Iis Dahlia

| dilihat 1617

Nota Bang Sém

Setelah nyaris tiga dasawarsa tak sua, Sabtu (26/8/23), saya jumpa Iis Dahlia (Isda), usai pergelaran Jakarta Melayu Festival (JMF) di Ancol Beach City International Stadium, Jakarta Utara.

Didampingi suaminya, Capt. Pilot Satrio Dewandono, masih yang saya kenal dulu. Hangat dan rame, tanpa kehilangan rasa santunnya. Demikian juga halnya dengan Satrio yang kalem dengan integritas dirinya.

Saya jumpa sekali lagi dengan meka berdua, Selasa (12/9/23) di Al Jazeerah Signature. Saya menyaksikan Iis bernyanyi di atas stage sederhana tempat Serojacoustic menyajikan musik-musik Melayu.

Saya senang beroleh kabar, Salshadilla Juwita - puteri sulungnya merantau untuk besekolah di Inggris. Artinya, Isda mewujudkan komitmennya sebagai ibu yang melihat pendidikan anak sebagai cara bertransformasi.

Ketika tampil di ajang Jakarta Melayu Festival 2023 yang sudah digelar untuk kesebelas kali, saya menikmati seluruh penampilannya.

Bersama Anies Baswedan - salah seorang insiator JMF, Prof. Endang Caturwati - Guru Besar Ilmu Seni Pertunjukan - Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Hanifah Husein FM Baldan - tokoh aktivis perempuan, Pola Alphan - guru / instruktur vocal di sekolah vokasi seni Bandung, dan beberapa aktivis perempuan lain, kami menikmati performa Isda.

Dialektika Musikal

Sebagai penyanyi, bintang panggung yang berkelas, Isda menghadirkan sosoknya sebagai seorang profesional yang merambah karir melintasi jalan ke puncak karir yang tak mudah.

Ketika mendendangkan lagu Melayu 'Kecewa' karya Husein Bawafie dengan gaya jazzy, Isda menghadirkan dirinya utuh sebagai artist (seniman) yang memang piawai.

Ia memberi nilai perfomanya yang sangat hidup, melalui kolaborasi dengan seluruh musisi Seroja Big Band -- khasnya dengan Anwar Fauzi, Hendri Lamiri, Butong, Tom Salmin dan lain-lain -- yang mengiring performanya.

Isda yang kemudian dikenal sebagai diva dangdut, punya taste musikal yang tinggi. Lepas dari gimmick performanya, Isda melakukan dialektika musikal, dan menghadirkan lagu dalam keutuhan nilai artistik, estetik, dan etik.

Isda tak sekadar bernyanyi. Pun, ketika dia mendendangkan lagunya bertajuk 'Ditinggal Kekasih' karya Munif Bahasuan dengan beat yang terjaga. Malam itu ia menunjukkan pula daya tafsirnya yang khas atas lirik lagu dengan perspektif Melayu.

Bagi Isda, mendendangkan lagu Melayu bukan sesuatu yang baru. Dia pernah menerbitkan album lagu-lagu Melayu karya Said Effendi, Mashabi, Ali Alatas, Munif Bahasuan, Husein Bawafie, A. Chalik, dan Ellya.

Isda karib dengan lagu-lagu Melayu: Di Ambang Sore, Fatwa Pujangga, Timang-Timang, Ratapan Anak Tiri, Beban Asmara, Harapan Hampa, Pergi Tanpa Pesan, Harapan Hampa, Renungkanlah, Ditinggal Kekasih, Bulan Purnama, Halimun Malam, serta Dosa dan Siksa. Ia juga mendendangkan lagu Seroja.

Transformasi Sosio Budaya

Bahkan, Isda bermain dalam film seri televisi Seroja dengan sentuhan sosio budaya Melayu yang sangat kental di bawah arahan sutradara M. T. Risyaf (Taba), sutradara film 'Nagabonar.'

Dalam film seri televisi 'Seroja' dengan setting masa penjajahan Jepang dan mengambil lokasi di Pontianak (Kalimantan Barat),  ini Isda menjadi primus role. Dia berinteraksi seni peran dengan aktris senior Shinta Mu'in.

Menyaksikan Isda mendendangkan 'Kecewa' dan 'Ditinggal Kekasih' pada JMF 2023 malam, itu menunjukkan dia memang sosok yang konsisten di jalurnya. Paling tidak, dia menghadirkan dirinya sebagai penyanyi yang mampu mengalir dalam proses transformasi sosio budaya.

Isda terbilang penyanyi dari generasi budaya elektronik (berbasis teknologi transistor) yang mampu beradaptasi dalam transformasi menuju budaya konseptual (berbasis teknologi digital).

Konsistensinya dalam mengikuti geliat transformasi tersebut, akan memungkinkan dia mampu beradaptasi dengan hadirnya artificial intelligent (AI), generate artificial intelligent (GAI), era Society 5.0 yang ditandai dengan internet of think.

Isda (demikian juga halnya dengan Cici Faramida dan Ikke Nurjanah) dalam ingatan saya, merupakan bagian inti dari slagorde penyanyi dangdut yang sadar memperjuangkan musik dan lagu dangdut sebagai salah satu identitas budaya Indonesia.

'Kanda' - 'Pinang Aku'

Saya masih ingat, Isda bersama Camelia Malik, Evie Tamala, Manis Manja Group, Cici Faramida, Ikke Nurjanah, Machicha Mochtar, memainkan peran khas sejak Semarak Dangdut (1995) menawarkan konsep pertunjukan panggung terbuka berkelas global.

Kala itu pergelaran berlangsung di Ancol juga, yang kini menjadi sirkuit E-Formula, beberapa meter saja dari lokasi JMF 2023 digelar.

Sebelumnya, Isda bersama Camelia Malik dan Marakarma pernah 'menggoyang' panggung di Stadium Merdeka Kuala Lumpur dan bersama Kris Dayanti menguatkan diplomasi budaya Indonesia - Vietnam di Hanoi. Saya ada bersama Isda, kala itu.

Pernikahan Isda dengan Satrio, menurut saya, juga merupakan titik awal raising line perjalanan karirnya sebagai sesungguh artist. Pernikahan keduanya ditandai dengan tawaran konsep musikal yang memadukan beat Melayu dan pop Barat, lewat dua lagunya: 'Kanda' dan 'Pinang Aku.'

Tak salah bila Prof. Endang menyebut, Isda salah satu penyanyi -- yang dikenal sebagai diva dangdut -- dengan taste yang mampu menguatkan perubahan konstelasi dangdut di era digital.

Atau, dalam istilah Geisz Chalifah - inisiator dan produser JMF, Isda merupakan satu di antara sedikit diva yang sadar menempa generasi baru dalam proses kaderisasi penyanyi dangdut. Teruslah 'gelisah' seperti pesan dalam lirik lagu 'Halimun Malam.' Sukses senantiasa, Isda ! Jangan lelah berinovasi ! |

Editor : delanova
 
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 243
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 413
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 261
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 231
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 331
Cara Iran Menempeleng Israel
Selanjutnya