renungan bang sèm
Selain syukur kepada Allah Pencipta, Al Khaliq - suprakreator semesta - beragam kebajikan terbuka bagi setiap insan beriman untuk sungguh menegaskan eksistensinya sebagai makhluk terbaik. Ahsanittaqwiim yang melakoni hidup sebagai ikhtiar panjang mencapai insan kamil, 'manusia sempurna'
Yakni, manusia yang secara sadar memposisikan dirinya sebagai 'rumah ragawi dan ruhani' berbasis aqidah dan syariah, tertampak dalam mu'amalah - aku hidup senyatanya - yang terpancar dalam akhlaq kariimah (keadaban dan peradaban)
Pesona personanya menampakkan kualitas diri sebagai muslim - manusia yang selamat dan menyelamatkan, mukmin - manusia yang menyadari eksistensinya sebagai mahluk - ciptaan yang terhubung dengan penciptanya. Untuk akhirnya mencapai derajat tertinggi sebagai muttaqiin - makhluk (hamba) yang tunduk dan patuh kepada ketentuan-Nya, sesadar-sadarnya.
Dalam konteks relasi makhluk dengan Khaliqnya itulah rukun keselamatan dasar (syahadah, salat, shaum + zakat dan haji) yang memadu padan ibadah personal, individual dengan ibadah komunal dan sosial.
Kuncinya adalah kesadaran substantif menjalani hidup sebagai proses transformasi peningkatan kualitas diri insaniah ( secara terus menerus ) memaknai ekuitas dan ekualitas insaniah. Khasnya dalam memaknai relasi manusia dengan sesamanya, manusia dengan semesta, dan manusia dengan Al Khaliq yang menciptakan semesta, dan memilih manusia sebagai subyek pemelihara semesta, rahmatan lil alamin.
Setarikan nafas, otoritas manusia sebagai pemelihara semesta memikul tanggung jawab multi-dimensi: menegakkan amar ma'ruf nahyi munkar (melakukan kebajikan dan melawan segala bentuk pengingkaran); melindungi diri dan keluarga dari petaka; menghidupkan kesadaran tanpa henti dan antusias menghidupkan simpati, empati, apresiasi, respek, dan cinta sebagai wujud hakiki kemanusiaan; dan berbagai kewajiban lainnya.
Pengendalian Diri
Focal concern-nya adalah memberi makna nyata kemanfaatan eksistensi diri bagi insan sesama dan semesta; menggerakkan kesadaran kolektif insan sesama mencapai kecerdasan budaya, kesehatan jasmani-ruhani, dan keberdayaan - kemampuan mu'amalah. Focal concern insaniah yang merupakan instrumen utama dalam melakoni kehidupan sebagai jalan mencapai kebahagiaan hidup yang terbebas dari malapetaka (duniawi - ukhrawi).
Sebagai Suprakreator, Allah al Khaliq dengan kemuliaan otoritas primer-Nya dalam penciptaan (khuluqiyah) dan pemeliharaan (rububiyah), sekaligus pelindung utama manusia dari kejahatan makhluk lain (khasnya iblis dan syaithan) yang menggunakan 'hak interpelasi'-nya : menggoda dan menyesatkan manusia sehingga menjadi bagian dari perusak dan penghancur tatanan kehidupan. Perlindungan Allah tersedia, karena manusia, tak hanya sebagai makhluk yang tak terbebas dari kesalahan -- namun berpotensi sebagai penggerak dan pelakon kesalehan -- dengan kemampuan terbatas dalam mewujudkan ketaqwaan-Nya.
Dari perspektif inilah, saya memahami, Allah al Khaliq memilih masa pelatihan - penempaan diri bagi insan teguh (mukminin) untuk mencapai kualifikasi insan kamil (muttaqiin), dalam bentuk ibadah shaum - puasa, khasnya ibadah shaum wajib setiap bulan Ramadhan.
Ibadah shaum tak hanya terkait dengan perjuangan nyata pengendalian diri, menahan nafsu (melawan lapar, dahaga, keliaran syahwat). Jauh dari itu, juga melatih para insan teguh melakukan manajemen harmonisasi nalar, naluri, nurani, rasa, dan dria.
Begawan Jalaluddin Rumi mewawar ihwal lapar - dahaga jasmani ruhani dengan dengan pilihan narasi dan diksi yang khas. Dalam salah satu puisinya, Rumi menyatakan, "Betapa kekosongan perut, menyimpan manis yang tersembunyi. Insan laksana kecapi yang mengekspresikan tinggi dan rendahnya ratapan. Jika otak dan perutmu terbakar karena puasa, apinya menghadirkan ratapan dari dadamu."
Ibadah puasa, dengan demikian, menggetarkan dawai yang lantas jelma menjadi ekspresi ruhani dalam do'a dan munajat, sekaligus menyimpan bara daya insaniah.
Jaga Puasa
Rumi berseru: "Setiap saat, dengan api itu, kamu akan membakar seribu tabir ; kamu akan bergerak seratus langkah dengan semangat dan usaha.
"Jadilah perut kosong, dan menangislah memohon seperti seruling buluh; jadilah perut kosong, dan ceritakan rahasia dengan pena buluh.
"Jika perutmu penuh pada saat berkumpul, itu akan membawa Setan sebagai ganti akalmu, berhala sebagai ganti Ka'bah.
"Ketika kamu berpuasa, di hadapanmu kebiasaan baik berkumpul, laksana sahaya, pelayan dan pengiring.
"Jaga puasa, karena itu adalah cincin Sulaiman; Jangan berikan cincin itu kepada sang penyesat (syaithan dan iblis), jangan hancurkan kerajaanmu. Bahkan jika kerajaanmu telah pergi dari kepalamu dan pasukanmu telah melarikan diri, pasukanmu (yang lain) akan bangkit, panji-panji berkibar di atas mereka."
Ibadah shaum menegaskan konsistensi terhadap komitmen tauhid (syahadah), mewujud dalam salat (kesadaran untuk memahami insan tertinggi adalah yang paling rendah hatinya, dan insan terendah yang paling tinggi hatinya; munajat dalam sujud merata bumi, melesat ke arasy tertinggi keridhaan Allah).
Kewajiban ibadah shaum -- khasnya di bulan Ramadhan -- menghidupkan kesadaran tentang hakikat bersyukur sebagai ikhtiar perjuangan menyalakan cahaya (keikhlasan dan keberanian) dalam mewujudkan amar ma'ruf nahyi munkar (mulai dari skala kecil, antara lain memberantas korupsi, sampai skala besar: menuhankan kuasa tahta dan harta).
Kewajiban ibadah shaum, adalah cara Allah menempa insan teguh (mukmin) meningkatkan kualitas diri sebagai muttaqin, insan yang terkoneksi dalam relasi dengan Allah al Khaliq sebagai sumber dari segala sumber kekuasaan. Momen, bara kebajikan dan kesalehan dinyalakan dan dihidupkan untuk membakar sampah yang ditimbunkan iblis dan syaithan ke dalam hati manusia. |