Perlu Perubahan Minda Diplomasi Budaya untuk Proyeksikan Citra Indonesia

| dilihat 1074

Pada periode perubahan sontak akibat petaka nanomonster Covid-19 yang terjadi di seluruh dunia, perlu perubahan minda promosi seni budaya Indonesia di manca negara. Hal itu terkait dengan kewajiban setiap orang Indonesia melakukan diplomasi budaya.

Hal ini dikemukakan Duta Besar Republik Indonesia di Wina, Darmansjah Djumala, Endang Caturwati, guru besar ilmu seni pertunjukan Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, dan Nungki Kusumastuti - dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan Ahmad Mahendra - Direktur Perfilman, Musik dan Media Baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, dalam dialog virtual yang digelar Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) / Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) untuk Austria, Slovenia dan PBB, yang berkedudukan di Wina, Austria, Kamis, 8 Oktober 2020.

Duta Besar Darmansjah Djumala mengemukakan, “Promosi budaya dalam kerangka diplomasi kebudayaan Indonesia yang dilakukan oleh KBRI/KJRI tidak hanya sebatas pada promosi keragaman budaya, keindahan alam, dan kelezatan makanan (diversity, beauty, delicacy) Indonesia, tetapi juga penting memproyeksikan citra Indonesia yang moderat, demokratis, toleran dan menghargai keberagaman."

Untuk menjangkau pencinta budaya Indonesia lainnya, dialog virtual juga disiarkan melalui youtube Embassy of Indonesia Vienna.

Kegiatan dialog ini, diselenggaraan KBRI/PTRI di Wina untuk menjaring masukan pemikiran guna memperkuat pelaksanaan diplomasi budaya Indonesia di masa pandemi. Dialog virtual ini diikuti oleh praktisi seni dan pencinta seni Budaya Indonesia di Indonesia, Austria dan Slovenia.

Kondisi pandemi global Covid-19 sejak akhir Desember 2019, memaksa semua pihak untuk lebih kreatif dan inovatif dalam melaksanakan diplomasi kebudayaan.

"Pada masa pandemi ini, beberapa program seperti tayangan daring Budayasaya, Rapsodia Nusantara, Indonesia Musik Ekspo, dan Pekan Kebudayaan Indonesia diselenggarakan secara daring (dalam jaringan - online) sebagai upaya menggantikan acara-acara luring (luar jaringan - offline) kebudayaan yang tidak bisa diadakan" ungkap Ahmad Mahendra dalam paparannya.

Akan halnya Endang Caturwati, yang juga praktisi seni dan peneliti seni pertunjukan, merespon pandangan Duta Besar, mengemukakan, bahwa kondisi pandemi Covid-19 memantik para seniman untuk melakukan konvergensi sesuai situasi dan kondisi, dengan memanfaatkan teknologi untuk memanifestasi dan mempresentasi kreativitasnya.

Dalam paparannya dengan menggunakan pendekatan metode TOWS, Endang mengemukakan, setidaknya di masa pandemi Covid-19 ini ada peluang menghidupkan inisiatif baru yang mengembangkan kreativitas, inovasi dan invensi sen. Terbukanya peluang adaptasi ruang presentasi dan eksibisi seni, serta perluasan khalayak yang tak terbatasi wilayah negara.

Untuk itu diperlukan kekuatan dalam bentuk eksplorasi potensi kreatif dan karya seni budaya, sesuai keperluan khalayak internasional. Kekuatan lain yang juga diperlukan, menurutnya adalah strategi, formula, dan cara (way) baru sesuai dengan perubahan media dan platform.

Menurutnya, dengan menggunakan platform online maka khalayak penikmat dan apresiator seni budaya Indonesia juga akan meluas dan mendunia.

Ia mengemukakan setidaknya ada empat butir strategi promosi seni masa pandemi, yaitu: Preposisi dari 'orientasi produk' ke 'oientasi khalayak' seni budaya - nasional maupun internasional; Menciptakan karya senibudaya berkualitas berbasis kearifan dan kecerdasan budaya dengan standar khalayak internasional; Memperluas jaringan promosi seni budaya Indonesia kepada khalayak internasional melalui diaspora Indonesia; dan Meningkatkan apresiasi dan keyakinan khalayak atas keunggulan produk seni budaya melalui pemanfaatan multi medeia, multi platform secara penetratif hipodemis.

"Muaranya adalah, perluasan khalayak penikmat dan apresiator seni budaya, dan loyalitas mereka secara berkelanjutan," ungkap Endang.

Demikian juga halnya dengan seni pertunjukkan dimana basis seni pertunjukkan adalah ketubuhan dan tanpa jarak antarpemain kemudian harus mengikuti protokol kesehatan sejak adanya pandemi Covid-19.

Pandangan itu direspon oleh Nungki Kusumastuti yang dalam banyak mempunyai kemiripan pandangan dengan Endang. Menurut Nungki, "Garapan seni pertunjukan di antaranya koreografi harus berubah atau mengalami penyesuaian, misalnya jika pertunjukan akan diselenggarakan secara luring penggunaan masker disiasati dengan penggunaan topeng atau dikamuflase dengan tata rias yang artistik.

Nungki memaparkan bagaimana Belanda memanfaatkan seni budaya lokal Indonesia -- antara lain gamelan, tari yang indah, seni pahat, batik, dan lain-lain -- untuk mendapatkan pengakuan yang lebih kuat di tengah pergaulan masyarakat Eropa dan dunia. Antara lain pada tahun 1889 di Pameran Kolonial Internasional di Perancis. Tahun 1914-1915 membawa Gong Kebyar ke Eropa, Amerika dan Australia.

Sebagaimana halnya Endang, Nungki mengemukakan, diplomasi budaya sudah berlangsung lama. Sejak Indonesia merdeka, menurut Nungki, Presiden Soekarno telah menjadikan diplomasi budaya sebagai bagian penting diplomasi negara secara keseluruhan. Langkah yang dilakukan Presiden Soekarno itu dilanjutkan oleh Presiden Soeharto, dan pemerintahan berikutnya.

Dalam publikasi kegiatan dialog itu dalam website KBRI/PTRI Wina, dikemukakan bahwa perwakilan di luar negeri pun tidak luput untuk melakukan inovasi dalam mempromosikan budaya Indonesia di luar negeri.

Dalam sesi pembahasan, Wakil Kepala Perwakilan RI Wina, Witjaksono Adji,  menyampaikan bahwa KBRI/PTRI Wina senantiasa memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan menyelenggarakan berbagai kegiatan diplomasi kebudayaan secara virtual.

Berbagai kegiatan melalui daring telah dilakukan sejak Maret 2020, termasuk pembelajaran Bahasa Indonesia daring, pemutaran film pariwisata dan konser budaya di Indonesia yang ditautkan ke laman dan media sosial KBRI/PTRI Wina, serta dialog budaya dan kuliner.

Dalam sesi diskusi dengan para nara sumber dan peserta dialog dapat disarikan bahwa guna menggiatkan promosi kebudayaan Indonesia di luar negeri maka Perwakilan RI dapat berkolaborasi dengan berbagai pihak di Indonesia.

Sebagai contoh kolaborasi antara Perwakilan RI dengan institusi pendidikan seni dan budaya di Indonesia dengan menyelenggarakan pelatihan seni tari dan seni pertunjukkan secara bersama maupun kolaborasi dengan beberapa pelaku seni pertunjukkan dan menggabungkannya menjadi satu tayangan video dan menayangkannya di media sosial ataupun media daring Perwakilan.

Selain itu, Perwakilan RI dapat juga menayangkan video-video pertunjukkan yang telah diproduksi oleh para seniman? Salah seorang penanggap, Diennaryati Tjokrosuprihato, mantan Duta Besar RI di Ekuador, sepakat dengan pandangan yang berkembang dalam dialog itu. Menurutnya, diplomasi budaya merupakan pintu masuk diplomasi yang mampu membuka berbagai aksi diplomasi lain, khasnya diplomasi ekonomi, diplomasi kebangsaan, sekaligus memperkenalkan Indonesia secara lebih luas.

Dari pengalamannya dia mengungkap, bagaimana ragam kreativitas seni budaya membuka cakrawala pengetahuan masyarakat ketika KBRI bekerjasama dengan stasiun penyelenggara siaran televisi setempat. Menurutnya, karena performa seni budaya dan staf KBRI sering muncul di televisi lokal Ekuador, mereka kenal Indonesia lebih luas. Bukan sekadar negara yang pernah terkena musibah tsunami.

Diplomasi budaya juga dirasakannya sebagai salah satu media yang mampu mempererat relasi personal dan sosial dalam konteks diplomasi publik. Rintisan Diennaryati Tjokro memfungsikan promosi budaya sebagai aksi diplomasi budaya, terus berkembang dan berlanjut, meski dia sudah kembali ke Jakarta.

Salah satu yang terus berlanjut di masa pandemi ini adalah penampilan sejumlah tarian tradisional Indonesia dalam pentas tari virtual yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia dan Klub Tari KBRI Quito - Ekuador, pada penghujung September 2020 lalu.

Kegiatan pentas tari virtual, itu merupakan yang pertama kalinya diselenggarakan oleh KBRI Quito dan Klub Tari KBRI Quito karena pandemi Covid-19 sehingga tidak bisa membuat kegiatan dengan melibatkan orang banyak. Pentas tari bertajuk "Indonesia : Mil Islas, Mil Danzas.' itu juga diikuti kelompok tari di luar Negara Ekuador yaitu kelompok tari asal Meksiko.

Endang Caturwati sendiri, selama ini, bekerjasama dengan perkumpulan masyarakat Sunda di Amerika Serikat, menggelar pelatihan tari secara virtual untuk diaspora Indonesia di negaranya Donald Trumph itu. Akan halnya Nungki, selain kerap berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang budaya kepada para calon diplomat di Pusdiklat Kemenlu RI juga praktisi seni yang banyak melanglang ke berbagai belahan dunia, termasuk aktif dalam perumusan strategi kebudayaan di Kongres Kebudayaan 2019. | delanova

Editor : Sem Haesy | Sumber : website KBRI di Wina dan sumber lain
 
Polhukam
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 193
Cara Iran Menempeleng Israel
14 Apr 24, 21:23 WIB | Dilihat : 157
Serangan Balasan Iran Cemaskan Warga Israel
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 423
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 214
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 423
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 425
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 396
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya