Perlu Komitmen Media Malaysia dan Indonesia Perangi Hoax

| dilihat 1097

Catatan Délanova

Saat dialog antara jurnalis Indonesia dengan para jurnalis dan kreator Astro Awani - Malaysia, beberapa waktu berselang (Senin, 18/2/19) salahb satu isu yang saya lontarkan adalah soal berita wadul alias hoax.

Hoax adalah kabar wadul sengaja diproduksi dan disebarkan untuk mengkampanyekan sesuatu yang baik dan buruk secara berlebihan. Pujian dan penistaan yang tidak proporsional dan jauh dari fakta yang sebenarnya.

Hoax tak lagi diproduksi dan didistribusikan secara tak sengaja. Sejak berlangsung kontestasi politik dalam praktik demokrasi liberal dan terbuka, banyak kontestan yang sengaja menyiapkan tim khusus untuk menggunakan jejaring sosial dan internet bagi kepentingannya.

Mereka dikenal sebagai cyber trooper atau cyber warrior. Mulanya banyak orang yang dipekerjakan. Belakangan menggunakan akun robotic, akun-akun palsu atau akun-akun asli tapi palsu, di hampir seluruh saluran media dan platform.

Tujuannya satu: menggempur lawan politik (atau menggunggulkan kontestan yang didukung dengan klaim-klaim serba baik) melalui fitur yang tersedia di smartphone atau internet.

Konten hoax adalah rumors (ghibah), hoax - fake news (buhtan), dan fitnah.

Bagi Indonesia dan Malaysia dengan kebiasaan sosial masyarakatnya yang merupakan masyarakat bercakap-cakap (oral society) dan pengguna smartphone yang tak terkendali ke seluruh lapisan masyarakat, sampai ke pedesaan, hoax kerap diproduksi dan didistribusikan secara massif.

Saling tuding tentang produsen dan pemnyebar hoax secara terbuka antar kontestan politik di media arus utama (media prima) di kedua negara menunjukkan, setiapkali terjadi peristiwa demokrasi seperti Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah), Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen, atau di Malaysia dikenal dengan Pemilihan Raya Umum (PRU) dan Pilihan Raya Kecil (PRK) alias pemilihan terbatas di daerah pemilihan tertentu untuk memilih anggota parlemen.

Menyikapi kecenderungan meluas dan intensifnya hoax, Chief Executive Officer (CEO) Asto Awani, Suhaimi Sulaiman sepakat dalam satu pandangan, Malaysia - Indonesia mesti berkomitmen memerangi hoax secara serius. Caranya adalah meningkatkan jumlah fact checker (penguji fakta) -- yang jumlahnya masih sangat sedikit -- di setiap media.

Bila tidak kedua negara ini akan terus menjadi sasaran hoax sekaligus mudah memproduksi dan menyebar hoax. Terutama ketika kontestasi politik membuka celah luas bagi produksi dan penyebaran hoax.

Kami berpandangan sama untuk menyatakan, undang-undang tak akan mampu membatasi orang memproduksi dan menyebarkan berita hoax, terutama ketika media arus utama (mainstream media) dipandang tak lagi kukuh dalam independensi dan ikut arus politik tuan (pemilik)-nya.

Produksi dan penyebaran hoax juga akan sangat bergantung pada situasi sosial ekonomi masyarakat. Kemiskinan, terbatasnya lapangan kerja, tak berkembangnya peluang usaha yang mampu meningkatkan pendapatan rakyat, dan masih kerapnya media menyajikan narasumber tak layak di acara-acara gunemcatur (talkshow atau wawancara dalam siaran berita) radio dan televisi, dan masih besarnya kesenjangan sosial, akan terus memungkinkan suburnya berita wadul alias hoax itu.

Hoax tak hanya akan merugikan orang secara politik. Bahkan secara ekonomi. Seluruh jejaring sosial, termasuk smartphone selalu dipilih orang-orang jahat dan penipu melakukan phishing, pencurian identitas, pembobolan rekening, dan lain-lain.

Hanya dengan beberapa klik, siapa saja bisa bermasalah dan bahkan kehilangan yang dalam jumlah yang tak sedikit (bila punya simpanan di bank dan lembaga keuangan lain).

Lantas, apa yang bisa dilakukan? Tabayyun! Melakukan verifikasi sumber dan konfirmasi isi pesan yang masuk ke dalam jejaring sosial, termasuk berbagai fitur yang tersedia di handphone.

Meski kini kita tengah hidup di rimba dan belukar hoax, jangan mudah was-was. Akan selalu ada sumber yang dapat dipercaya, atau sumber kredibel dan berpengaruh yang dapat dipercaya untuk meluruskan berita atau informasi wadul.

Kata kuncinya adalah teliti menggunakan smartphone dan perangkat komputer (kapsul, laptop, komputer), antara lain menguji setiap informasi dengan tautan situs web sebagai sumber awal informasi. Bila tak ada tautan yang khas, boleh diyakini, informasi yang diterima adalah hoax.

Lantas, kecepatan aksi untuk melakukan konfirmas. Jangan pernah percaya dengan tautan yang berisi pesan untuk memviralkan sesuatu informasi dengan huruf yang semuanya bold. Misalnya, viralkan. Atau tanda-tanda baca, seperti tanda seru yang banyak.

Hoax juga dapat dikenali dari bahasa yang dipergunakan. Biasanya hoax ditulis dengan menggunakan narasi tanpa rasa bahasa dan mengabaikan kaidah bahasa yang baik dan benar. Setiap orang dibekali Tuhan dengan pikiran, naluri, dan perasaan yang bisa dengan cepat mengetahui rasa bahasa.

Produsen dan penyebar hoax mengabaikan tata bahasa, selalu ada kesalahan sintaksis, tata bahasa dan ejaan. Karenanya, berita hoax selalu cenderung mempermainkan emosi Anda, bersikeras meyakinkan (untuk memperoleh citra baik atau sebaliknya). Dan, karenanya, setiap pengguna smartphone atau perangkat gadget umumnya, mesti bertindak dan memperingatkan sebanyak mungkin orang untuk berhati-hati.

Peran fact checker sangat penting. Merekalah yang menguji sesuatu informasi hoax atau bukan. Secara profesional mereka bekerja untuk selalu memeriksa sumber dan memperoleh validitas informasi, termasuk mengenali spammer.

Selaras dengan itu, setiap perusahaan juga harus melakukan "spoofing" untuk melindungi seluruh perangkat komputer dan gadget dari virus. Jangan biarkan smartphone kita menjadi zombie.

Bila seluruh jurnalis dan media di Malaysia dan Indonesia berkomitmen serius melawan dan memerangi hoax, demikian pula halnya dengan pemerintah kedua negara, menurut Suhaimi, masyarakat akan lebih aman dan nyaman dalam mengkonsumsi informasi dan berita.

Tentu komitmen dan sikap yang sama, harus pula dimiliki oleh seluruh politisi. Dalam konteks itu, perlu dikembangkan kerjasama antarmedia untuk kembali merumuskan platform yang benar. Termasuk membenahi kembali kategorisasi acara dan kriterium nara sumber yang layak untuk dihadirkan di medianya masing-masing.

Kredibilitas media, politisi, pemimpin sangat penting dalam memerangi hoax dan fact checker mesti diberi peluang bekerja secara profesional.  Terutama, ketika perang semesta tak lagi harus dalam bentuk invasi militer suatu negara ke negara lain. Informasi wadul dan hoax adalah fase awal perang semesta, yang ketika terjadi, sulit dihindari. |

Editor : Web Administrator
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 739
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 897
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 848
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 241
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 465
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 458
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 428
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya