Jakarta Melayu Festival 2016 di Ancol

Jangan Pernah Lelah Mencintai Melayu dan Indonesia

| dilihat 3876

Catatan Bang Sem

BOLEH jadi, bila Anda datang ke Ancol Beach City – Sabtu, 20 Agustus 2016 mendatang, Anda akan memperoleh suasana asyik pernuh makna dari musik dan budaya Melayu. Pada hari, tanggal, waktu dan tempat itu, Gita Cinta Production kembali menghelat Jakarta Melayu Festival (JMF).

Kali ini perhelatan kelima, setelah sebelumnya menyajikan JMF di Crown Hotel, Bidakara Ball Room, Teater Jakarta – Taman Ismail Marzuki, dan Hotel Sultan, Jakarta. Perhelatan di Ancol Beach City digelar gratis untuk seluruh khalayak. Dan, menurut Geisz Chalifah – maesenas Musik Melayu pimpinan Gita Cinta Production (GCP) – perhelatan di Ancol, sengaja membawa Melayu ke pantai.

Dalam banyak hal, musik Melayu memang karib dengan pantai. Khas sepanjang jaziratul mulq, dari wilayah Patani, Malaka di Semenanjung Malaysia, Sumatera sampai Maluku. Keputusan menghelat acara ini di pantai juga relevan dengan mimpi besar menjadi Indonesia sebagai poros maritim dunia, meski ‘dinodai’ dengan kebijakan keliru tentang reklamasi pantai utara Jakarta.

Malam itu, Anda boleh berharap, dapat menikmati tembang penuh makna, Lancang Kuning (dari Riau) : Lancang Kuning../ Lancang Kuning berlayar Malam / Hai.. berlayar malam / Haluan menuju ke laut dalam / Kalau nahkoda../ Kalau nahkoda tidaklah paham / Alamatlah kapal / Alamatlah kapal akan tenggelam //

Tembang ini memberi isyarat tentang leadership, kepemimpinan. Bisa kontekstual dengan kepemimpinan negara bangsa yang sedang mengarungi era globalisasi yang luas dan ‘dalam,’ dengan beragam fenomena – termasuk anomali dinamika kehidupan politik – ekonomi nasional – regional – global. Pun selaras dengan tema pergelaran kali ini : Daulat negeri, 71 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.

Selain pada basis musikalnya yang memilin harmonis ritme dan melodi, musik Melayu punya daya besar sebagai inspirasi bagi insan yang dinamis. Benar kata intelektual visioner Indonesia, Anies Baswedan, syair musik Melayu bisa merasuk ke dalam alam bawah sadar kita.

Dalam jumpa pers di Rumah Makan Pempek Kita – Tebet Timur, Rabu (1/8/16), saya simak pandangan Anies, bahwa kekuatan musik Melayu itu ada pada syair yang banyak mengirimkan pesan moral, kehidupan, dan keindahannya. Saya menangkap kesan pernyataan Anies, itu dengan kalimat: daya musik Melayu ada pada syair  dan irama yang mengandung artistika, estetika, dan etika.

Artinya, seperti kata Anies, bukan saja iramanya mengandung harmoni dan ‘nyambung’ dengan ekspresi rasa kita, tapi juga pesan-pesannya yang disampaikan. Jadi, wajar, bila Anies berharap, dari FMJ ke V ini, akan terkirim pesan-pesan kehidupan untuk masyarakat Indonesia.

Pernyataan Anies relevan dengan pandangan Ferry Mursidan Baldan – pecinta musik Melayu dan musik Indonesia – yang konsisten. Pada acara jumpa pers itu, Ferry menyatakan, musik Melayu merupakan identitas asli bangsa Indonesia.

Menurut Ferry, Melayu itu identitas keindonesiaan. Jadi, dengan menampilkan lagu-lagu Melayu kita menunjukkan pada siapapun rasa cinta untuk negerinya. Sebelumnya, dalam wawancara dengan ‘rising star’ Musik Melayu, Nong Niken Astri di tempat yang sama, beberapa bulan lalu, Ferry menyatakan: “Melayu itu jiwa, seperti apa jiwamu, seperti itu identitasmu.”

Perhelatan JMF menjadi bermakna dan patut dipujikan, karena telah memberi pentas yang konsisten atas pergelaran musik Melayu, sekaligus memfasilitasi ‘ruang' untuk belajar, bagaimana memahami dan mengenali cara mewujudkan harmoni dalam dimensi yang lebih luas.

Dimensi insaniah sekaligus dimensi kebangsaan. Dan pergelaran semacam ini menjadi penting, lantaran, seperti kata Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon – banyak anak-anak (kaum belia) negeri ini yang meninggalkan musik asli Indonesia ini.

Akibatnya, kata Fadli Zon, musik Melayu tidak lagi menjadi tuan di negeri sendiri. Banyak anak-anak Indonesia tak tahu musik Melayu. Padahal -- seperti ujaran Ferry Mursidan Baldan --, menurut Fadli Zon, Musik Melayu merupakan musik yang menjadi identitas sangat penting, sehingga keberadaannya di tanah air Indonesia harus terus didukung. (Baca, Musik Melayu Identitas Bangsa)

Ketika masih menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dalam suatu perhelatan musik Melayu di Grand Hotel Kemang – Jakarta Selatan, Anies menyampaikan cara menjadikan musik Melayu kembali eksis sebagai tuan rumah di negeri sendiri dan di negeri orang. Yakni, pembiasaan mendengar dan menikmati musik Melayu kepada anak-anak dan keluarga. ( Baca, Forum Melayu Bangkit : Semarak dan Original)

Kala itu Anies mengatakan, minimal di rumah dan mobil kita ada compact disc (CD) lagu Melayu yang diputar dan bisa didengarkan anggota keluarga. Sebagai salah satu putera terbaik Indonesia, Anies konsisten dengan sikap dan pandangannya tentang kebudayaan, termasuk budaya Melayu di dalamnya.

Pada jumpa pers, itu Anies kembali mengingatkan kita, termasuk pemerintah, wajib terus mendukung kebudayaan kita. Dukungan itu, menurut Anies, harus lebih dari sekadar doa. Antara lain dengan meningkatkan, sumberdaya-nya.

Jumpa pers yang dipandu penyanyi cerdas Fryda Lucyana, itu marak dihadiri para juruwarta dan jurnalis foto. Tampak di sana pemerhati musik Indonesia Bens Leo, musisi Vico Amigos, dan aktivis Bursah Zarnubi. Tentu, tampak pula Darmansyah, Fahad Munif, Nong Niken Astri, Kiki Ameera, Butong, dan lainnya.  Penyanyi dan musisi yang akan merayakan daulat negeri dengan musik dan budaya Melayu.

Mereka, akan menyemarakkan panggung 20 Agustus 2016 bersama Iyeth Bustami, Hendri Lamiri, Amigos Band, Tom Salmin, dan diiringi Anwar Fauzi Orchestra. Tahun 2014 dalam perhelatan JMF di Taman Ismail Marzuki, Anwar Fauzi membuktikan sosoknya sebagai musisi dan komposer yang patut dibanggakan di dunia musik Indonesia.

Lepas dari itu, komposisi asal (daerah) pengisi acara JMF V – 2016 saja, sudah menunjukkan ke-Indonesia-an.

Di Group Whats App – JMF 2016, Nong Niken Astri – penyanyi dan pemandu acara televisi, menulis: “Ada apa dengan Indonesia setelah 71 tahun? Bagaimana daulat pemerintahannya? Banyak fenomena yang terjawab melalui konferensi pers hari ini.”

Menggelitik, Niken menyebut Anies, Fadli Zon, dan Ferry adalah para pemimpin negeri, “..Mereka tidak akan pernah di-reshuffle dari Melayu, sebab banyak hal yang disumbangkan untuk pelestarian budaya dan musik melayu, bukan hanya sekedar ide, tapi bentuk nyata.”

Niken berkomentar tentang Fadli Zon. “Saya harus angkat topi terhadap referensi Melayu beliau yang cukup kaya. Bahkan beliau banyak tergabung dalam lembaga Melayu. ... Kumpulan data tentang Melayu-nya membuat saya terpana dan ingin banyak belajar lagi tentang akar Indonesia.”

Fadli Zon memang sohor sebagai seorang yang konsisten merawat budaya. Salah satu bukunya yang menarik adalah tentang maestro musisi Indonesia, Idris Sardi. Fadli tak hanya membangun perpustakaan di Pejompongan – Jakarta, dia juga membangun rumah budaya yang memikat di Padang Panjang, sekaligus membantu pembangunan Rumah Puisi Taufik Ismail di sebelahnya.

Niken memberi catatan kunci tentang apa yang pernah dinyatakan Anies ketika dia wawancarai saat memandu pentas musik Melayu di Grand Hotel Kemang.

Anies - dalam catatan Niken - menyatakan, “Untuk menjadi pemenang, yang diubah itu bukan permukaan, tapi dasarnya. Untuk membuat anak suka terhadap musik Melayu jangan paksa mereka mendengar musik Melayu saat dewasa, tapi perdengarkan mereka musik itu sejak dini, sehingga ketika besar dia terbiasa dan tidak meremehkan. Nantinya, proses itu bukan (hanya) melestarikan tapi membangun.”

Dan Geisz Chalifah, adalah anak muda, aktivis, dan anak muda Indonesia yang konsisten memuliakan harkat – martabat Melayu. Sangat wajar, bila kita seperti Nong Niken Astri menulis : “Salute Bang Geisz Chalifah! Bisa mengumpulkan orang yang susah dijumpai oleh masyarakat biasa namun begitu akrab dalam nuansa Melayu itu tidak mudah.” Sebelum jumpa pers, para tokoh 'masa depan' Indonesia itu (Anies, Ferry, Fadli Zon) menikmati pempek, salah satu kuliner - produk budaya Melayu dari Palembang.

Lebih dari itu, kita salut pada Geisz, karena tak pernah lelah mencintai Melayu, mencintai Indonesia. JMF 2016 adalah tanda nyata kecintaannya dan kecintaan kita terhadap Melayu dan Indonesia. | 

Editor : sem haesy | Sumber : GCP - JMF
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 714
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 871
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 823
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Energi & Tambang