Ribuan Desa di Indonesia Masih Gelap

Menerangi dengan PLT Mikro Hidro

| dilihat 2380

AKARPADINEWS.COM | RIBUAN desa di Indonesia masih gelap gulita. Kondisi ini mendorong  Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) berkomitmen meneruskan program Indonesia terang (PIT).

Di Kawasan Indonesia Timur, program ini ditujukan kepada enam provinsi, meliputi 12.659 desa sebagai upaya memaksimalkan rasio elektrifikasi di Indonesia.

Kendati demikian, di wilayah Indonesia Barat, juga masih banyak desa-desa yang belum terang. Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) Departemen ESDM pada bulan Oktober 2016 menunjukkan data 14 provinsi di Indonesia memiliki rasio elektrifikasi 41 persen sampai 60 persen.

Provinsi tersebut yakni Riau dan Kepulauan Riau 55,84 persen, Jambi 51,41 persen, Bengkulu 51,46 persen, Lampung 48,82 persen, Sumatra Selatan 50,3 persen, kalimantan Barat 45,83 persen, Kalimantan Tengah 45,22 persen, Gorontalo 49,79 persen, Sulawesi Tengah 48,3 persen, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan 55,2 persen, Maluku 54,51 persen dan Maluku Utara 49,44  persen.

Di Jambi, sekitar 112 dari 1.399 Desa yang tersebar di kabupaten/kota se Provinsi Jambi hingga November 2016 ini belum mendapat penerangan listrik dari PT PLN (Persero). Dalam konteks itulah, program Indonesia terang, menjadi prioritas Kementerian ESDM.

Anggota DPR RI, DR. Kurtubi, terkait pelantikan Ignasius Jonan sebagai Menteri ESDM menyerukan agar kementerian itu memprioritaskan masalah kelistrikan.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE), Rida Mulyana, menungkapkan komitmen untuk terus menggerakkan program yang dilaksanakan bersama PLN, itu.

Rida mengemukakan,  sejak pertama kali diluncurkan pada bulan Mei 2016, PIT telah menghasilkan beberapa capaian yang bertujuan untuk melakukan percepatan penyediaan listrik ke daerah-daerah yang masih belum terlayani agar terwujud target rasio elektrifikasi 97 persen pada tahun 2019. Salah satu capaian PIT adalah terbentuknya skema bisnis model serta insentif fiskal yang diperlukan.

Tahap awal PIT akan difokuskan pada wilayah Indonesia Timur, seperti Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Program ini menargetkan 10.300 desa terlistriki di tahun 2019 sehingga rasio elektrifikasi 97 persen tercapai.

Kementerian ESDM sendiri memfasilitasi mekanisme penyediaan infrastruktur feed in tariff atau pembayaran untuk energi terbarukan, dan subsidi harga untuk mendorong kelayakan ekonomi pembangunan listrik pedesaan.

Di Indonesia Timur, PIT memusatkan perhatian pada  6 provinsi di Timur Indonesia yang belum terjamah oleh jaringan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Termasuk memberikan perhatian khas untuk menerangi 2.519 desa yang masih gelap gulita, sesuai rencana yang digariskan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Dari 6 provinsi, itu tercatat, 36,75 persen desa di Provinsi Sulawesi Tengah, hingga kini belum merasakan penerangan listrik oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), seperti diberitakan Antara. Angka tersebut berdasarkan rasio elektrifikasi desa hingga 2016 sebesar 63,25 persen.

Rasio elektrifikasi menandakan tingkat perbandingan jumlah penduduk yang menikmati listrik dengan jumlah total penduduk di suatu wilayah.

Berdasarkan data Sulteng dalam angka tahun 2016, jumlah desa/kelurahan di Sulteng sebanyak 2.107 dengan pembagian 1.842 desa dan 175 kelurahan. Jika angka 36,75persen rasio elektrifikasi desa, masih ada 741 desa di Sulteng yang belum merasakan listrik.

Daya terpasang saat ini di Sulteng, mencapai 314,40 megawatt (MW), daya mampu 235,70 MW serta daya tersambung 503,24 MW. Sulteng memiliki sekitar 500.000 jumlah sambungan pelanggan dengan rasio elektifikasi rumah tangga mencapai 77,8 persen. 

"Kurang lebih seperti itu datanya," kata Manager PLN area Palu, Emir Muhaimin kepada Antara, Minggu (13/11/2016).

PLN menargetkan, rasio elektrifikasi rumah tangga mencapai angka 85persen dan elektrifikasi desa sebesar 80 persen pada 2017.

Di Jambi, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jambi (ESDM Jambi) Gamal Husin mengatakan ada dua kendala yang menyebabkan 112 desa itu belum mendapat penerangan listrik PLN. Pertama, jauhnya jarak antara desa dan pembangkit dan gardu, serta ketersediaan dan jangkauan jaringan yang tidak optimal.

“Ketersediaan dan jangkau jaringan ini menjadi masalah juga sebenarnya bagi kita untuk mendistribusikan listrik yang ada saat ini. Misalkan saja, satu gardu itu kapasitas tegangannya 500 KV, sementara panjang jaringan menuju desa mencapai 100 kilometer. Akibatnya, tegangan habis dimakan jalan sampai di desa justru tidak kuat lagi mengaliri listrik,” kata Gamal, Kamis (10/11/2016).

Kedua, kata Gamal, kendala pendistribusian listrik di Jambi ini juga akibat dari lambannya realisasi rancangan umum pembangkit tenaga listrik (RUPTL) yang dicanangkan pemerintah pusat, yang baru terealisasi 200 Megawatt (MW) dari target 1806 MW pada 2021.

Gamal mengemukakan, “Maunya kita dalam satu tahun ini RUPTL itu sudah terealisasi. Sehingga rasio elektrifikasi kita juga bisa menurun sesuai target Nasional 97persen. Sekarang, pembangkit belum ada sementara konsumen menunggu dan terus bertambah 10 persen setiap tahunnya.”

Menurutnya, untuk menyelesaikan masalah pertumbuhan konsumen 10persen setiap tahunnya itu, pemerintah harus menambah kapasitas minimal 26 MW setiap tahunnya.

“Saat ini untuk membangun pembangkit kita harus menunggu RUPTL disahkan serta di lelang. Kita sebenarnya tergantung pusat maunya seperti apa. Daerah kan hanya menyediakan lokasi dan izin lokasi,” ungkap Gamal.

Seperti diketahui, dalam RUPTL hingga 2021 Jambi kebagian 1.806 MW dengan rincian energi baru dan terbarukan 300 MW, batu bara 1.200 MW dan Gas 300 MW.

Dirjen Kelistrikan Kementerian ESDM mengemukakan, PIT mengutamakan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk dapat memberikan listrik kepada masyarakat di daerah terluar Indonesia tersebut. Pembangkitpembangkit listrik dalam PIT dikembangkan berdasarkan sistem kluster dan tidak menyambung ke sistem transmisi yang ada. Model pengembangan yang dilakukan PIT ini disebut sebagai pengembangan lepas-jaringan (off-grid).

Menyikapi berbagai masalah terkait dengan elektrifikasi pedeesaan itu, Kementerian ESDM menyelenggarakan lokakarya “Elektrifikasi Pedesaan Untuk Memberantas Kemiskinan dan Memperkuat Ekonomi Lokal.”

Lokakarya itu, diselenggarakan bekerjasama Kementerian ESDM dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), yang memiliki inisiatif program “Energy for the Poor”, didukung oleh Japan International Cooperation Agency (JICA), yang memberikan dukungan terhadap Program Indonesia Terang sejak program ini diluncurkan.

Dirjen Rida mengemukakan, “Lokakarya ini menjadi wadah diskusi para pemangku kepentingan mengenai kegiatan elektrifikasi dalam kaitannya dengan pemberantasan kemiskinan.”

Kementerian ESDM menilai,  terdapat beberapa faktor yang menentukan keberhasilan implementasi program elektrifikasi.

Salah satunya adalah faktor kepemimpinan dan koordinasi yang kuat dari instansi pemerintah dan perusahaan milik negara. Misalnya dengan mengintegrasikan elektrifikasi desa ke rencana pembangunan negara serta mengalokasikan dana yang cukup besar dari anggaran nasional untuk tujuan tersebut.

Faktor-faktor lain yang dapat mendukung keberhasilan program elektrifikasi itu, antara lain adalah : Pemilihan teknolongi generasi dan distribusi yang tepat dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dan mengkombinasikannya dengan teknologi inovatif lainnya (misalnya hybrid mini-grid).

Selain itu, penggunaan lembaga lokal seperti koperasi atau komite desa yang kemudian mewakili masyarakat dalam memilih—dan dalam beberapa kasus, ikut mengoperasikan pembangkit.

Faktor lainnya, adalah  penyesuaian tingkat pasokan listrik yang ada dengan kemampuan pemanfaatan masyarakat setempat.

Secara bersamaan, melakukan perencanaan yang baik untuk kesempatan ekspansi serta memberikan kebebasan untuk entitas swasta memilih teknologi paling tepat yang dapat diterapkan berdasarkan analisis biaya yang paling murah (least cost).

Selain itu, faktor penting yang juga ikut menentukan adalah pelibatan masyarakat untuk menumbuhkan rasa kepemilikan yang kuat dalam rangka mendorong operasi dan pemeliharaan sistem yang efektif.

Keseluruhan faktor-faktor tersebut,  kemudian dikemas melalui PIT sebagai terobosan kebijakan untuk menyediakan akses penerangan bagi 2,5 juta rumah tangga yang belum terlayani listrik dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan setempat.

PIT akan menjadi pelengkap dari pelaksanaan pengadaan ketenagalistrikan oleh PT. PLN (Persero). “Secara total, PIT berpotensi mengembangkan hingga 1.500 MW energi terbarukan, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap pencapaian RE 97persen pada tahun 2019 dan 25persen porsi energi terbarukan dari total bauran energi nasional tahun 2025,” jelas Dirjen EBTKE, Rida Mulyana.

PIT juga dipandang sebagai terobosan pendanaan.  Dalam pelaksanaanya, PIT tidak hanya mengandalkan pembiayaan dari pemerintah, tetapi mengkombinasikan mekanisme anggaran negara dengan mekanisme sumber dana lainnya (swasta, hibah, dan pinjaman baik dari dalam maupun luar negeri) untuk mengurangi beban fiskal. | JM Fadhillah

Editor : sem haesy | Sumber : Antara, Kementerian ESDM dan sumber lain
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 731
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 888
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 839
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 519
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1044
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 263
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 737
Momentum Cinta
Selanjutnya