Garuda Muda dalam Pusaran Mafia Bola

| dilihat 2351

AKARPADINEWS.COM | AROMA tak sedap menguap di balik kegagalan Timnas U-23  di ajang SEA Games Singapura, belum lama ini. Diduga, kekalahan Garuda Muda atas Vietnam merupakan hasil pengaturan pertandingan (match fixing) yang telah dirancang sedemikian rupa oleh mafia sepakbola internasional.

Dugaan itu muncul ketika pria bernama BS menguak praktik pengaturan skor di balik kekalahan Timnas U-23 Indonesia melawan Vietnam. BS mengaku telah berbicara kepada oknum bandar judi sepakbola asal Malaysia berinisal Das yang dibuktikannya melalui rekaman pembicaraan via telepon.

Kini, rekaman itu telah menjadi konsumsi publik sehingga memunculkan polemik di tengah masyarakat. Isinya, Das menyebutkan Indonesia akan tertinggal empat gol tanpa balas di babak pertama. Dan, pernyataan itu benar-benar terjadi.

Anehnya, BS yang belakangan diketahui bernama Bambang Suryo ternyata adalah penghubung antara bandar di Singapura dan Malaysia dengan kaki tangannya di Indonesia. Dia juga akrab disebut "mafia skor" di lingkup sepakbola domestik selama hampir 15 musim terakhir. Hal itu terungkap ketika Agus Yuwono, mantan pelatih Persidafon Jayapura dan Persegres Gresik United mengaku, telah beberapa kali dihubungi BS terkait pengaturan skor terhadap timnya. Kini, peran BS dalam kasus ini menjadi ganda.

Selain sebagai whistle blower, dia juga menjadi pelaku pengaturan skor. Artinya, sebagai orang yang menjalani praktik pengaturan skor, BS berniat membongkar praktik kotor itu.

Upayanya tengah dikerjakan bersama tim advokasi bernama #IndonesiaVSMafiaBola. Tim itu terdiri dari gabungan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Jakarta. Posisi BS diketahui sebagai klien mereka. Tanpa dihadiri BS karena alasan keamanan, mereka memutar rekaman telepon itu di sebuah rumah makan di Jakarta Selatan, Selasa lalu (16/6).

Percakapan itu direkam sebelum pertandingan Indonesia melawan Thailand (13/6) dan Vietnam (15/6) pada semifinal sekaligus perebutan medali perunggu.  Pemutaran itu turut dihadiri Muhammad Isnur dari LBH Jakarta dan Erasmus Napitupulu dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).

Namun, dugaan Timnas U-23 ambil bagian pada praktik match fixing itu menjadi misterius dan sulit dibuktikan ketika menilik statistik hasil pertandingan melawan Vietnam tempo hari. Karena, Timnas U-23 sebenarnya tampil tidak buruk. Bahkan, saat melawan Thailand, skuat asuhan Aji Santoso itu terbilang menguasai pertandingan.

Evan Dimas dan kawan-kawan pun kerap menekan pertahanan lawan dengan variasi umpan pendek cepat dan penetrasi di sisi sayap. Hanya saja, efektivitas serangan dan penyelesaian akhir Vietnam lebih besar ketimbang Indonesia.

Menurut Labbola Spots Statistics and Data Management, Hansamu Yama Pranata, sebagai benteng di sektor pertahanan yang tampil empat kali sebagai pemain inti dan dua kali sebagai pengganti, mencatatkan diri sebagai pemain dengan rekor pertahanan terbaik dalam hal tekel, intersepsi, dan sapuan sukses.

Hansamu Yama mencatatkan rasio tekel sukses sebesar 50 persen (32 kali percobaan, 16 kali sukses), berada di bawah Zulfiandi (gelandang bertahan) mencapai 55 persen (38 kali percobaan, 21 kali sukses), dan Adam Alis Setyano yang mencapai 54 persen (44 kali percobaan, 24 kali sukses).

Hansamu juga mencatatkan 23 kali memotong bola dan 26 sapuan, mengungguli Agung Prasetyo (19 intersepsi, 26 sapuan) dan kapten Manahati Lestusen (22 intersepsi, 10 sapuan).

Sektor tengah, strategi yang diterapkan oleh coach Aji Santoso dengan variasi umpan pendek cepat dan penetrasi di sisi sayap yang dimulai dari lini tengah, menempatkan dua gelandang tengah Zulfiandi dan Adam Alis sebagai pemain dengan rasio operan sukses terbanyak. Zulfiandi, total melakukan 329 kali operan dengan rasio kesuksesan sebesar 87 persen dalam enam pertandingan.

Sedangkan Adam Alis Setyano mencatatkan rasio 84 persen operan sukses dari total 363 kali operan dalam enam pertandingan. Melihat statistik ini, kualitas pemain sebetulnya tidak buruk-buruk amat.

Namun demikian, kualitas individu hanyalah satu dari sekian banyak aspek yang dibutuhkan sebuah tim untuk menjadi juara. Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Namun, nilai di atas kertas yang cemerlang itu tidak bisa terlepas dari “nyanyian” BS yang menduga bahwa permainan Timnas U-23 telah diatur sedemikan rupa oleh sindikat mafia skor internasional.

Mantan pemain Timnas dan pelatih Aji Santoso kerap memperagakan sikap acuh terkait kabar menyakitkan itu. Karena dugaan yang belum jelas kepastiannya itu terkesan tidak menghargai jerih payah perjuangan pasukan Garuda Muda pada ajang SEA Games ke-28 itu. Gelandang enerjik timnas, Paulo Sitanggang pun coba menghindar. "Saya tidak tahu soal itu," jawabnya ketika dimintai tanggapan soal dugaan pengaturan skor.

Beda hal dengan Aji Santoso yang bersikap tenang. Ia cuma meminta bukti-bukti dilaporkan ke pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti. Mantan pemain timnas senior era pertengahan 90-an itu memastikan 1.000 persen, tidak ada pengaturan skor yang melibatkan timnya.

Dia hanya berujar, jika timnya kalah di partai pamungkas melawan Thailand dan Vietnam, karena faktor kelelahan. Mengingat, persiapan Timnas U-23 yang dilatih Aji sebelum SEA Games hanya menempuh waktu 22 hari. Sangat pendek ketika melihat persiapan Myanmar yang justru lebih lama ketimbang Indonesia. Myanmar memakan waktu satu setengah tahun dan Vietnam menempuh waktu sembilan bulan.

Namun, tak bisa pula diabaikan begitu saja dugaan Garuda Muda telah masuk ke dalam pusaran judi dan mafia skor bertaraf internasional. Karena, pesta olahraga SEA Games Singapura dalam perjalanannya memang tidak dapat dipisahkan dari aroma tidak sedap.

Terlebih pada cabang sepakbola. Mengingat, Singapura telah lama berjuang melawan skandal pengaturan skor. Misalnya, pada tahun 2013, agensi anti-kriminal Europol berkata, negara tersebut adalah pusat pengaturan skor di lebih dari 600 pertandingan di seluruh dunia.

Ternyata benar saja, sebelum acara SEA Games Singapura itu resmi dibuka, Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura (CPIB) menyatakan, mereka telah menahan seorang pengatur skor pertandingan dan juga beberapa orang yang bekerja sama dengannya. Orang-orang itu ternyata berasal dari beberapa negara dan diduga kuat bagian dari jaringan mafia skor internasional.

Tertangkapnya oknum mafia skor tersebut turut menyeret pihak official Timnas sepakbola Timot Leste. Buntutnya, Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) telah menjatuhkan hukuman terhadap pelatih Timnas U-23 Timor Leste Orlando Marques Henriques Mendes. Ia dinyatakan terlibat skandal pengaturan skor di ajang olahraga Asia Tenggara, SEA Games.

AFC menyatakan, hukuman untuk Mendes akan berlaku selama 30 hari setelah ia menerima laporan resmi dari panitia penyelenggara SEA Games. AFC telah membuka penyelidikan terhadap Tuan Mendes atas tuduhan pelanggaran Kode Etik AFC pasal 21 (penyuapan) dan 23 (integritas pertandingan dan kompetisi), dan juga pelanggaran terhadap Kode Disiplin AFC pasal 62 (korupsi) dan 69 (mempengaruhi hasil pertandingan)," demikian pernyataan AFC sepeti dikutip Reuters.

Dengan begitu, mengindikasikan Timnas U-23 Indonesia kemungkinan terserat pada skandal yang dilakukan sindikat mafia skor. Kini, kasus pengaturan skor yang diinisiasi BS sudah dilaporkan tim advokasi #IndonesiaVSMafiaBola ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.

Selain bukti percakapan, mereka juga melampirkan bukti transfer rekening antara BS dan sejumlah oknum PSSI terkait tindak pengaturan skor yang terjadi di liga domestik Indonesia. Hal yang menarik adalah bukti transfer itu yang sejatinya akan mengantarkan pelapor (BS) ke penjara. Posisi BS di sini menjadi amat krusial, ketika sang whistle blower itu diharapkan bisa membuktikan kebenaran "nyanyianya.” Dengan demikian, borok sepakbola Indonesia terkait pengaturan skor di liga domestik  yang selama ini berada di ranah abu-abu akan terbuka secara terang benderang.

Karena, bukan rahasia umum lagi tatkala pertandingan sepakbola di Indonesia juga disusupi ulah mafia skor. Buktinya pada tahun lalu telah terjadi insiden “sepakbola gajah.” Ketika itu, pertandingan PSS Sleman melawan PSIS Semarang diwarnai aksi memalukan lewat lima gol bunuh diri yang sengaja dilakukan kedua tim.

Belakangan diketahui jika kedua klub yang berlaga di divisi utama itu sama-sama tak ingin menjadi juara Grup 1. Diduga kuat karena ingin menghindar dari Borneo FC di partai semifinal. Selain tim-tim tersebut, kini muncul Persidafon Jayapura dan Persegres Gresik United yang telah coba “digoyang” oleh oknum mafia skor di Indonesia.

Menurut Agus Yuwono yang pernah melatih kedua tim itu, sudah tiga kali ia menjadi target operasi percobaan pengaturan skor sepanjang karirnya. Agar tim asuhannya mengalah, Agus mendapat tawaran hingga Rp200 juta.

Pengalaman pertama Agus terjadi pada 2013 ketika masih menangani Persidafon. Tim asal Papua itu diminta mengalah dengan selisih dua atau tiga gol dari Persiwa Wamena pada partai Indonesia Super League (ISL). "Sehari sebelum pertandingan, saya ditawari Rp150 juta. Oknum itu meminta imbalan skor 0-3 atau 1-3. Saat menjelang pertandingan di Wamena, saya masih dihubungi dan ditambah imbalannya jadi Rp200 juta," ungkap Agus pada acara bertajuk: Testimoni Membongkar Mafia Bola, di Senopati, Jakarta, Rabu (17/6).

Setahun berikutnya, setelah hengkang dari Persidafon, Agus menjadi pelatih Persegres Gresik United dan ia kembali mendapat tawaran “kotor” dari oknum mafia skor, yakni BS. “Saya ditawari oleh mas Bambang Suryo uang Rp200 (juta), dan dipertemukan bosnya. Dia bos Bambang sekaligus bandar. Tapi, saya tidak mau," tegas Agus. Bahkan, ketika timnya melawan melawan Barito Putra pada ISL tahun lalu, Agus juga mendapat tawaran dengan nilai serupa supaya timnya kalah 0-3. Namun, Agus tegas menolak. Dia pun merasa janggal dengan kultur di Persegres. Sebab, ia dilarang untuk berdiri di pinggir lapangan ketika mengomandoi timnya bertanding.

Kekesalan Agus lantaran ancaman mafia skor yang pernah dialaminya dahulu, membuat dirinya paham mengenai teknis skenario pertandingan yang sudah diatur. Agus menyebut, trik pengaturan skor bermula dari kesalahan pemain dalam mengoper bola kepada rekannya. “Pemain ini pasti melakukan kesalahan, meski saya tidak tahu (ada pengaturan skor), secara kasat mata, secara teknis, saya sebagai pelatih pasti tahu. Ini kesalahan yang benar atau kesalahan yang dibuat-buat,” kata Agus.

Pemain itu, menurut Agus akan benar-benar mengoper bola bukan ke rekannya. Tapi, justru ke arah belakang sehingga lawan bisa lari menyerobot bola itu.

Namun Agus enggan menyebutkan pemain posisi mana yang biasa dibayar. Agus hanya menjelaskan posisi yang paling riskan untuk disuap guna mengatur skor, yakni kiper. Namun pemain di posisi lain juga sangat terbuka. Menurutnya, tingkat keteledoran kiper dalam menangkap bola yang paling sering dijadikan tameng kala pemain itu melaksanakan praktik “kotor” di lapangan. Jadi, posisi kiper menurutnya adalah peran paling rawan jika melihat seberapa jelas pengaruh mafia skor terhadap pemain. Bahkan, posisi lain seperti penyerang, pemain belakang, dan pemain cadangan juga posisi yang kerap melakukan kesalahan-kesalahan elementer yang “disengaja” itu.

Fakta yang dibeberkan Agus itu dilengkapi oleh Gunawan, mantan pelatih Persipur Purwodadi yang turut hadir pada acara Testimoni Membongkar Mafia Bola itu. Ia menyebut, pertandingan yang sudah diatur bisa dilihat dari menit tercetaknya gol. Gol rata-rata terjadi di atas menit ke-20 hingga muncul gol berikutnya di antara menit 80 sampai 90. Singkatnya, sejak kick off sampai menit 20, bagi tim yang sudah “diatur” tidak boleh kebobolan dan tidak boleh mencetak gol.

Ia mengakui tiap menit pertandingan berjalan hingga berakhir pertandingan telah diatur oleh pihak yang memberikan uang suap. Bahkan, jika gol-gol yang kebanyakan tercipta di lima sampai sembilan pertandingan ISL, punya jumlah gol dan menit yang sama, yakni di antara menit 25 hingga 85.

Seperti itulah trik pengaturan pertandingan oleh sindikat mafia skor yang mencederai sportivitas sepakbola di Indonesia. Di negara-negara Asia Tenggara, aksi memalukan tersebut, lebih parah lagi. Mereka mencoreng wajah persepakbolaan di Asia Tenggara dan melemahkan integritas ajang sekaliber SEA Games yang punya gengsi dan kebanggaan tersendiri. Di luar dugaan kasus match fixing, meski Timnas Indonesia tidak menang, namun publik sepakbola Indonesia perlu memberi apresiasi terhadap perjuangan keras Garuda Muda demi mengharumkan bangsa di ranah Asia Tenggara. Apalagi, mereka berjuang di tengah ketidakjelasan nasib kompetisi liga Indonesia saat ini.

Adhimas Faisal

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1095
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Polhukam
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 242
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
05 Mar 24, 08:18 WIB | Dilihat : 421
Anak Anak Abah Menghalau AI Generatif
22 Feb 24, 11:50 WIB | Dilihat : 316
Jalan Terjal Perubahan
18 Feb 24, 05:52 WIB | Dilihat : 271
Melayari Dinamika Kebangsaan dan Demokrasi
Selanjutnya