Chairil Anwar di Antara Seni Visual Abstrak

| dilihat 2382

"Kalau kau. Mau ku terima kau kembali.

Dengan sepenuh hati.Aku masih tetap sendiri.

Ku tahu kau. Bukan yang dulu lagi.

Bak kembang sari. Sudah terbagi

Jangan Tunduk! Tentang aku dengan berani.

Kalau kau. Mau ku terima kau kembali. Untuk ku sendiri.

Tapi sedang dengan cermin. Aku enggan berbagi”

 

AKARPADINEWS.COM | KALIMAT itu dikutip dari puisi berjuluk Penerimaan karya Chairil Anwar yang terpajang di antara visual abstrak karya Melissa Sunjaya yang dipamerkan.

Melissa nampaknya cukup berani melakukan alih wahana teks-teks puisi liris Chairil ke bentuk seni visual. Berbagai kutipan puisi penyair Indonesia termasyur dan sastrawan pelopor Angkatan 45 itu, ditulis dengan kaligrafi secara tersembunyi di antara 75 karya seni rupa abstrak yang dipamerkan.

Karya Melissa itu menyerupai sel-sel, DNA, atau mikroba, dengan warna dinamis yang menyembunyikan teks puisi Chairil yang dapat dilihat pengunjung dengan lensa merah. Pameran bertajuk Bio Fantasy: A Tribute to Chairil Anwar yang berlangsung 14-28 Agustus 2016 di Galeri Salihara itu terlihat riuh dengan berbagai karya seni visual, instalasi, ilustrasi, musik, dan videografi.

Bagi Melissa, pameran ini tidak hanya sebagai peringatan atas kelahiran Chairil di Medan, 26 Juli 1922 silam. Namun, pameran ini merupakan sebuah proyek seni yang ditekuninya secara serius melalui riset.

“Sejak tahun 2014, saya melakukan riset tentang Chairil Anwar. Yang menarik adalah pemikiran-pemikirannya yang ditolak justru digunakan setelahnya (setelah Chairil wafat). Semua pemikiran art work yang saya lakukan tidak hanya di pameran ini. Tetapi, sudah saya kompilasi dalam satu buku,” tutur Melissa saat membuka pameran.

Dalam pameran ini, terlihat usaha Melissa yang mencoba menarik puisi Chairil, merangsek masuk di kehidupan masa kini dan masa depan. Proyek Bio Fantasy ini nampaknya mengkaji peradaban pada masa kini. Observasinya tentang kecenderungan global menyimpulkan, masyarakat modern telah mengadopsi sebuah bahasa sosial baru yang ada di dunia maya. “Budaya dunia maya ini tanpa sadar memupuk jenis bahasa unik yang semakin tidak menggunakan empati,” tuturnya.

Dia juga menilai, interaksi manusia di era modern saat ini seperti simbiosis mikroba: hubungan antar sel dengan kandungan perasaan yang semakin menipis. Dari upayanya membandingkan fenomena manusia modern dengan cara menyelami puisi, esai, dan kompilasi artikel karya Chairil, Melissa menyimpulkan jika Chairil melakukan eksplorasi yang gigih terhadap subyek-subyek eksistensialis tentang cinta, kelahiran, kematian, kehampaan, dan agama. “Dia (Chairil) terus mempertanyakan aturan tradisional, sembari mengkaji pengaruh kontemporer dari filsuf dan seniman dunia Barat,” kata Melissa.

Melalui risetnya ini, Melissa yang dikenal sebagai seniman visual itu merenungi dan mencoba menemukan jati dirinya, tentang manusia dan alam semesta, dengan menarik teks-teks puisi Chairil dan biografi Chairil dalam narasi yang lebih besar.

“Saya mendapat jati diri tentang hubungan manusia dengan alam semesta,” tegasnya. Dengan diselenggarakannya pameran itu, dia berharap, bermuara pada pentingnya manusia menjalin peradaban yang berubah dari waktu ke waktu. Karenanya, “empati dan imajinasi” menjadi tujuan utama pameran Melissa itu.

Dia menjelaskan, untuk memahami diri dan aksi yang dilakukan, manusia harus berimajinasi tentang masa depan yang terburuk. "Kita harus memberikan usaha yang terbaik di hari ini. Dalam mengubah gambaran nasib yang suram tersebut, dengan cara memahami tujuan kita di alam semesta ini dan menemukan identitas jiwa kita. Ini adalah kajian kritis terhadap ruang pemikiran kita, untuk meraih kondisi kemanusiaan yang progresif," ucapnya.  

Di sisi lain, terlepas dari tema, keberanian Melissa melakukan alih wahana teks puisi Chairil menjadi bentuk visual, sebenarnya cukup beresiko. Sebab, tak bisa dipungkiri, pameran ini lebih menyerupai pasar visual, dibanding penghormatan pada “Si Binatang Jalang”.

Rasa puisi Chairil dengan perjuangan, kegetiran, kesepian, dan bagaimana melihat kehidupan dengan berbagai sublimitasnya, hampir tidak terasa di pameran ini. Chairil disembunyikan lewat visual dan fiksi ilmiah, khas gaya seniman kontemporer kekinian.

“Bagaimana mungkin kita bisa menikmati puisi Chairil Anwar di balik suasana riuh dan seperti pasar begini, sungguh pusing dan mengganggu,” tutur Jhon, pengunjung pameran yang juga penikmat puisi Chairil Anwar.    

Tetapi, bagi sebagian besar pengunjung, khususnya dari kalangan muda, pameran ini menjadi bentuk perayaan visual yang menarik, untuk berinteraksi dengan berbagai tampilan seni instalasi, termasuk berfoto selfi ria.

Terlepas dari kritik itu, usaha Melissa perlu diapresiasi sebab tidak banyak seniman yang berani melakukan cara seperti yang dilakukannya, yang berimbas berbagai makna ganda, apalagi melalui riset yang mendalam. “Saya ingin menanam benih empati ke lingkungan saya, demi planet yang lebih bahagia, demi kamu dan saya yang lebih bahagia,” katanya.

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 274
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 442
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 286
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 262
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 360
Cara Iran Menempeleng Israel
Selanjutnya