Dalam forum dengar pendapat dan evaluasi siaran televisi berjaringan, saya kemukakan kepada para pengelola siaran televisi untuk berhati-hati mengelola programa siaran khas Ramadan.

Para pengendali program siaran, harus lebih berhati-hati dan konsisten dalam menjalankan etika penyiaran. Tidak sekedar memburu tv rating hanya untuk menjangkau aspek komersial penyiaran. Mereka kudu sadar, bahwa apapun programa siaran yang mereka sajikan, berdampak besar secara sosial dan kultural, bahkan religius kepada khalayak pemirsa.

Segala bentuk kekonyolan yang tak layak dan tak patut disajikan dalam programa siaran khas Ramadan, jauh-jauh hari sudah harus dihindari. Antara lain dengan merumuskan kategori siaran dan kriterium pengisi acaranya, termasuk host.

Setiap progamer atau penanggungjawab programa siaran kudu paham, semakin besar populasi penonton yang hendak dijangkau oleh acara yang dikemasnya, semakin besar tanggungjawab yang harus dipikulnya. Jutaan orang sengaja atau tidak sengaja akan menonton programa siaran yang mereka pikirkan dan kemas. Dan, banyak penonton pasif yang menelan bulat-bulat apa saja yang disajikan.

Apalagi kini, dengan multi media, multi platform, dan multi format, programa siaran televisi memungkinkan menjadi medium yang bisa menebar apa saja, termasuk kekonyolan yang tidak perlu. Sekaligus bisa memicu kontroversi.

Seperti ungkap Lindheim dan Blum, programa siaran televisi ‘mesti’ melayani begitu banyak khalayak pemirsa dengan keragaman latar belakang (pendidikan, sosial, budaya, politik). Berbagai program akan dinilai menentang  realitas dan dimensi nilai hidup nya. Karena itu, satu individu programer televisi, bertanggung jawab mengembangkan dan mengawasi setiap aspek acara yang dikemasnya masing-masing.

Dalam konteks itulah, programa siaran televisi, harus merupakan karya kreatif, yang menyajikan ide-ide asli dan khas dalam hal konten dan nilai produksi, sehingga programa siaran tersebut mampu menyampaikan pesan kunci dan mampu berkomunikasi dengan publik.

Livingstone mendefinisikan televisi sebagai domain yang menggabungkan pengetahuan dan pengalaman yang kompleks, dimana khalayak pemirsa merasakan ada hasrat dan keperluan yang sama untuk menyimaknya. Terutama, karena televisi, seperti ungkap Kellison, berdampak besar dan berpengaruh pada dunia kita.

Programa siaran religi memang tak harus mati dan berkutat pada transformasi dogma keagamaan. Programa siaran televisi yang kreatif, akan mampu melahirkan dan menghadirkan jumlah genre program televisi yang mampu memadupadan kepentingan komersial dan edukasi. Khasnya dalam menghadirkan program siaran televisi sebagai saluran percikan inspirasi ilahi untuk kemaslahatan kehidupan sosial.

Esensinya adalah programa siaran televisi, terutama yang bersifat religius, harus mampu menjadi medium pencerahan bagi khalayak pemirsanya.  Dalam konteks itulah, seorang produser programa siaran televisi, mesti intens melakukan dialog kreatif dengan programmer menghadirkan programa siaran televisi yang bermanfaat.

Modal utamanya adalah pengetahuan, pengalaman, dan kematangan spiritual sebagai profesional kreatif programa siaran televisi. Karena dengan demikian, mereka akan mampu mengambil kesempatan berbuat kemaslahatan, merangsang khalayak pemirsa berlomba-lomba dalam kebajikan ( fastabiqul khairat) melalui hiburan yang mendidik dan informasi yang mendalam, dalam suatu konten edutainment atau infotainment yang sesungguhnya.

Selain itu, produser profesional, harus pula mempunyai pengetahuan mendalam dan senantiasa bekerja di alam sadar, membuka mata wawasannya untuk memahami perspektif lebih luas tentang berbagai dinamika kehidupan. Tak terkecuali pemahaman spiritual yang menjadi daya religi. Karenanya, dalam menggerakkan seluruh pekerja kreatif di seluruh lini dan proses produksi dan penyiaran program, terkendali dengan baik.

Skema produksi sebagai peta jalan proses kreatif mesti memberi ruang bagi pandangan dan pemikiran, juga perenungan tentang konten dan esensi program, dan kemudian memandu tim menggerakkan manajemen programa siaran yang tepat.

Seperti ungkap Kellison, tanda pasti seorang produser profesional adalah kemampuannya memahami konteks lebih luas dari programa siaran televisi yang dikelolanya. Termasuk dalam melihat dimensi dan konteks waktu untuk melihat fenomena dan paradigma yang berkembang di kalangan pemirsa.  Dengan begitu, dia akan mampu memikirkan proyeksi programa siaran ke depan secara berkelanjutan.

Tim produksi – sampai kru – semestinya mendapatkan ruh gagasan program dari programer dan produsernya. Dengan demikian, mereka akan fokus dalam memanifestasikan rancangan atau desain program yang terbaik.

Beranjak dari hal inilah kita berharap semua programa siaran televisi yang disiapkan untuk mengisi slot sepanjang bulan Ramadan, sungguh sudah matang. Dalam makna, memaduserasi kualitas artistik – estetik – etik dalam satu tarikan nafas.

Kita ingatkan, semua programa siaran terkait dengan ajaran agama Islam, tidak menyentuh sisi fiqah dan ubudiah yang memungkinkan terjadinya friksi dan kontroversi atas siaran. Tentu, juga tidak melakukan manipulasi cerita dengan improvisasi konyol, seperti yang pernah terjadi pada sinetron-sinetron bodoh.

Dalam konteks akidah, kita juga mengingatkan seluruh penyelenggara programa siaran televisi untuk tidak main-main dengan pemahaman sumir tentang dimensi islam secara keseluruhan. Bermainlah pada wilayah edukasi, transformasi akhlak yang sangat mungkin diolahsaji dengan kemasan kreatif yang menarik ditonton dan memang diperlukan.

Di sisi lain, karena Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar yang sangat multikultural dan beragam, sangat wajar dan proporsional bila dihadirkan keragaman tradisi beragama. Hal ini perlu, karena dapat memenuhi hasrat kolektif menghadirkan konten lokal dalam konteks nasional.

Bagi khalayak pemirsa, bulan Ramadan juga merupakan momentum untuk melakukan kontrol terhadap konten programa siaran televisi. Karena, dalam banyak hal, tidak semua sisi programa siaran televisi mampu dijangkau oleh komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Kendati demikian, KPI juga harus tegas. Begitu menemukan programa siaran khas Ramadan yang cenderung bertentangan dengan etika penyiaran dan undang-undang, langsung berikan sanksi: setop siaran !

Kita juga berharap, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan pemantauan mendalam terhadap programa siaran televisi khas Ramadan. |  Bang Sem

Editor : sem haesy
 
Energi & Tambang
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 428
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 998
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 235
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 711
Momentum Cinta
Selanjutnya