Catatan Lingkungan Hidup Bang Sem (6)

Cawandatu : Sulawesi dan Imajinasi Wallacea

| dilihat 4112

Tuhan menciptakan alam sebagai cawan kehidupan

Lalu menciptakan manusia sebagai para datu

Alam adalah cawandatu.

Ditebar Tuhan di lingkung bumi

Bagi kemuliaan dan kesejahteraan hidup insan

Ia sempurnakan bentuk kejadian manusia dan alam

Ia hadirkan serangkaian pertanyaan sepanjang masa:

Nikmat Tuhan mana lagi yang hendak kalian dustakan?

Manusia sebagai para datu, tak kan luput dari tanya:

Tidakkah kalian fikirkan?

Tidakkah kalian gunakan akal mu?

Tidakkah kalian pelajari bagaimana mesti mengolah cawanmu?

Tidakkah kalian ingat, betapa Tuhan telah menghamparkan segala kemungkinan

untuk cerdas dan arif mengolahnya?

Tuhan menggerakkan para datu. Orang-orang yang berfikir, rukuk, dan sujud.

Mengolah daya yang Tuhan beri. Menegas makna atas alam. Menebar kemaslahatan bagi manusia

Bagaimana mungkin kita akan mengingkari?

Cawandatu dicipta Tuhan bagi kemuliaan sesama

Melintasi bilangan masa berabad-abad

Dan kita, sering alpa mengelolanya

Dengan kecerdasan dan kearifan.

SESUDUT DANAU TOWUTI - LUWU TIMUR - SULAWESI SELATAN

PUISI ini, hendak mengekspresikan pe­ngertian asasi tentang cawandatu. Surga yang ter­hampar di atas muka ­bumi, dan diperuntukan bagi manusia untuk mengolah­nya, bagi kemanfaatan kehidupan insan se­sama. Wahana yang disediakan Tuhan kepada para datu (insan yang ber­fikir, ber­adab, dan berotoritas) untuk di­kelola secara cerdas dan arif, sehingga mempunyai manfaat yang sangat luas.

Dilihat dari realitas ‘alam semula jadi’, Indonesia merupakan cawandatu yang luar biasa. Potensi sumber daya alam yang dimiliki bangsa ini, sedemikian kaya. Kesadar­an atas cawandatu, semacam itulah, yang men­dorong manusia mengembangkan sains dan teknologi, serta ke­mampuan profesional mengelola alam. Sekaligus me­meliharanya secara multi dimensional. Semua ber­tujuan, termanifestasi­kannya potensi sumberdaya alam sebagai salah satu medium ekonomi, sosial, dan budaya, yang se­cara berkelanjutan, akan terus memberi manfaat untuk waktu yang jauh ke masa depan.

Dalam konteks inilah, bangsa-bangsa yang di­beri­kan kekayaan sumberdaya alam, mesti terus ber­usaha me­ngembangkan secara sadar dan terencana, ke­mampuan daya rasional dan dayacipta masyarakat­nya. Agar seluruh potensi sumberdaya alam, dapat terkelola dengan baik, untuk kepentingan yang lebih jauh me­lampaui empirisma hidup manusia untuk kurun waktu tertentu. 

Sejarah perkembangan peradaban manusia me­nunjukkan, bangsa-bangsa yang peradab­annya (berbasis sains dan teknologi) berkembang lebih cepat, dengan potensi sumber daya alam yang terbatas, cenderung ber­usaha menguasai bangsa-bangsa yang mempunyai poten­si sumberdaya alam melimpah, namun peradab­annya ber­kembang lebih lamban. Sejak berabad lampau, sejarah per­adaban Indonesia, menunjukkan realitas demi­kian.  Ter­utama, ketika bangsa-bangsa Eropa me­laku­kan penjelajahan jauh ke arah timur Matahari, tempat ke­pulauan Indonesia berada.

SEKEPING SUDUT TELUK BONE - LUWU TIMUR - SULAWESI SELATAN

Alfred Russel Wallace, menemukan realitas ke­kaya­an unik flora dan fauna, ketika pertama kali men­jejakkan kakinya di Sulawesi, tahun 1856, seperti yang di­tuliskan­nya dalam The Malay Archipelago yang terbit 1869. Tidak hanya karena ia menemukan flora dan fauna yang tak pernah dilihat sebelumnya di bagian Barat dan beberapa bagian wilayah Timur Indonesia lainnya. Me­lainkan juga, karena ia mendapatkan pertanda alam, bahwa Sulawesi sangat penting dari keseluruhan gugusan pulau di timur Matahari -- yang setara dengan kawasan imajiner Wallacea -- bersama dengan Laut Sula­wesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Timor, Kepulauan Maluku, dan laut Banda. Kawasan yang sekaligus me­nandai kekayaan sumberdaya alam, yang mengandung po­tensi energi berbasis fosil, dan mineral.

Kawasan ini, diperkirakan, terbentuk akibat tabrak­an antara lempeng benua Australia dengan elemen - elemen geologis yang terbentuk dari pergerakan cepat dataran Pasifik, dan dataran Eurasia. Persisnya selama jaman pleistosen atau jaman es, sekitar 1.600.000 tahun sampai 10.000 tahun yang lampau. Ketika permukaan laut, lebih rendah 100 meter dari permukaannya saat ini.

Sulawesi, bahkan diyakini, tidak merupakan bagi­an dari benua Asia maupun Australia, yang karenanya secara biogeografis dimasukkan ke dalam zona transisi antara Asia dan Australia. Sulawesi dan pulau-pulaunya yang se­luas 159.000 km2, meliputi tiga propinsi geologi yang ber­beda.

Pertama, Sulawesi bagian barat dan timur yang di­pisahkan oleh patahan barat laut antara Palu dan Teluk Bone (patahan Palu Koro).  Kedua, propinsi Banggai Sula yang mencakup daerah Tokala di belakang Luwuk Se­menanjung Barat laut, Kepulauan Banggai, Pulau Buton.  Ketiga, Kepulauan Sula yang terletak di timur Sula­wesi (Mahendra, 2008)

Disebabkan proses tektoniknya, di beberapa tempat terjadi tumbukan antar lempeng dan sub-lempeng (patah­an). Hal inilah yang menyebabkan secara geologi, Sula­wesi menyimpan potensi mineral yang sangat kaya. Nikel misal­nya, terbentuk dari terangkatnya batuan dasar (ultra­ma­fic) akibat tumbukan yang meng­hasilkan Pegunungan Verbeck yang membentang di perbatasan Sulawesi Selat­an, Tengah dan Tenggara.

KADAL MALILI - FAUNA ENDEMIK LUWU TIMUR |

Mengutip Ade Kadarusman, Mahendra menulis, batuan ultramafic sebagian besar tersusun atas mineral besi, chrom, silika, magnesia, mangan, cobalt dan nikel. Karena proses pelapukan, cuaca dan kondisi bentang yang mendukung, nikel terkonsentrasi dalam jumlah yang sangat besar.

Selain nikel, Sulawesi juga memiliki minyak bumi di Selat Makassar, Teluk Bone, Teluk Tomini dan Banggai. Sementara aspal banyak ditemukan di Buton, karst atau batu kapur di utara Maros, tembaga di bagian tengah arah timur laut dan tenggara, dan emas di Sulawesi bagian utara. Tanah liat, belerang dan silika juga merupakan po­tensi yang terdapat di Sulawesi.

Tak hanya proses geologi yang unik, Pulau Sula­wesi sebagai bagian dari Kawasan Wallacea, juga me­miliki keanekaragaman hayati yang unik, yang tak di­temukan di tempat lain, bahkan bila dibandingkan dengan wilayah Wallacea yang lainnya. Misalnya, be­berapa hewan endemis di Sulawesi yang terkenal di antaranya adalah anoa (Buba­lus depressicornis & Bubalus quarlesi), babirusa (Babyrousa baby­russa), burung maleo (Macrophalon maleo) dan tarsius sula­wesi (Tarsius spectrum). |

Editor : Web Administrator | Sumber : Cawandatu N. Syamsuddin Ch. Haesy
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 236
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 459
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 450
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 419
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Energi & Tambang