Dari Reformasi ke Transformasi Kebangsaan

| dilihat 616

Catatan Bang Sém

Selama yang kita punya hanya banyak politisi, bukan negarawan; banyak petinggi, bukan pemimpin; banyak penyandang gelar akademik (termasuk yang kehormatan), bukan cendekiawan; banyak pemburu rente, bukan entrepreneur; banyak pengekor, bukan pelopor; dan banyak penebar ghibah - buhtan - fithan, bukan pewara kebenaran, lupakan reformasi sebagai jalan perubahan yang melelahkan.

Reformasi menuntut perubahan total yang konsisten, konsekuen, dan nafas panjang. Tanpa kemampuan mengelolanya, akan bermuara kepada deformasi, bukan demokrasi sebagai cara mencapai harmoni kebangsaan.

Deformasi suatu masyarakat, negara, dan bangsa hanya akan menyediakan jebakan fantasi dan jurang petaka, terutama bagi rakyat kebanyakan. Termasuk jurang disparitas dan kesenjangan yang curam dan lebar. Yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin.

Pengalaman panjang bangsa-bangsa besar dan kecil; bangsa-bangsa maju - separuh maju, dan merasa maju (padahal mundur macam undur-undur), reformasi yang tak terkelola sebagaimana mestinya hanya menimbulkan petaka.

Bangsa-bangsa itu, tercerai berai, porak peranda, kehilangan jati diri dan hanya menjadi serpihan-serpihan kebanggaan semu.

Rakyat hanya disibukkan oleh kekecewaan akibat janji politik yang tak pernah terbayar lunas, karena para politisi dan petinggi sibuk membangun persekongkolan untuk kepentingan-kepentingan sesaat, melalui koalisi dan kolusi. Lantas mencari beragam alasan untuk menutupi persekongkolan mereka.

Cukuplah reformasi yang tak sepenuhnya berhasil, lalu bergerak menuju deformasi dan meneggerakkan penghancuran nalar khalayak berakhir, simpan saja bagian catatan buram bangsa ini.

Kita memerlukan transformasi kebangsaan, sebagai jalan perubahan menyeluruh secara sistemik dan bertahap, sesuai dengan tantangan yang harus dihadapi dan ditaklukan. Perubahan dramatik yang jelas rentang masa pencapaiannya. Perubahan sistemik menyeluruh yang dilakoni secara bertahap sesuai dengan perkembangan tantangan zaman yang dihadapinya.

Tentu dengan pilihan-pilihan prioritas, mana yang mesti didahulukan dan diutamakan,  mana juga yang mesti dikemudiankan, dan apa pula yang harus dilakukan ketika mengalami persoalan besar yang mendesak dan tetiba, seperti yang kita alami selama dua tahun berselang. Serbuan nanomonster pandemi Covid-19.

Katakanlah, kini kita memerlukan transformasi dengan bentang masa pencapaian selama 25 tahun. Lima tahun ke depan (sebutlah itu pada lini masa 2024-2029).

Pada masa itu kita akan dihadapkan oleh tantangan-tantangan utama: Menaklukkan pandemi dan menggerakan budaya hidup sehat; Membalik kemiskinan; Menata ulang ruang ekologis; Mengubah minda dan terminologi sumberdaya manusia menjadi modal insan (human capital dan human investment); Menegakan hukum dan mewujudkan keadilan; Menguatkan sistem demokrasi beradab; Menggerakan pertumbuhan ekonomi secara rasional dan realistis; dan Menggerakan visioneering.

Selama masa itu, yang kita harus lakukan adalah menyiapkan cara strategis pemulihan bangsa, melakukan kerja kolektif mencapai indeks pembangunan manusia tertinggi (wareg, waras, wasis). Sekaligus mengakhiri ketidakpastian, kegamangan, kerumitan, dan kemenduaan.

Fokus pembangunan (sebagai gerakan kebudayaan dan peradaban) selama masa itu antara lain, adalah: Mencapai ketahanan pangan yang berkualitas, tersedia - mudah dijangkau, dan mampu dibeli oleh rakyat; Memperluas kesempatan dan kemampuan kerja sebagai basis peningkatan kemampuan - daya beli rakyat; Memulihkan kesehatan lingkungan dan masyarakat prima, antara lain dengan menguatkan akses rakyat terhadap ekstensi kesehatan.

Lantas? Menggerakkan kolaborasi menyeluruh untuk mencapai kecerdasan kolektif sosial (intelektual, emosional, spiritual) dan kecerdasan budaya (kecerdasan yang menyeimbangkan keterampilan  teknis - teknologis  dengan kearifan - keadaban). Maknanya adalah menguatkan akses rakyat terhadap pendidikan, mendisiplinkan diri untuk mendahulukan cara (the way of of the nation's recovery) daripada alasan.

Konsekuensinya adalah menyempurnakan sistem yang mampu menggerakkan pendidikan berdimensi kemanusiaan, demokratis, inklusif, dan berkeseimbangan lahir batin (keseimbangan nalar, naluri, nurani, rasa dan dria). Pendidikan berkebudayaan yang mencerminkan keseimbangan antara seni, sains, teknologi, kosmologi, dan agama, secara moderatif - wasat.

Pendidikan semacam ini akan menjadi basis dalam menyusun dan merumuskan cetak biru rancangan modal insan (human capital & human investment plan) untuk merespon perubahan era (post modernisme, post industrial, dan digital era).

Lalu? Mendahulukan layanan kepada seluruh rakyat secara berkeadilan, termasuk menyelesaikan seluruh infrastruktur yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi rakyat. Tanpa kecuali, menjadikan desa - kampung - dusun - gampong - sebagai pusat pertumbuhan sosio ekonomi dan ekonomi budaya rakyat, sehingga usaha kreatif mandiri rakyat bertumbuh dan berkembang sehat.

Selanjutnya adalah melakukan transformasi kebangsaan dalam bidang politik.

Transformasi yang mampu mengembalikan partai politik sebagai wadah pendidikan politik rakyat, wadah kaderisasi yang melahirkan negarawan, wadah yang melahirkan pemimpin rakyat berakal-budi. Bukan sekadar pemburu kursi kekuasaan yang membiarkan berlangsungnya laku politicking, pragmatisme politik, dan politik transaksional. Bukan pula sekadar wadah yang toleran terhadap penghianatan terhadap bangsa (melalui kolusi, korupsi, dan persekongkolan meluahkan syahwat politik).

Transformasi yang mampu mengembalikan ghirah dan gairah politik sebagai upaya mensyukuri perbedaan dan mewujudkan persatuan, integrasi kebangsaan, memanifestasikan prinsip bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Dinamika politik kaum beradab, bukan politik yang menyuburkan penggubal, perundung, pewadul (penebar hoax), kaum fithan (penyebar fitnah). Dinamika politik yang menyediakan ruang kewaspadaan untuk kepentingan ketahanan bangsa, bukan ruang kecurigaan yang membungkam kecerdasan kritis.

Transformasi politik yang menempatkan prinsip dasar otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab untuk mendekatkan layanan negara kepada rakyat, sehingga setiap daerah maju bersama dan rakyatnya bahagia secara serempak dan serentak di seluruh tanah air.

Ke depan kita memerlukan transformasi kebangsaan, jalan perubahan yang memungkinkan seluruh warga bangsa sebagai warga global yang sungguh Pancasilais sejati. Bukan sekadar pemekik yel-yel dan jargon Pancasila. Tetapi, sungguh mewujudkan NKRI sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang final dan dinamis, yang menghidupkan kesadaran rakyat untuk menjawab pertanyaan asasi:  bagaimana menjadi warga negara yang baik (how to be a good citizenship)?

Esok yang kita perlu adalah transformasi kebangsaan yang memungkinkan kita selalu bangga menjadi seorang Indonesian di mana saja berkiprah. Indonesia yang di dalamnya, orang miskin berkurang, orang beriman kian bertambah. |

 

Padu - Bonjer, 20 Mei 2022

 

 

Editor : delanova
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 502
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1584
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1373
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1159
Rumput Tetangga
Selanjutnya