Ironi Malam Ramadhan di Jiran Saudi Arabia

Bom Lantakkan Sana"a, Yaman Bersimbah Darah

| dilihat 1734

AKARPADINEWS.COM | SANAA masih bagai kota bertimbun dendam, bahkan ketika awal 1 Ramadhan 1436 Hijriah, tiba dan awal ibadah shaum dimulai. Perang yang dipicu serangan Saudi Arabia dan sekutunya atas Yaman, yang seolah mengulang kembali serbuan tentara Yazid terhadap keturunan Rasulullah Muhammad SAW berabad silam, merobek kemanusiaan dan mengoyak islam sebagai rahmat atas alam.

Harapan akan terjadi gencatan senjata masih sangat jauh dari kenyataan bakal terjadi. Gelombang pemboman terus berlangsung. Bahkan, pemboman simultan dilakukan atas sebuah masjid yang dicurigai sebagai masjid penganut mazhab Syiah, dan menewaskan 31 korban tak bersalah dan tak berdosa. Para korban itu, antara lain para petugas medis, seperti diungkapkan saksi mata.

Bom meledak, saat jamaah berbondong-bondong ke masjid untuk menyambut tiba awal Ramadhan yang dinanti-nanti. Sukacita itu berubah jadi dukalara, hanya karena mereka diklaim oleh para agresor sebagai penganut mazhab Syiah yang mendukung pemberontak Houthi. Padahal, sejak bertahun-tahun silam, aktivitas menyambut tiba Ramadhan adalah sesuatu yang biasa berlangsung. Tak Sunni dan tak Syiah, menyambutnya bersama-sama.

Tapi, Ramadhan kali ini, ketika dendam kesumat menguasai dan nafsu agresi tak lagi mengenal akhlak dan dimensi kemanusiaan yang islami, justru peristiwa yang semestinya indah menjelang tiba Ramadhan, berubah menjadi buncah simbahan darah insan tak berdosa. Kaum takfiri yang berada di barisan agresor atas Yemen, menghamburkan dendam terhadap apa yang mereka klaim sesat, terutama mereka yang selama telah berbulan-bulan berjuang melawan pasukan pemerintah dan agresor Saudi Arabia.

Pemboman Saudi Arabia dan para sekutu atas Sanaá pada hari pertama Ramadhan, menodai bulan yang disambut sukacita oleh lebih dari 1,5 miliar Muslim seluruh dunia, yang meyakini, di bulan penuh berkah inilah, Al Quran diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW di Mekkah sejak tahun 610. Al Quran adalah petunjuk bagi seluruh umat manusia. Ramadhan adalah bulan, yang sepenuh bilangannya umat islam menjauhkan diri pada siang hari atas makan, minum, merokok, berhubungan seks, dan seluruh bentuk pengendalian hawa nafsu (termasuk bermusuhan dan perang) sejak fajar sampai matahari terbenam, ketika tiba waktu berbuka puasa.

Bagi muslim di Yaman, khasnya yang dikategorikan sebagai musuh oleh agresor Saudi Arabia dan sekutunya, tahun ini Ramadhan merupakan sesuatu yang teramat mahal dan mewah, bahkan untuk melaksanakan ibadah pun, terasa sangat berat dan sulit. PBB menyebut, telah terjadi "bencana" krisis kemanusiaan di negeri para keturunan Rasulullah, ulama dan budayawan Islam yang menebarkan peradaban Islam ke seluruh dunia.

Perang yang dipicu Saudi Arabia, telah meninggalkan 80 persen dari populasi penduduknya - 20 juta orang – yang sangat memerlukan bantuan kemanusian dari seluruh dunia. Terutama selama bulan Ramadhan. Mereka yang terpaut dengan para pejuang (Sunni dan Syiah) yang bersama-sama memperjuangkan kedaulatan bangsa dan negaranya, khasnya para pengikut mantan Presiden Ali Abdullah Saleh, yang telah menjadi sasaran serangan udara Arab yang dipimpin sejak Maret.

Meski di Jenewa, Sekretaris Jendral Ban ki-moon meneriakkan gencatan senjata dan rekonsiliasi selama Ramadhan, tapi para agresor mengulur-ulur waktu agar tak terjadi kesepahaman, apalagi kesepakatan. Bahkan, ketika konferensi pers berlangsung, terjadi kekerasan, baku hantam antar pemimpin delegasi. Peristiwa itu dipicu, ketika seorang wanita berjilbab menerobos masuk dan melemparkan sandal kepada Hamza al-Huthi yang tengah menjawab pertanyaan wartawan. Tindakan perempuan itu, merupakan penghinaan besar di dunia Arab.

Perempuan itu, lalu segera bergabung dengan enam orang yang meneriakkan slogan-slogan menghakimi para pejuang, lalu menghujani pukulan mereka dengan pukulan, sambil berteriak, " Anda menyebarkan kematian dan penyakit di Yaman Selatan." Perkelahian berlangsung beberapa menit, dengan saling melempar botol, sebelum para penyusup itu disingkirkan keluar arena konferensi pers.

Yemen, kini tak lagi negeri damai, tenang, dan bersimbah berkah. Di beberapa bagian negara yang bertetangga dengan Saudi Arabia itu, terasa krisis kemanusiaan yang pilu. Situasi kemanusiaan sangat mengerikan di kota pelabuhan selatan Aden, yang selama tiga bulan terakhir babak belur oleh serangan udara dan pertempuran. Aden tak henti disambar serangan udara pada sejak dini hari, sebelum adzan shubuh kumandang. Dan ketika adzan shubuh kumandang, pertempuran berkobar, pasukan yang setia kepada Presiden Abed Rabbo menghujani para pengikut Mansour Hadi yang diasingkan, dengan aneka peluru.

Jalan-jalan kota yang biasanya sibuk di awal Ramadhan dengan para pembeli makanan dan kurma, kini lengang.. laksana kota mati. "Ini pertama kalinya kami tidak merasa senang ketika Ramadan telah dimulai," kata Abdulrahman Anis, seorang karyawan salah satu surat kabar di Yemen. "Kami belum menerima gaji sejak krisis dimulai pada Maret. "Persediaan makanan yang tipis dan tiga kali lipat harga biasa. Rak supermarket telah benar-benar kosong," katanya.

Tak hanya itu, situasi kesehatan juga memburuk. Aneka penyakit, seperti : malaria, tifus dan demam berdarah menyebar cepat ke seluruh Aden, kota yang masih dihuni oleh manusia yang tersisa di jalan-jalan untuk pertempuran yang intens di tengah hari.

Marwa Marwan, seorang dokter di departemen darurat rumah sakit Al-Breihi, mengungkap, "Setiap hari kami menerima antara 90 dan 100 pasien yang terinfeksi demam berdarah." Menurutnya, setiap hari 10-15 orang meninggal dari penyakit yang disebarkan nyamuk, yang menyebabkan demam dan nyeri akut pada sendi, karena kurangnya obat-obatan.

Menurut prakiraan PBB, Perang Yaman telah menewaskan lebih dari 2.500 orang sejak Maret. Perang yang dipicu oleh aksi kaum takfiri yang mendorong Saudi Arabia dan sekutunya memerangi Yaman, dengan target para pejuang yang sedang menuntut hak mereka atas kedaulatan Yaman. Oleh kaum takfiri, mereka disebut sebagai kaum sesat yang wajib diperangi.

Ramadhan di Yaman, diharapkan terjadi kedamaian. Tapi, pidato Ramadhan – Raja Salman yang mengisyaratkan penghentian hasutan, kerusuhan, dan ketegangan sektarian, tak didengarkan oleh para serdadunya yang sedang bersemangat sebagai agresor. Raja Salman mengingatkan mereka, "Sejak didirikan oleh Abdul Aziz, kerajaan Saudi adalah moderat dan memberi dukungan untuk kaum tertindas di seluruh dunia, karena percaya pada nilai-nilai persaudaraan dan humanisme," katanya.

Tapi saat Salman mengkhutbahkan ihwal moderasi, itu koalisi Saudi dan sekutunya mengumumkan, seorang perwira Saudi tewas oleh ranjau darat di perbatasan Yaman sehari sebelumnya. Pengumuman itu, memicu penyerbuan di hari pertama bulan Ramadhan. Dan, Sanaá kembali menyediakan korban agresi di malam menyambut Ramadhan. Dan sebuah masjid di Sanaá pun berantakan oleh serangan bom bunuh diri. | Bang Sem

Editor : Web Administrator | Sumber : berbagai sumber
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 246
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 469
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 462
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 433
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 240
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 338
Cara Iran Menempeleng Israel
Selanjutnya