Jangan Sembrono Nyomot Akronim Gerbang Betawi

| dilihat 808

Catatan Bang Sém

 

Ilham insani kucuran samawi

Gagasan berkembang kuat maknanye

Sangat terbuka kaum Betawi

Tapi kudu ade kelimahnye..

 

SENIN (23 September 2024) dalam Dialog Publik Seni yang digelar Dewan Kesenian Jakarta di Taman Ismail Marzuki, pasangan calon gubernur - wakil gubernur Ridwan Kamil - Suswono (RiKa-No) berjanji melestarikan budaya Betawi dengan program yang disebut dengan akronim Gerbang Betawi alias Gerakan Membangun Kebudayaan Betawi.

Saya anjurkan pasangan yang didukung 'sekawanan' partai politik yang populer dengan akronim KIM Plus -- yang mengingatkan kita pada permainan kim setiap malam di Jakarta Fair kala masih digelar di kawasan Monas dekade 60-70 an -- segera mencari akronim lain.

Pasalnya, akronim Gerbang Betawi (Gerakan Kebangkitan Betawi) merupakan nama salah satu paguyuban kaum Betawi.  Mulanya, paguyuban ini diinisiasi oleh sebagian besar alumni organisasi kemahasiswaan, KMB (Keluarga Mahasiswa Betawi) dan partisipan whatsapp group "Betawi Kumpul" yang masih eksis hingga kini.

Paguyuban independen yang tidak berafiliasi dan tidak menjadi bagian dari organisasi apapun, apalagi partai politik, ini terdiri dari kalangangan akademisi (sebagian di antaranya guru besar di Universitas Indonesia, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Muhammadiyah, Universitas Islam As Syafi'iyah, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, dan perguruan tinggi lain) berbagai latar belakang disiplin keilmuan. Tanpa kecuali para profesional di bidang hukum, kesehatan, industri keuangan, ekonomi dan bisnis, budayawan, seniman, industri pers dan media, keagamaan, teknologi, teknokrat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, duta besar dan diplomat. Termasuk diaspora Betawi di berbagai belahan dunia.\

Paguyuban ini diresmikan pertama kalinya pada 29 Oktober 2017 di Pusat Kebudayaan Betawi - Museum Benyamin Sueb (bekas Gedung Komando Distrik Militer - KODIM), depan stasiun kereta api Jati Negara, Jalan Raya Bekasi Timur No. 76. Berbarengan dengan Festival Keriaan Betawi (antara lain Video Map Presentation, Pameran Lukisan Maestro Pelukis Betawi Sarnadi Adam, Sarasehan Betawi bersama Sandiaga Uno).

Kompetensi dalam Kompetisi Global

Gerbang Betawi ini, pertama kali dipimpin oleh Allahyarham dr. Ashari yang juga seorang entrepeneur sebagai respons atas proses perkembangan Jakarta yang digadang-gadang sungguh sebagai salah satu kota dengan muruah kota-kota maju di dunia -- jang kadung disebut sebagai kota Global -- agar tak menjadi kota gombal. Karena Jakarta, akan selamanya menjadi ibu kota tanah air Indonesia dan Asia Tenggara. Kendati pusat pemerintahan dan city tourism dipindahkan ke Paser - Penajam Utara, Kalimantan Timur.

Dalam sarasehan awal proses pembentukan paguyuban ini di Tebet, berkembang pemikiran, bahwa zaman terus bergerak dalam arus besar perubahan dramatik (transformasi) di segala bidang dan aspek kehidupan. Di tengah perubahan tersebut, kaum Betawi (pituin) dan Betawian (mukimin) memerlukan  kompetensi dalam kompetisi global yang sedang mengalami rising dramatic changes. Suatu arus perubahan sebagaimana berlangsung di New York, London, Paris, Tokyo, Osaka, Melbourne, Sydney, Shanghai, Singapura, dan Kuala Lumpur.

Dalam konteks itu berkembang kesadaran antusias untuk memikir ulang strategi pengembangan budaya (value, norma, tradisi, seni, estetika, sains, teknologi, bahasa), agama dan pemeranan sosial sebagai bagian integral dari ikhtiar 'merancang peradaban lanjut.' Tanpa kecuali dalam memikir ulang strategi perubahan minda dan kesadaran tentang relasi ekologi, ekonomi, dan ekosistem.

Gerakan Kebangkitan Betawi yang disingkat Gerbang Betawi adalah gerakan moral, intelektual, dan profesional. Gerakan ini diharapkan berfungsi sebagai agen perubahan (agent of change) atas minda (mindset), perilaku (attitude), dan pola rasa (spiritualisme) kaum Betawi sebagai masyarakat inti Jakarta.

Kala itu, Allahyarham dr. Ashari menyatakan, "Gerbang Betawi hadir untuk menjadi gerakan pemberdayaan masyarakat dalam tiga pilar yaitu ekonomi, pendidikan dan kebudayaan (dalam makna luas) yang dibingkai berteguh pada nilai keimanan, keislaman, dan kebangsaan." Harapannya, paguyuban ini, kelak menjadi organisasi modern yang dapat membawa pengaruh positif bagi perubahan masyarakat Jakart, khasnya kaum Betawi."

Gerbang Betawi dirancang menjadi organisasi pemberdayaan umat di bidang Ekonomi, Modal Insan dan Kebudayaan Betawi. Meski independen dan tak berafiliasi politik, Gerbang Betawi senantiasa mengikuti perkembangan dan isu-isu politik mutakhir.

Politik Gerbang Betawi bukan politik praktis, apalagi sekadar berada dalam barisan 'bang turut dan mpok turut' dukung mendukung dalam pragmatisme politik, apalagi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Melainkan menyiapkan kader negarawan, karena di negeri ini, kini,  terlalu sedikit negarawan di tengah meluahnya politisi. Terlalu sedikit pemimpin di tengah meluahnya petinggi.

Kontribusi Nyata dan Bertanggungjawab

Merujuk pada realitas Jakarta sebagai sentra tanah air Indonesia, yang menyimpan sejarah panjang perjuangan kebangsaan dan kemerdekaan yang melahirkan Negara Republik Indonesia (antara lain Sumpah Pemuda, Proklamasi Kemerdekaan, Negara Kesatuan Republik Indonesia), Gerbang Betawi menegaskan, bahwa Kaum Betawi bagian integral dan inti dalam proses perjuangan kebangsaan yang berperan dalam pembangunan dan perubahan bangsa Indonesia: dulu, kini, dan di masa datang.

Kaum Betawi, mesti didudukkan secara proporsional sebagai kaum yang tidak pernah lelah dan berhenti berkontribusi mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang dihidupkan oleh semangat kebangsaan: Negara Adil Makmur dalam Ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kaum Betawi dengan segala dimensi kedalaman insaniahnya, senantiasa berupaya bermanfaat bagi masyarakat, nusa, dan bangsa Indonesia sepanjang masa, memberikan kontribusi nyata dan bertanggungjawab. Egaliter, kosmopolit, inklusif, tegas, sekaligus arif dalam memainkan perannya dalam transformasi kebangsaan, dengan prinsip-prinsip dasar.

Gerbang Betawi menempatkan kaum Betawi sebagai bagian masyarakat Indonesia moderen yang sekurang-kurangnya memenuhi ciri: Berani, optimistis, dan egaliter menghadapi tantangan kemajuan zaman dalam mewujudkan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945; Terampil dan tangkas mewujudkan sikap Ilmu Amaliah, Amal Ilmiah, dan Akhlak Mulia; Aspiratif, Inspiratif, dan akseleratif mewujudkan harmoni ke-Indonesia-an dan ke-Islam-an sebagai napas kehidupan kebangsaan; Waskita, cerdas, dan bernas berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pembangunan yang berkebudayaan dan beradab; dan intensif mengembangkan aksi nyata menciptakan generasi lanjut  berkualitas, memandu Indonesia mencapai kejayaannya di masa depan (sesuai perkembangan zaman yang sedang bergerak menuju Society 5.0).

Gerbang Betawi dalam deklarasi keberadaannya di Hotel Cempaka - Jakarta Pusat, menegaskan sentra kepeduliannya, bahwa Betawi tidak berhenti hanya sebagai kelompok etnis yang menjadi bagian integral kekayaan masyarakat – bangsa Indonesia.

Betawi juga merupakan dimensi kebudayaan yang memberi aksentuasi dalam keseluruhan konteks kebudayaan Indonesia, yang di dalamnya terdapat anasir-anasir meliputi : agama, seni, estetika, bahasa, nilai-nilai, norma-norma, sains, teknologi dalam kehidupan.

Bahasa Betawi tumbuh dan berkembang bersamaan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dan berbagai dialek serta istilah dalam bahasa Betawi, telah menjadi bagian dari istilah dan dialek dalam proses komunikasi sosial bagi masyarakat Nusantara. Sekaligus simbol yang digunakan dalam berkomunikasi, termasuk bahasa tubuh dalam komunikasi dan pergaulan, serta frasa unik yang dipergunakan dalam dimensi ruang dan waktu kehidupan sehari-hari.

Norma Betawi

Dalam konteks nilai, Betawi mencerminkan standar umum yang dipegang oleh masyarakat terhadap berbagai hal yang dapat diterima dan tidak dapat diterima, penting dan tidak penting, serta benar dan salah, dapat diterapkan atau tak dapat dilaksanakan dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai Betawi menjadi sistem yang disepakati bersama dalam menentukan tolok ukur personal dan sosial di dalam masyarakat.

Gerbang Betawi -- yang kini dipimpin dr. Chairil Anwar -- konsisten pada penegasan, bahwa Betawi juga merupakan ekspresi norma kehidupan yang dipegang sebagai pedoman dalam menentukan kepatutan dan ketidakpatutan, kelayakan dan ketidaklayakan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Baik di dalam lingkungan keluarga, komunitas, dan lingkungan sosial lainnya. Terutama karena adat istiadat, kebiasaan, dan pendidikan agama di dalam keluarga.

Dalam hal norma, kaum Betawi dapat dikenali oleh perilaku individu dalam berinteraksi sosial di dalam keluarga dan masyarakat sehari-hari, baik secara fungsional maupun hirarkial.

Norma Betawi antara lain menjelma dalam adab, pekerti, tata krama, sopan santun dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Antara lain tercermin dalam penggunakan bahasa sehari-hari. “Tanpa adab yang baik, bukanlah Betawi.”

Di tengah dinamika penyelenggaraan Pilkada Jakarta 2024 dengan mimpi besar dan fantasi tentang kota global pusat pertumbuhan ekonomi yang dilegalkan dalam UU No. 2/2024, namun mereduksi dimensi keberadaan kota sebagai sentra peradaban (berpangkal kebudayaan), akan ada saja orang yang mengaku (meski tak memahami mendalam) kaum Betawi yang mengkapitalisasi Betawi.

Kita mengapresiasi siapa pun pasangan yang memandang keberadaan kaum Betawi sebagai masyarakat inti Jakarta dan hendak diposisikan sebagai bagian penting pengembangan kota ini ke depan.

Untuk bertanya urusan kebudayaan Betawi, sudah ada Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) sejak diinisiasi pendiriannya oleh H. Abdullah Ali, dr. H. Atje Mulyadi, H. Effendi Yusuf, SH, Drs. Alwi Mas’oed, HM. Napis Tadjeri, H. Sa’ali SH., Drs. H. Rusdi Saleh, H. Hamid Alwi dan H. Halim Nasir (22 Juni 1976), dan dikuatkan berdirinya dengan Akte Notaris M.S Tadjoedin (20 Januari 1977). Dikukuhkan keberaannya untuk pertama kalinya oleh Gubedrnur Ali Sadikin, melalui Surat Keputusan Gubernur Ke­pala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 197 tahun 1977 tentang Pengukuh­an berdirinya Lembaga Kebudayaan Betawi.

Mencomot begitu saja akronim 'Gerbang Betawi' atau lainnya (tentang Betawi) sekadar untuk program pemenangan Pilkada, adalah salah satu tindakan ceroboh dan kurang adab.

Bekerjalah telaten dan kreatif untuk mendapatkan suatu akronim (juga kemudian nomenklatur) ke-Betawi-an. Bukankah di era 'internet on think' kini amat mudah melayari pencarian akronim dan istilah dalam hitungan detik. Jadi? Jangan sembrono nyomot akronim Gerbang Betawi, tong !  |

Artikel Terkait :

Gerbang Betawi Energi Penggerak Transformasi;

Raker I Pastikan Gerbang Betawi sebagai Wadah Pergerakan Mandiri ;

Mengintip Konstelasi Politik Kaum Betawi Lewat Kuliah Publik ;
 

Editor : delanova