TANGERANG tak hanya kota otonom yang menjadi salah satu beranda Provinsi Banten di sebelah barat Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Keberadaan Bandar Udara Internasional Soekarno - Hatta, salah satu gerbang utama Indonesia, berada di kota ini.
Kota berpenduduk hampir 2 juta jiwa ini 'dibelah' oleh Sungai Cisadane. Kota ini menjadi benteng bagi Kesultanan Banten pada Abad XV, tempat tiga Aria - saudara jauh Sultan Banten dari Sumedang Larang (Yudhanegara, Wangsakara, dan Santika) ditugaskan untuk membantu Sultan Banten melakukan perlawanan terhadap perusahaan dagang (yang kemudian menjadi oligark Belanda): VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) menancapkan kuku-kuku monopolinya. Terutama, karena posisinya yang berdekatan dengan Sunda Kelapa.
Di kota ini, Pangeran Soegiri - putra Sultan Ageng Tirtayasa - Banten mendirikan penanda (tanggeran) batas otoritas Kesultanan Banten dan Belanda. Pada masanya, kota ini menjadi tujuan kaum migran dari Tiongkok.
Pada masa revolusi kemerdekaan, kota ini juga menjadi basis Taruna Militer, kemudian tempat dibangunnya penjara. Pada perkembangannya, sejak 1993 kota menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat. Lalu berkembang menjadi koramadya dan akhirnya kota otonom.
Kota ini terus berkembang dan menjadi penanda khas proses asimilasi dan akulturasi budaya, sekaligus kota yang mengalirkan ruh - religi yang hendak dibangun sebagai kota yang islami, meski masih memerlukan proses panjang ke depan.
Potret beberapa bagian kota ini (Masjid Raya Al A'zom, Kantor Pemerintah Kota, Kelenteng Sin Tek Bio, Masjid Rachmatan Alamin dan lainnya) dibidik oleh Bang Sem dari pesawat udara dan langsung pada beberapa spot | delanova