Juara YAA Agar Tingkatkan Kualitas Seni Visual Indonesia

| dilihat 2245

AKARPADINEWS.COM | REDBASE Foundation melalui kegiatan yang digagasnya, selalu berupaya mendukung perkembangan geliat seni para seniman muda berbakat. Salah satu kegiatan yang digagasnya adalah Young Artist Award (YAA).

Penyelenggaraan YAA, REDBASE tidak main-main. Dalam pemilihan dewan juri YAA, REDBASE merangkul beberapa ahli di bidang seni, khususnya seni visual, seperti Asmudjo Irianto, Anusapati, Heri Pemad, Edi Sunaryo, Cosmas Gozali, dan Nancy Tan.

Acara yang digagas oleh Nancy Tan, CEO dan Founders REDBASE Foundation, berhasil menarik perhatian para seniman muda Indonesia. Itu terlihat dari banyaknya peserta yang mengikuti ajang tersebut. Sebanyak 250 seniman muda berbakat melampirkan karya terbaiknya untuk mengikuti ajang YAA.

Dari sekian banyaknya peserta yang mendaftarkan karyanya ke ajang YAA, mengerucut 20 finalis yang karyanya berhasil memukau dewan juri. Dari 20 finalis itu kemudian tercetus lima nama yang berhasil menjadi juara pertama hingga ketiga.

Sebagai juara pertama ialah Anang Saptoto dari Yogyakarta. Pria lulusan Akademi Desain Visi Yogyakarta (ADVY) pada tahun 2005 tersebut merupakan salah seorang seniman dari Yogyakarta yang namanya tengah naik daun.

Sebagai seorang seniman, Anang dikenal akan teknik anamorphic dalam karya mural-muralnya. Salah satu karya muralnya telah menjadi commissioned work di Galeri Nasional Indonesia dan Singapura.

Sebelum mengikuti ajang YAA, pria kelahiran Yogyakarta pada tahun 1982 itu pernah mengikuti ajang Bandung Contemporary Art Award (BaCAA #2) di tahun 2012. Di ajang itu, Anang menjadi salah seorang finalis yang karyanya masuk ke dalam 25 Best Artworks. Prestasi tersebut menunjukkan dirinya sebagai seniman muda berbakat yang pada ajang YAA dapat memukau dewan juri melalui karyanya sehingga dapat meraih predikat juara pertama.

Lalu, pada juara kedua tercatat nama Argya Dhyaksa dari Bandung dan Rega Ayundya Putri dari Jakarta. Keduanya merupakan seniman muda yang patut diperhitungkan di masa datang. Argya merupakan seniman muda yang kritis dalam karyanya. Pria lulusan Jurusan Keramik, Fakultas Seni dan Desain, Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 2013 tersebut, mampu membuat karya yang kritis dengan pembawaan secara sinis, namun jenaka.

Selain itu, karyanya sempat mengikuti pameran bersama dalam beberapa pameran seni. Pameran bersama bertajuk “Neglected Ordinaries” yang diprakarsai REDBASE Foundation dan “Bipolarity/Multipolarity” oleh Langgeng Art Foundation pada tahun 2016, pernah diikutinya. Dengan melihat karyanya, penikmat seni dapat menangkap kritiknya yang cukup relevan dengan keadaan saat ini.

Juara kedua lainnya, Ayundya, juga memiliki ciri khas unik dalam karya-karyanya. Goresan lukisan dan sketsa perempuan kelahiran Surabaya tahun 1988 itu memiliki lapisan makna yang cukup dalam.

Lulusan Jurusan Patung, Fakultas Seni dan Desain, ITB tersebut juga pernah menjadi finalis Soemardja Art Award 2012 dan Anugerah Musik Indonesia’s Best Album Artwork. Perempuan yang telah merampungkan program magisternya di ITB pada tahun 2014 itu dapat dikatakan sebagai seniman perempuan yang bakal diperhitungkan di masa depan.

Sementara juara ketiga YAA diraih dua nama, yakni Dedy Shofianto dan Yudha Kusuma Putra. Keduanya dari Yogyakarta. Dedy dan Yudha menciptakan karya seni yang unik dan berkarater.

Karya Dedy cukup detil, dan tentunya menarik. Pria kelahiran Jambi tahun 1991 itu mampu menghadirkan imaji mekanikal dari bahan dasar kayu pada karyanya yang dikutsertakan dalam YAA. Kedetilan karyanya itu membuat siapapun yang melihat karyanya terbawa pada imaji jika karyanya hidup.

Pria lulusan Fakultas Seni jurusan Kriya Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada tahun 2015 itu pernah mendapat predikat Best Artwork pada Pameran Dies Natalies ISI Yogyakarta tahun 2013. Tak hanya itu, Dedy juga pernah menjuarai ajang Craft Prototype Design Competition pada Yogyakarta Art Festival tahun 2014.

Juara tiga lainnya, yakni Yudha, merupakan seorang seniman muda yang eksentrik. Lelaki yang karib disapa Fehung tersebut memiliki cara yang unik dalam menyampaikan makna dalam karya seninya.

Fehung memiliki beragam jenis karya seni dalam beberapa media. Lelaki kelahiran Magelang tahun 1987 tersebut dapat memadukan jenis karya instalasi dengan seni fotografi. Selain itu, Fehung yang merupakan lulusan Jurusan Fotografi, ISI Yogyakarta, pernah mengikuti beberapa kali program residensi seni.

Pertama, Fehung mengikuti program residensi pada tahun 2014 di Pesanggrahan Bumi Pemuda Rahayu, Yogyakarta. Sementara program residensi keduanya ialah di Pasang Air #1, Cemeti Art House, Yogyakarta, tahun 2015. Tahun berikutnya, dia mengikuti program Exchange program Open Contemporary Art Center Taiwan with MES 56 Indonesia.

Selain pernah mengikuti beberapa program residensi seni, Fehung juga pernah mengikuti berbagai macam pameran bersama. Di antaranya pameran yang baru saja diikutinya ialah pameran bersama REDBASE Foundation, bertajuk “Neglected Ordinaries”, pameran MES 56 bertajuk “Indonesia in SongEun” di Korea Selatan, dan pameran Historia Vitae Magistra bertajuk “Historia Docet” pada tahun 2016.

Dengan latar belakang prestasi tersebut, para pemenang YAA pantas ditasbihkan sebagai seniman muda berbakat. Kualitas mereka diarapkan dapat meningkatkan kualitas seni Indonesia. Melihat dan menikmati karya mereka, seakan berada di ruang imaji penuh dengan makna.

Muhammad Khairil

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 233
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 405
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 255
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 236
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 459
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 450
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 419
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya