Tuhan menciptakan alam sebagai cawan kehidupan
Lalu menciptakan manusia sebagai para datu
Alam adalah cawandatu.
Ditebar Tuhan di lingkung bumi
Bagi kemuliaan dan kesejahteraan hidup insan
Ia sempurnakan bentuk kejadian manusia dan alam
Ia hadirkan serangkaian pertanyaan sepanjang masa:
Nikmat Tuhan mana lagi yang hendak kalian dustakan?
Manusia sebagai para datu, tak kan luput dari tanya:
Tidakkah kalian fikirkan?
Tidakkah kalian gunakan akal mu?
Tidakkah kalian pelajari bagaimana mesti mengolah cawanmu?
Tidakkah kalian ingat, betapa Tuhan telah menghamparkan segala kemungkinan
untuk cerdas dan arif mengolahnya?
Tuhan menggerakkan para datu. Orang-orang yang berfikir, rukuk, dan sujud.
Mengolah daya yang Tuhan beri. Menegas makna atas alam. Menebar kemaslahatan bagi manusia
Bagaimana mungkin kita akan mengingkari?
Cawandatu dicipta Tuhan bagi kemuliaan sesama
Melintasi bilangan masa berabad-abad
Dan kita, sering alpa mengelolanya
Dengan kecerdasan dan kearifan.
SESUDUT DANAU TOWUTI - LUWU TIMUR - SULAWESI SELATAN
PUISI ini, hendak mengekspresikan pengertian asasi tentang cawandatu. Surga yang terhampar di atas muka bumi, dan diperuntukan bagi manusia untuk mengolahnya, bagi kemanfaatan kehidupan insan sesama. Wahana yang disediakan Tuhan kepada para datu (insan yang berfikir, beradab, dan berotoritas) untuk dikelola secara cerdas dan arif, sehingga mempunyai manfaat yang sangat luas.
Dilihat dari realitas ‘alam semula jadi’, Indonesia merupakan cawandatu yang luar biasa. Potensi sumber daya alam yang dimiliki bangsa ini, sedemikian kaya. Kesadaran atas cawandatu, semacam itulah, yang mendorong manusia mengembangkan sains dan teknologi, serta kemampuan profesional mengelola alam. Sekaligus memeliharanya secara multi dimensional. Semua bertujuan, termanifestasikannya potensi sumberdaya alam sebagai salah satu medium ekonomi, sosial, dan budaya, yang secara berkelanjutan, akan terus memberi manfaat untuk waktu yang jauh ke masa depan.
Dalam konteks inilah, bangsa-bangsa yang diberikan kekayaan sumberdaya alam, mesti terus berusaha mengembangkan secara sadar dan terencana, kemampuan daya rasional dan dayacipta masyarakatnya. Agar seluruh potensi sumberdaya alam, dapat terkelola dengan baik, untuk kepentingan yang lebih jauh melampaui empirisma hidup manusia untuk kurun waktu tertentu.
Sejarah perkembangan peradaban manusia menunjukkan, bangsa-bangsa yang peradabannya (berbasis sains dan teknologi) berkembang lebih cepat, dengan potensi sumber daya alam yang terbatas, cenderung berusaha menguasai bangsa-bangsa yang mempunyai potensi sumberdaya alam melimpah, namun peradabannya berkembang lebih lamban. Sejak berabad lampau, sejarah peradaban Indonesia, menunjukkan realitas demikian. Terutama, ketika bangsa-bangsa Eropa melakukan penjelajahan jauh ke arah timur Matahari, tempat kepulauan Indonesia berada.
SEKEPING SUDUT TELUK BONE - LUWU TIMUR - SULAWESI SELATAN
Alfred Russel Wallace, menemukan realitas kekayaan unik flora dan fauna, ketika pertama kali menjejakkan kakinya di Sulawesi, tahun 1856, seperti yang dituliskannya dalam The Malay Archipelago yang terbit 1869. Tidak hanya karena ia menemukan flora dan fauna yang tak pernah dilihat sebelumnya di bagian Barat dan beberapa bagian wilayah Timur Indonesia lainnya. Melainkan juga, karena ia mendapatkan pertanda alam, bahwa Sulawesi sangat penting dari keseluruhan gugusan pulau di timur Matahari -- yang setara dengan kawasan imajiner Wallacea -- bersama dengan Laut Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Timor, Kepulauan Maluku, dan laut Banda. Kawasan yang sekaligus menandai kekayaan sumberdaya alam, yang mengandung potensi energi berbasis fosil, dan mineral.
Kawasan ini, diperkirakan, terbentuk akibat tabrakan antara lempeng benua Australia dengan elemen - elemen geologis yang terbentuk dari pergerakan cepat dataran Pasifik, dan dataran Eurasia. Persisnya selama jaman pleistosen atau jaman es, sekitar 1.600.000 tahun sampai 10.000 tahun yang lampau. Ketika permukaan laut, lebih rendah 100 meter dari permukaannya saat ini.
Sulawesi, bahkan diyakini, tidak merupakan bagian dari benua Asia maupun Australia, yang karenanya secara biogeografis dimasukkan ke dalam zona transisi antara Asia dan Australia. Sulawesi dan pulau-pulaunya yang seluas 159.000 km2, meliputi tiga propinsi geologi yang berbeda.
Pertama, Sulawesi bagian barat dan timur yang dipisahkan oleh patahan barat laut antara Palu dan Teluk Bone (patahan Palu Koro). Kedua, propinsi Banggai Sula yang mencakup daerah Tokala di belakang Luwuk Semenanjung Barat laut, Kepulauan Banggai, Pulau Buton. Ketiga, Kepulauan Sula yang terletak di timur Sulawesi (Mahendra, 2008)
Disebabkan proses tektoniknya, di beberapa tempat terjadi tumbukan antar lempeng dan sub-lempeng (patahan). Hal inilah yang menyebabkan secara geologi, Sulawesi menyimpan potensi mineral yang sangat kaya. Nikel misalnya, terbentuk dari terangkatnya batuan dasar (ultramafic) akibat tumbukan yang menghasilkan Pegunungan Verbeck yang membentang di perbatasan Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara.
KADAL MALILI - FAUNA ENDEMIK LUWU TIMUR |
Mengutip Ade Kadarusman, Mahendra menulis, batuan ultramafic sebagian besar tersusun atas mineral besi, chrom, silika, magnesia, mangan, cobalt dan nikel. Karena proses pelapukan, cuaca dan kondisi bentang yang mendukung, nikel terkonsentrasi dalam jumlah yang sangat besar.
Selain nikel, Sulawesi juga memiliki minyak bumi di Selat Makassar, Teluk Bone, Teluk Tomini dan Banggai. Sementara aspal banyak ditemukan di Buton, karst atau batu kapur di utara Maros, tembaga di bagian tengah arah timur laut dan tenggara, dan emas di Sulawesi bagian utara. Tanah liat, belerang dan silika juga merupakan potensi yang terdapat di Sulawesi.
Tak hanya proses geologi yang unik, Pulau Sulawesi sebagai bagian dari Kawasan Wallacea, juga memiliki keanekaragaman hayati yang unik, yang tak ditemukan di tempat lain, bahkan bila dibandingkan dengan wilayah Wallacea yang lainnya. Misalnya, beberapa hewan endemis di Sulawesi yang terkenal di antaranya adalah anoa (Bubalus depressicornis & Bubalus quarlesi), babirusa (Babyrousa babyrussa), burung maleo (Macrophalon maleo) dan tarsius sulawesi (Tarsius spectrum). |