Kesabaran dan Kebahagiaan Terletak pada Hal Sederhana

| dilihat 1131

Haedar

Que la vie est trop courte pour se disputer avec les gens qu'on aime et que parfois il est trop tard pour corriger ses erreurs. La patience, et que le bonheur réside souvent dans les choses simples. J'ai appris qu'il ne fallait pas toujours croire à ce que l'on nous dit !!!! J'ai appris qu'il fallait toujours dire ce que l'on pense, peu importe les conséquences !!!!!  (Jeehan El - Querra).

Empat pernyataan yang diungkapkan Jeehan ini, memenuhi pagi saya, sambil sarapan.

Perempuan cerdas itu sedang merespon fenomena hidup dinamis yang sering mempengaruhi hubungan pasangan yang saling mencintai, yang sering diwarnai oleh salah persepsi atau salah tampa. Terutama, karena persepsi yang mengemuka, tersebab oleh presumsi yang cenderung negatif dalam memandang sesuatu.

Dengan pernyataannya, itu Jeehan sedang menyatakan, bahwa  hidup terlalu singkat untuk berdebat dengan orang yang kita cintai, dan kadang-kadang sudah terlambat untuk memperbaiki kesalahan (persepsi) yang terjadi.

Karena itulah, hidup mesti dijalani dengan berteguh pada komitmen menjalaninya yang memerlukan kesabaran. Jeehan menyatakan, "Kesabaran dan kebahagiaan, seringkali terletak pada hal-hal sederhana."

Caranya? "Saya belajar, bahwa kita tidak harus selalu percaya pada apa yang diarahkan kepada kita !!!! Saya belajar, bahwa Anda selalu harus mengatakan apa yang Anda pikirkan, tidak peduli konsekuensinya !!!!!"

Di tengah kehidupan yang mudah gaduh, karena setiap orang berusaha untuk saling melantakkan satu dengan lainnya, dalam suatu kompetisi yang tidak sehat. Kejahatan dalam bentuk apa saja, dengan kemajuan produk dan perangkat teknologi, terutama teknologi informasi, kapan saja bisa dilakukan oleh siapa saja dan ditujukan kepada siapa saja yang menjadi sasaran dan harus dikorbankan.

Demi kepentingan yang hanya diketahui seseorang atau kelompok orang dengan Tuhan belaka. Kejahatan dapat diproduksi dan direproduksi dengan beragam cara, yang sebelumnya tak pernah terbayangkan.  

Dalam konteks itu, kejahatan yang mengancam rumah tangga atau keluarga, tak selalu mesti dilihat hanya dalam konteks kepentingan material, terutama ketika transhumanisme berlangsung sangat cepat. Mulai dari cara-cara yang brutal --menghadirkan korban - sasaran dengan cara menghinakan dan membunuh karakternya melalui beragam saluran.

Dalam situasi demikian, hubungan antar pasangan harus senantiasa teguh pada pendirian. Tegak laksana pokok -- pohon -- besar atau pohon ramping yang ujungnya tegak seolah hendak menembus langit.

"J'ai appris qu'il ne fallait pas toujours croire à ce que l'on nous dit !!!!. J'ai appris qu'il fallait toujours dire ce que l'on pense, peu importe les conséquences !!!!!," ungkap Jeehan.

Belajar untuk bersikap obyektif dan tidak mudah menelan begitu saja apa saja yang dihantarkan kepada kita. Karena bersikap obyektif penting untuk melihat, mana fakta sesungguh fakta dengan rekayasa fakta. Karena di situ kebenaran dan pembenaran saling merebut masuk ke dalam pikiran dan menguasai persepsi. Yang pasti harus dilakukan adalah "kita harus selalu mengatakan apa yang kita pikirkan, tak peduli konsekuensinya."

Kebenaran sejati tak kan bisa dikalahkan oleh kebenaran palsu. Kendati keadaan memaksa orang mendahulukan kebenaran palsu. Untuk menghadapinya diperlukan taktik untuk melawannya dengan cara yang tak biasa, yang akan mudah dideteksi oleh mereka yang memalsukan fakta untuk tujuan dan kepentingan kriminalnya.

Dari aspek psikologi, keyakinan atas kebenaran nyata, secara historis telah hadir lama (Deutsch, 1958). Banyaknya aktivitas pribadi yang menonjol dan dipandang dapat membahayakan dalam persaingan, bisa memicu kecenderungan jahat untuk membunuh karakter pribadi tersebut. Terutama, menurut Van de Ven (1994) karena aktivitas pribadi manusia dalam seluruh aspek kehidupan, selalu disertai dengan beragam persepsi. Dan, manusia enggan menguji persepsinya.

Dalam konteks itu, "Savoir-être" atau keterampilan hidup menjadi penting. Terutama, sebagai landasan tempat bertemunya nalar, naluri, rasa, dan dria antar pribadi dalam pasangan keluarga, tetapi sering dianggap sebagai aspek yang paling sulit untuk disempurnakan.

Salah satu cara untuk melatih keterampilan hidup berpasangan (khasnya pasutri) adalah keberanian mengelola pandangan kepada diri sendiri, ketika hendak menilai pandangan kepada pasangan hidup. Terutama ketika terkepung oleh beragam penetrasi ekternal.

Salah satu nasihat dalam mengelola keterampilan hidup dan membentengi keluarga dari intervensi eksternal yang kadang bersifat hipodermis (menekan terus menerus) adalah mengenali prasangka seseorang dan menyadari batas-batasnya.

Dari situ obyektivitas menilai pasangan yang dicintai dan dikasihi, dan keberanian menguji kebenaran dan rekayasa kebenaran akan memperkaya sikap saling percaya. Menumbuhkan apresiasi, respek, dan menguatkan cinta sepanjang masa. Rumit bagi yang senang berpikir dengan presumsi buruk, karena menempatkan diri sendiri sebagai manusia sempurna. Sederhana, bagia mereka yang melihat kesempurnaan diri dan pasangan hidup, adalah proses. |

Editor : Web Administrator | Sumber : berbagai sumber
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 241
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 465
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 457
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 428
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 524
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1616
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1396
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya