Aksara Dunia Melintas Masa

| dilihat 2722

AKARPADINEWS.COM | DALAM peradaban manusia, budaya tulis (aksara) di dunia telah melewati perjalanan sejarah yang panjang dengan berbagai dinamika perubahan. Mendekati hari aksara dunia pada 8 September, ada baiknya kita memahami perjalanan aksara ini dalam berbagai media hingga terwujud dalam cetakan buku maupun media digital.

Sebelum memasuki zaman aksara, komunikasi disampaikan melalui tradisi lisan seperti syair, nyanyian dan doa-doa (zaman pra aksara). Cerita tersebut disampaikan secara turun menurun antar generasi, namun tradisi itu bisa hilang lantaran keterbatasan ingatan manusia. 

Aksara pertama yang ditemukan dimulai dengan tulisan piktograf (aksara berupa gambar, relief dan lukisan peristiwa) yang ditemukan pada dinding-dinding gua. Piktograf telah ada sejak zaman peradaban di lembah sungai Eufrat-Tigris (Mesopotamia), Lembah Sungai Kuning/Hwang Ho, Lembah Sungai Nil (Mesir), dan Gua Leang-Leang (Sulawesi Selatan). Selanjutnya, ditemukan buku kuno berupa tanah liat yang dibakar dengan penulisan tangan. Salah satu buku tersebut ditemukan di pinggir Sungai Euphrates di Asia sekitar tahun 2000 sebelum Masehi (SM).

Selain buku kuno, bangsa Mesir menerangkan tulisan hieroglif di atas kertas papirus yang dibuat dari batang-batang papirus yang dibelah tipis kemudian diawetkan. Kertas papirus melatarbelakangi gagasan kertas gulungan. Sedangkan bangsa Romawi menggunakan model gulungan kulit domba yang disebut parchment (perkamen) sekitar tahun 300 Masehi. Di nusantara, tulisan-tulisan berupa naskah kuno lebih banyak dituangkan ke atas daun lontar dan bilah bambu yang disatukan dan dijilid membentuk sebuah buku.

Perkembangan media aksara di Asia mendunia dengan ditemukan kertas, khususnya China pada 105 masehi. Seorang laki-laki di zaman kekaisaran Ho Ti, berhasil menciptakan kertas yang dibuat dari bahan serat yang disebut hennep. Serat yang ditumbuk kemudian dicampur dan diaduk dengan air hingga menjadi bubur, dimasukan ke dalam cetakan buku, lalu dijemur hingga mengering. Bubur ini yang disebut kertas. Kertas ini berpengaruh besar pada perkembangan dan perubahan buku.

Pada abad kedua, China menjadi pengekspor kertas satu-satunya di dunia. China pun memperkenalkan perubahan bentuk gulungan dari papirus, kulit domba dan bahan lainnya menjadi buku berlipat yang diapit sampul sehingga dapat dibaca lebih cepat dan sederhana.

Dengan kertas, tulisan-tulisan tangan tersebut diperbanyak dalam bentuk salinan yang disebut manuskrip. Namun, metode penyalinan membutuhkan waktu lama, sekitar dua bulan untuk satu buku atau tergantung ketebalan buku yang disalin. Kualitas penyalinan juga kerap menimbulkan kesalahan penulisan (human error) dan  membutuhkan penyimpanan yang baik agar manuskrip tidak mudah rusak. 

Lantaran proses penyalinan yang memakan waktu yang lama dan banyak ditemukan kesalahan pada salinan tulisan tangan, maka dikembangkanlah mesin cetak pada abad ke 15 yang menjadi revolusi dalam budaya aksara.

Penemu mesin cetak  asal Eropa tersebut adalah Johanes Gnesleich Zur Laden Zum Gutenberg, meskipun  jauh sebelumnya Chae Yun-eui dari Dinasti Goryeo, telah menciptakan mesin cetak pertama pada tahun 1234. Sedangkan, perangkat cetak dengan kepingan yang dapat dipindahkan diciptakan pertama kali di Tiongkok oleh Bi Sheng, antara tahun 1041 – 1048. Namun sejarah mesin cetak yang dikembangkan saat ini berasal dari Gutenberg.

Pemuda Jerman kelahiran 1398 ini melakukan percobaan pertamanya dengan memanfaatkan sepotong balok yang berasal dari kayu yang keras. Balok ini dibentuk seukuran halaman buku. Selanjutnya, setiap kata yang tertulis di halaman sebuah buku dipahat di salah satu sisi balok tersebut sampai dihasilkan rangkaian kata yang timbul.

Bagian tersebut kemudian dicelupi tinta. Balok tersebut harus ditekan ke lembaran kertas cetak untuk menghasilkan halaman yang dibutuhkan. Kemudian, ia menggunakan lempengan logam yang digunakan untuk tujuan untuk mempercepat proses reproduksi tulisan.

Keberhasilan pertamanya ialah mencetak buku tata bahasa Latin. Diperkirakan sekitar dua lusin edisi Ars Minor, salah satu bagian dari buku pelajaran tata bahasa Latin Aelius Donatus. Edisi pertama diperkirakan dicetak antara tahun 1451 dan 1452.

Setelah melakukan serangkaian percobaan termasuk keberhasilannya mencetak buku pelajaran tata bahasa Latin tersebut, Gutenberg mulai melangkah lebih jauh lagi. Proyek besar selanjutnya adalah mencetak Alkitab. Antara tahun 1450 dan 1455, Gutenberg menyelesaikan pencetakan Alkitabnya. Adapun versi Alkitab yang dicetak Gutenberg kala itu adalah Alkitab Vulgata, Alkitab bahasa Latin hasil terjemahan Hieronymus.

Dokumen-dokumen tentang Gutenberg menyebutkan, setidaknya 200 kopi dijadwalkan dicetak di atas kertas katun linen, 30 kopi dicetak di atas kulit hewan. Alkitab tersebut kemudian dijual seharga 300 florins, harga yang jauh lebih murah ketimbang Alkitab yang ditulis dengan tangan, yang penyalinannya oleh seorang rahib bisa menghabiskan dua puluh tahun.

Adapun Alkitab yang dihasilkan oleh mesin cetak Gutenberg merupakan Alkitab yang sangat indah. Gutenberg mendesain dan membentuk sendiri keping-keping logam yang akan digunakan untuk mesin cetaknya dengan huruf-huruf kaligrafi yang indah, ciri khas tulisan Abad Pertengahan.

Saat ini, kita dapat menikmati upaya Gutenberg yang semakin berkembang hingga ditemukan mesin pencetak offset hingga mesin digital printing pada pertengahan abad ke-20 untuk mencetak buku, koran dan berbagai media aksara lain sebagai simbol era modernisasi dan peradaban kemajuan budaya aksara saat ini. | Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 921
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1154
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1412
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1559
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 220
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 435
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 432
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 402
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya