Teman Divonis, Anggota POGI Tak Praktik Sehari

| dilihat 1988

JAKARTA, AKARPADINEWS.COM. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) berniat menghentikan aktivitasnya dan setop praktik, kecuali menangani pasien emergensi. Hal itu akan dilakukan oleh para dokter anggota POGI, pada hari Rabu (27/11/2013) secara serempak.

Dalam suratnya kepada seluruh pemimpin media di Indonesia, Ketua dan Sekretaris POGI, masing-masing dr. Dr. Nurdadi Saleh, Sp.OG – dr. Ari K. Juniarto, Sp.OG menjelaskan, hal itu mereka lakukan sebagai aksi solidaritas keprihatinan bagi rekan mereka dr. Dewa Ayu Sasiary, Sp.OG., dr. Hendry Simanjuntak, Sp.OG., dan dr. Hendry Siagian SP.OG yang divonis hukuman 10 bulan penjara oleh Mahkamah Agung.

Hukuman itu dijatuhkan kepada ketiga dokter ahli kandungan dan kebidanan itu, terkait dengan kasus meninggalnya pasien obstetri dan ginekologi, Julia Siska Makatey (25). Ketiganya dituduh telah melakukan malpraktik, sehingga pasien meninggal dunia.

Hakim Mahkamah Agung, masing-masing Dr. Artidjo Alkotsar, SH, LLM., Sofyan Sitompul, SH, MH., DR. DRS. H. Dudu Machmudin SH, Mhum., menjatuhkan hukuman itu dalam sidang kasasi. Para hakim memandang, ketiga dokter yang menjadi terdakwa itu, dinyatakan bersalah karena kealpaan mereka menyebabkan kematian orang lain.

Ketiga dokter ahli kandungan itu, sudah dihadapkan ke pengadilan pada tahun 2011. Di hadapan sidang Pengadilan Negeri Manado, yang dipimpin oleh majelis hakim Johny Telew, SH (almarhum)., Novrry Oroh SH dan Parlindungan Sinaga SH, ketiganya divonis bebas.

Atas putusan itulah para dokter kandungan se Indonesia bersepakat untuk tidak melakukan praktek. Alasan mereka, menurut Ketua dan Sekretaris POGI, itu karena mengerti dan menyadari, penyebab kematian pada pasien adalah emboli udara yang fatal. “Tidak dapat dicegah dan tidak dapat diprediksi,” ungkap mereka.

Pengurus Besar POGI, itu juga menyatakan, mereka sadar, aksi yang dilakukannya tidak akan membuat masyarakat nyaman. “Oleh karena itu, kami mohon maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat dan mohon pengertian.”

Pernyataan itu berbeda dengan pandangan majelis hakim yang menilai, kejadian pada 10 April 2010 sekitar pukul 22.00 di ruang operasi RSUP Kandou – Manado, itu disebabkan oleh tindakan operasi cito secsio sesaria terhadap korban. Namun, sebelum melakukan tindakan operasi, para dokter terdakwa itu tidak memberitahu pihak keluarga tentang kemungkinan yang akan terjadi dan dialami pasien. Termasuk kemungkinan terburuk yang berakibat kematian.

Para terdakwa dinilai tidak melakukan pemeriksaan jantung, foto rontgen dada, dan pemeriksaan penunjang lainnya sebelum melakukan tindakan operasi.  Dakwaan itu dibantah para terdakwa.

Mereka menjelaskan, pemeriksaan penunjang sudah dilakukan sesuai prosedur standar. Bahkan, Konsultan jaga bagian Kebidanan dan penyakit Kandungan yang piket malam, itu berkesaksian, bahwa denyut nadi 180 x per menit yang dialami pasien, bukan ventrikel tachy atau denyut jantung sangat cepat, melainkan Fibrilasi (kelainan irama jantung). 


Dr Warouw berkesaksian, kondisi kondisi korban saat itu memang jelek dan pasti akan meninggal. Berdasarkan hasil rekam medis, kondisi korban sudah dalam keadaan lemah sebelum  masuk RSUP.  Di dalam diri korban terjadi emboli udara yang masuk ke dalam bilik kanan jantung dan menghambat darah masuk ke paru-paru. Akibatnya, terjadi kegagalan fungsi paru, dan mengakibatkan kegagalan fungsi jantung, sehingga korban meninggal dunia.

Editor : Nur Baety Rofiq
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 168
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 339
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 365
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 335
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1096
Rumput Tetangga
Selanjutnya