JAKARTA, AKARPADINEWS.Com— Banyak kalangan menilai peristiwa tertangkap tangan Ketua Mahkmah Konstitusi (MK), Akil Mochtar dengan uang suap senilai Rp 3 miliar sangatlah mencederai penegakan hukum di Indonesia. Karena itu, tersangka korupsi pantas di hukum mati.
Pernyataan itu disampaikan dua mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD di media massa. Malah, Jimly beberapa jam setelah Akil Mochtar tertanggap beberapa jam di kediamannya di komplek Widya Chandra III no 7, Jakarta, Rabu malam (2/10), langsung mengeluarkan pernyataan keras, bahwa pelaku koruptor harus di hukum mati!
“Hukuman penjara tak membuat efek jera pada koruptor malah banyak yang lepas. Jadi koruptor harus di hukum berat seperti hukuman mati agar tak ada lagi yang mau berbuat korupsi,” ungkap Jimly.
Senada dengan Jimly, Mahfud MD juga setuju jika Akil Mochtar terbukti bersalah menerima suap maka harus dipecat dari jabatan Ketua MK dan hukuman berat, seperti hukuman seumur hidup. Jika hukuman mati maka harus melalui perkara pidana.
Dalam jumpa pers Committee for Progressive Press and Democracy Empowerment (PressCode), di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Jumat (4/10/2013), Mahfud menjelaskan, sanksi maksimal dari Majelis Kehormatan MK untuk Akil Mochtar hanya sampai pada pemecatan karena terkait pelanggaran etika.
"Majelis Kehormatan MK bukan majelis hakim yang boleh menjatuhkan hukuman pidana,” lanjut Mahfud, salah satu Majelis Kehormatan MK.
Majelis Kehormatan MK dibentuk Kamis (3/10) untuk melakukan investigasi internal terhadap Ketua MK Akil Mochtar. Lima anggota Majelis Kehormatan MK terdiri dari mantan Ketua MK Mahfud MD, Hakim Konstitusi Haryono, Wakil Ketua Komisi Yudisial Abbas Said, mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, dan Guru Besar Universitas Indonesia Hikmahanto Juana.
Tersangka untuk Dua kasus
Akil Mochtar ditetapkan sebagai tersangka, Kamis (3/10), setelah tertangkap tangan oleh KPK pada Rabu malam. Ia ditetapkan sebagai tersangka untuk dua kasus dugaan korupsi di Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Pilkada Lebak , Banten.
Pada malam itu, KPK juga menangkap Politisi Partai Golkar Chairun Nisa, dan Cornelis, di kediaman Akil Rabu malam, beserta uang berupa dolar Singapura dan dolar Amerika senilai sekitar Rp 3 miliar saat penangkapan itu. Dugaan kuat, uang tersebut akan diberikan kepada Akil terkait penyelesaian sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Selain mereka bertiga, KPK juga menetapkan calon bupati petahana Pilkada Gunung Mas, Hambit Bintih, sebagai tersangka.
Untuk kasus Pilkada di Kabupaten Lebak, Banten, KPK juga menetapkan dua tersangka selain Akil. Diantaranya, Tubagus Chaery Wardana, yang adalah adik dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan suami Wali Kota Tangerang Selatan, Airin, serta pengacara bernama Susi Tur Andayani. Sedangkan, Ratu Atut Chosiyah belum diperiksa oleh KPK namun KPK telah mengeluarkan perintah cegah bepergian ke luar negeri.
Kabar buruk tentang peragai Akil Mochtar memang sudah lama terdengar, baik oleh Mahfud ataupun staf MK lainnya. Namun , Mahfud tak terlampau menghiraukan, karena itu masalah pribadi yang tak ada kaitannya dengan institusi MK. Meski begitu, Mahfud tak mau menjelaskan apa yang dimaksud masalah pribadi itu, namun bisa diduga peragai hakim ini sangatlah tidak baik. Bukti tersebut sedikit terungkap ketika pada Kamis kemarin, penyidik KPK menemukan narkoba berupa empat linting ganja, dua pil ekstasi dan obat kuat di ruang kerja Akil Mochtar di gedung MK di jalan Medan Merdeka.
Perilaku buruk hakim konstitusi Akil Mochtar makin dipertegas oleh polahnya sendiri ketika dikonfirmasi wartawan tentang pernyataan Akil sebelumnya, bahwa koruptor harus dipotong jari tangannya. Dia lantas menampar wajah wartawan media massa nasional itu. Ehmm....***