Kisah Samping Waduk Jatigede

Merancang Sukacita Mengundang Dukacita

| dilihat 5933

AKARPADINEWS.COM | Kisah samping di seputar penggenangan Waduk Jatigede, menarik disimak dari sisi pandang lain: sosiomagi. Dari sisi pandang rasional yang dipegang pemerintah, sejak jaman Presiden Soekarno yang memang insinyur teknik, pembangunan waduk itu untuk menjemput sukacita rakyat.

Maknanya, pembangunan waduk sebagai infrastruktur pengairan, merupakan upaya logis yang harus dilakukan untuk menyejahterakan rakyat. Dalam konteks Waduk Jatigede, selain untuk kepentingan masyarakat sekitar, juga untuk mengatasi masalah tahunan yang dialami petani dan masyarakat Indramayu: kekeringan kala musim kemarau, kebanjiran kala musim penghujan.

Alhasil, Waduk memang harus dibangun. Mulai dari Presiden Jokowi sampai camat, serta aparatur pemerintah lain di garda depan yang berhubungan langsung dengan rakyat, membangun waduk adalah wajib dan niscaya. Banyak manfaat yang bisa diperoleh rakyat, khasnya untuk menguatkan ketahanan pangan.

Bagaimana dari sisi lain? Rachmat Leuweung dari komunitas Cipaku, yang juga aktivis Paguyuban Keuyeup Bodas, ada hal lain yang harus dipertimbangan sangat masak, termasuk dari aspek teknis dan teknik.

Dari kajian yang dilakukannya dilapangan, termasuk mengolah sejumlah indikator alam menggunakan google earth,  Rachmat mengemukakan asumsi atas bendungan waduk Jatigede. Ia menganalisis atas tiga aspek: Rencana konstruksi dam (bendungan), tipe pegunungan sebagai tumpuan alami dam, tipe Sungai Cimanuk, Tipe Lingkungan Sekitar, dan Sesar Baribis.

 Dari Rencana Konstruksi Dam Jatigede, Rachmat mengungkap: Luas kontruksi dam  diperkirakan, panjang 1.814 m dan lebar 345 m, atau sekitar 64, 57 Ha.  Luas waduk setelah dikurangi degradasi sebaran genangan diperkirakan mencapai 1.042 Ha dari 1489,92 Ha.

Jadi, ungkapnya, luas kontruksi DAM diperkirakan hanya 6,19 persen  dari luas genangan.  Setelah dikalikan dengan kemampuan enjenering pada rekayasa DAM anggap saja 3 kali kekuatan tanggul alami, berarti hanya 18,57 persen. Artinya? “Masih jauh dari ideal,” ungkapnya.  Selisih kekuatan rencana kontruksi Dam Jatigede 56 kali kekuatan genangan. Secara teknis, apabila dipersenkan rata-rata kontruksi Dam ideal minimal 30 persen  dari genangan serta terdapat daya dukung alam yang cukup.

Dilihat dari aspek Pegunungan sebagai tumpuan alami Dam, dan rancangan untuk mengantisipasi bencana, dibangunnya Waduk Jatigede lebih tampak pada tipe pegunungan sebelah barat Dam yang merupakan tipe pegunungan dengan sikap hulu ke hilir atau dataran tinggi ke rendah yang terdiri dari Gunung Tiru (T-1),  Gunung Kepuh (T-2), Gunung Sampora (T-3), Pasir Laja/Pasir Nini (T-4) dan Pasir Banen (T-5).

WADUK JATIGEDE MEMANFAATKAN ALIRAN SUNGAI CIMANUK UNTUK MENJEMPUT SUKACITA KELAK, SEJAK DIRANCANG JAMAN SOEKARNO |

Rachmat menilai, dari kelima gunung  tersebut hanya Gunung Tiru sebagai tumpuan pertama yang sangat minim dengan kombinasi batuan pedas alami sebagai penguat alami Dam, merupakan dominan jenis tanah lempung lunak. Artinya, apabila terkena hujan menjadi becek dan ketika kemarau retak-retak. Sedangkan pada keempat gunung yang lain, walaupun memiliki kombinasi batuan pedas, namun bukan tipe batuan pedas  tunggal, tetapi jamak, yaitu terpisah-pisah dengan pemisah tanah dan serasah hutan.

Pemisah batuan inilah, menurut Rachmat, apabila pada musim hujan menjadi jalur rembesan dan apabila sudah masif dapat memecah atau memisahkan batuan-batuan tersebut, sehingga berpotensi terjadinya longsor. Kondisi lapangan menguatkan analisa di atas. Dari tipe alami tumpuan Dam di atas, menunjukan kurangnya daya dukung lingkungan terhadap rencana dibangunnya Dam Jatigede.

Dilihat dari aspek lain, tipe Sungai Cimanuk, ia mengemukakan, berbeda dengan sungai Citarum (sudah dibendung), Sungai Cimanuk memiliki arus lebih tinggi. Selain lebih pendek, hulu Cimanuk, sebagai sumber air memiliki tipe kemiringan lereng curam, sedang sampai tinggi, seperti Gunung Papandayan, Gunung Cikuray, Gunung Guntur dan Gunung Talagabodas. Sedangkan kondisi ril di lapangan, gunung-gunung di hulu Cimanuk ini dalam kondisi kritis, sehingga tangkapan air berkurang, potensi sedimentasi besar, sehingga tipe banjir tahunan Cimanuk adalah banjir lumpur.

Banjir lumpur, dengan kemiringan lereng tersebut, menurut Rachmat, memiliki daya dorong yang sangat besar. Sementara kenyataan di lapangan, dari skala keluasan dan bentuk fisik bangunan hampir sama dengan tipe bendungan pada Sungai Citarum.

Dari aspek tipe lingkungan sekitar, Rachmat mengemukakan, di sekitar kawasan Dam sebelah barat merupakan lingkungan dengan potensi air cukup besar. Potensi air tersebut dicirikan dengan banyaknya sebaran mata air. Di antaranya: Mata Air Sudapati hilir, Sudapati girang, Kubang, Kepuh girang, dan Kepuh hilir.  

BENCANA YANG DITAKSIR DAN DUKACITA YANG DIRAMAL DARI WADUK JATIGEDE |

Sebaran mata air ini terdapat pada tiga blok, yaitu mata air 1 dan 2 pada blok Sudapati, mata air 3 pada blok Kubang dan 4 dan 5 pada blok Legok Cipulus. Saat masuk musim kemarau kondisi debit air masih mencukupi kegiatan pesawahan.  Hal ini menunjukkan, kandungan air resapan pada daerah tangkapan air (gunung dan bukit) sangat banyak.

Namun, dengan tipe pegunungan dan perbukitan tersebut, ungkap Rachmat, berpengaruh terhadap potensi kebencanaan, salah satunya yang sering terjadi adalah longsor dan gerakan atau pergeseran tanah. Lanskap sungai di areal Legok Cipulus yang tidak merata dan bergelombang, menunjukkan bekas atau sisa gerakan tanah di dalam areal tersebut.

Pada tanggul legok Cipulus sebelah barat, ungkap Rachmat, merupakan lereng - lereng curam yang disebut Pasir Pareugreug. Potensi longsor dan amblas sangat besar. Dari jejak longsor dan amblasan nampak jelas. Penjelasan ini semakin memperkuat betapa daya dukung lingkungan di sekitar rencana Dam Jatigede tidaklah mendukung.

Dari aspek sesar atau Patahan Baribis, Rachmat mengemukakan, sesar inilah yang sangat mengancam keberadaan rencana Dam Jatigede. Sesar ini terbentang hingga wilayah Berebes (Jawa Tengah). Ia mengungkapkan,  menurut analisa ahli kegempaan posisi rencana Dam berada tepat pada patahan Baribis. Aktivitas patahan ini nampak jelas pada kondisi lingkungan di sekitarnya. Kejadian gempa akibat sesar ini sulit diprediksi, sehingga sekali-kali dapat mengancam keamanan bendungan.

Dari tekanan air genangan, selain dapat menimbulkan ambrolnnya kontruksi Dam, juga akan terjadi pergeseran tanah pada tumpuan-tumpuan gunung yang dimulai dari pergeseran Gunung Tiru dengan potensi pergeseran 90 m pada tampang Sungai Cimanuk lembah Pasir Banen dan 450 m pada tampang Legok Pulus. Indikator terjadinya pergeseran ini dimulai dengan banyaknya keluar mata air di Blok Sudapati, Kubang dan terutama Legok Pulus yang elevasinya sejajar dengan tampang sungai Cimanuk pada Blok Gajah-Guha Citapen, kurang lebih 1,5 Km dari muara Sungai Cinambo.

Dari lima pertimbangan di atas, baik kajian teknis maupun daya dukung lingkungan, menurut Rachmat,  menjelaskan ketidaklayakan dibangunnya Dam Jatigede. Apabila dipaksakan akan menuai bencana. Belum lagi bencana sosial dan budaya, akibat hilangnya sumber kehidupan dan peninggalan sejarah, yang sesungguhnya sudah menyatu.

Hilangnya situs-situs sejarah berdimensi sosiomagi, menurutnya, tidak saja merupakan kehilangan bagi orang Jatigede atau Sumedang, melainkan kehilangan bagi bangsa dan Negara. Inilah yang membuat Rachmat, ngotot ‘melawan’ proses pembangunan waduk itu.

Artinya, Waduk Jati Gede, merancang sukacita sekaligus mengundang dukacita. Sungguhkah seperti itu? Wallahu a’ lam bissawab... | Bang Sem

Editor : Web Administrator | Sumber : berbagai sumber
 
Polhukam
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 226
Cara Iran Menempeleng Israel
14 Apr 24, 21:23 WIB | Dilihat : 230
Serangan Balasan Iran Cemaskan Warga Israel
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 428
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 917
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1153
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1410
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1555
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya