MALAYSIA

Tun M Tiada Banding Tiada Tanding

| dilihat 983

Sém Haèsy

Proses perjalanan -- bila tak hendak disebut sebagai perubahan -- politik, tidak akan menjadi menarik perhatian, bila tak ada Tun Dr. Mahathir Mohammad.

Kakek yang tak lama lagi akan berusia 95 tahun, ( Lahir di Alor Setar - Kedah, 10 Juli 1925) itu menjadi penentu perjalanan penyelenggaraan negara dan pemerintahan, ketika para politisi sibuk dengan dirinya sendiri memperebutkan kekuasaan.

Beberapa hari terakhir (23 - 25 Februari 2020), dokter yang politisi dan pengeritik paling tangkas di Malaysia, menciptakan lagi sejarah perubahan politik yang menghenyakkan Malaysia. Bahkan mengejutkan di berbagai belahan dunia, karena pemberitaan yang luas.

Senin, 24 Februari 2020 tengah hari, Tun M -- begitu dia biasa dipanggil -- menyampaikan surat pengunduran dirinya sebagai Perdana Menteri Malaysia ke 7 (8 Mei 2018 - 24 Februari 2020). Ini, kali kedua Tun M menjabat jabatan pemerintahan tertinggi di Malaysia, yang mencengangkan dunia, setelah sebelumnya memangku jabatan itu (16 Juli 1981 - 30 Oktober 2003).

Tun hanya beberapa jam saja menjadi 'mantan Perdana Menteri' untuk kedua kalinya, setelah Raja Yang Dipertuan Agong Malaysia XVI, Al Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah Ibni Almarhum Sultan Haji Ahmad Shah Al-Musta'in Billah, menerima pengunduran dirinya.

Ketika Agong menerima pengunduran dirinya, kabinet Pakatan Harapan yang dipimpinnya pun berakhir. Kekuasaan koalisi Pakatan Harapan yang dipimpinnya -- setelah proses rekonsiliasi politik yang menakjubkan dengan mantan wakilnya Anwar Ibrahim - Presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR), musuh bebuyutannya Lim Kit Siang - pemimpin senior Democratic Action Party (DAP), dan perutuknya Muhammad Sabu (Mat Sabu) - Partai Amanah Negara (Amanah). Tun M sendiri berada di dalam dan memimpin koalisi, itu karena mendirikan dan memimpi Partai Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu) yang didirikannya menjelang Pilihan Raya Umum (PRU) ke 14.

Koalisi Pakatan Harapan (PH) yang dipimpin Tun M berhasil memenangkan (PRU) ke 14 - 9 Mei 2018 dan berhasil menumbangkan kekuasaan koalisi Barisan Nasional (BN) yang berkuasa lebih enam dekade.

Tun M pernah memimpin koalisi BN sekaligus memimpin UMNO (United Malay Nation Organization) yang menjadi lokomotif koalisi BN.

Tiada tanding

Kiprah politik Tun M tak ada tanding di Malaysia. Tahun 1969, Tun M menyampaikan berbagai pernyataan kritis terbuka kepada Perdana Menteri Tunku Abdul Rachman. Ketika pernyataannya mendapat teguran, Tun M membuat surat terbuka 17 Juni 1969 dari Alor Setar. Tak hanya menyampaikan kritik, Tun M juga mendesak Tunku Abdul Rachman mundur sebagai Perdana Menteri dan Ketua UMNO.

Sikap Tun M lugas, dia melihat sikap dan tindakan Tunku Abdul Rachman telah menimbulkan kekacauan dan akhirnya dapat mengguncang situasi negara, sekaligus akan menjadi penyebab kekalahan UMNO dalam Pilihan Raya Umum.

Musyawarat Majelis Tinggi UMNO (12 Juli 1969) membahas surat terbuka itu. Tun Razak yang memimpin UMNO meminta Tun M menarik surat itu dan meminta maaf kepada Tunku Abdul Rachman, tapi Tun M tidak bersedia. Tun Dr. Ismail mengkonfirmasi, dan Tun M tetap menolak. Akhirnya Majelis Tinggi UMNO memecat Tun M.

Tun M merasa dikucilkan, karena tak seorangpun mau berkunjung lagi ke rumahnya. Penyimpan dan penerbit surat terbuka Tun M, diancam penjara setahun dengan denda sekaligus.

Lantas terjadi pemberontakan 30 Mei 1969 dan UMNO menang tipis dalam Pilihan raya 1969. Prediksi Tun M menjadi realitas.

Tahun 1971, dua tahun sesudah Tun M menulis surat terbuka, Tunku Abdul Rachman meletakkan jabatannya. Tun Razak menggantikan, dan sebagai Presiden UMNO meminta Tun M kembali ke UMNO. Tun M didukung kuat oleh Datuk Harun Idris (Menteri Besar Selangor).

7 Maret 1972, Tun M kembali ke UMNO dan selepas Pilihan Raya 1974 dilantik oleh Tun Razak sebagai Menteri Pelajaran. Tun dikesankan sebagai anak emas Tun Razak.

Ketika Tun M menjabat sebagai PM menggantikan Tun Hussein Onn, Tunku Abdul Rachman paling keras mengeritiknya. Tapi Tun M tak pernah menafikan Tunku sebagai Bapak Kemerdekaan Malaysia.

Beragam julukan pernah dialamatkan kepada Tun M, termasuk julukan sebagai 'Fir'aun,' yang menaikan dan menurunkan para timbalannya: Musa Hitam, Ghafar Baba, Anwar Ibrahim, Abdullah Badawi, dan juga Mohammad Najib.

Bahkan, Tun terkesan, menaikkan dan menurunkan dirinya sendiri dari jabatan PM maupun jabatan lain. Baik atas persetujuan rakyat (melalui PRU) maupun melalui Raja Yang Dipertuan Agong, seperti yang dialaminya pada Senin, 24 Februari 2020.

Membuka mata Hati

Selasa, 25 Februari 2020 ketika para politisi Malaysia masih kasak-kusuk tentang apa yang bakal terjadi, Tun M kembali ke kantornya di Putrajaya yang mulai dibangun semasa kepemimpinannya.

Dia terkesan tak hirau dengan hiruk pikuk para politisi itu, termasuk tak ambil peduli dengan sejumlah petinggi partai Bersatu yang dibentuknya, yang menurut orang dekatnya -- Datuk Kadir Jasin - Penasihat Media dan Komunikasi Tun M -- datang menjumpai di kediaman pribadinya di Sungai Besi.

Dalam blog-nya, Datuk Kadir menulis, pagi pertama sebagai PM interim, yang dilakukan Tun M adalah menerima para petinggi partai Bersatu, yang datang tanpa direncanakan.

Para petinggi itu memohon Tun M mencabut keputusannya mengundurkan diri dari posisinya sebagai Pengerusi (Ketua Umum) Partai Bersatu. Tapi Tun M menolak, karena dia merasa mayoritas anggota Majelis Pimpinan Tertinggi partai itu 'mendengar lebih bajak sekretaris politiknya' katimbang dirinya.

Pada pertemuan hari Ahad (23 Februari 2020) mayoritas anggota Majelis Pimpinan Tertinggi partai Bersatu, mengabaikan penjelasannya tentang mandat luas yang diberikan Dewan Kepresidenan Pakatan Harapan kepada dirinya (Jum'at, 21 Februari 2020).

Pada pertemuan hari Ahad, itu menurut Kadir Jasin dalam tulisan di-blog-nya, Tun M menegaskan, para petinggi partainya tidak memaksanya meninggalkan prinsipnya dan mengingkari janjinya (untuk menyerahkan kekuasaan kepada Datuk Sri Anwar Ibrahim setelah KTT APEC November).

Menurut Datuk Kadir Yasin, ada hal yang jauh lebih penting dan lebih mendesak saat ini sebagai prioritas Tun M, yakni mengelola ekonomi, memantapkan pasar modal, dan melanjutkan paket stimulus ekonomi yang diusulkan.

Selebihnya, ketika kembali ke ruang kerjanya di Kantor Perdana Menteri Putrajaya, yang pertama dilakukannya adalah berkonsultasi dengan pegawai negeri sipil terkemuka dan bertemu para pemimpin partai politik utama. Terutama, karena kini dia sendirian memimpin pemerintahan, tanpa kabinet.

Tun M, menurut Datuk Kadir Yasin, juga memandang perlu menjumpai para pemimpin partai politik utama yang dapat membantunya memahami dengan lebih jelas, sejauh mana dukungan yang pernah mereka sampaikan, adalah nyata.

Tun M memang perlu melihat dengan lebih jernih, apakah mereka yang mendukung sungguh ingin dia memimpin pemerintahan dan pengelolaan negara, atau hanya sekadar ingin musuh mereka memenangkan Pilihan Raya Umum ke 15, untuk menjadi Perdana Menteri.

Tun M mempunyai wewenang memberikan saran kepada Raja (Agong) yang sedang mewawancarai 221 anggota parlemen, lintas partai untuk mendapatkan gambaran kongkret tentang siapa yang sungguh memperoleh dukungan mayoritas. Artinya, dia punya wewenang mengusulkan siapa yang dia anggap pantas dan patut menggantikannya.

Yang pasti, Tun M sangat tegas, bahwa dalam pemerintahannya atau pemerintahan penerusnya, tidak boleh masuk mereka yang masuk kategori penjahat, kleptokrat, dan mereka yang bermental.

Ketegasan tentang kriterium itu, boleh jadi akan harus menjadi pertimbangan seluruh petinggi partai yang telah menyatakan secara terbuka atau tertutup dukungan baginya.

Keputusan Tun M mundur dari jabatan sebagai PM dan kemudian masuk kembali ke kantornya sebagai PM interim, telah menjaring UMNO dan PAS yang mendesak agar parlemen dibubarkan. Artinya, mereka mendesak Raja dan PM interim menyelenggarakan Pilihan Raya Umum ke 15 yang dipercepat.

Tun M sudah memberikan pelajaran sangat penting bagi seluruh politisi Malaysia, bagaimana berdemokrasi, yang tak hanya memperebutkan kekuasaan.

Tun M tiada tanding, tiada sanding, tiada banding. Kakek berusia 95 tahun, itu membuka mata hati bagi siapa saja yang sungguh hendak menjadi politisi berkelas.. |  

Editor : Web Administrator | Sumber : berbagai sumber
 
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 423
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 995
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 231
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 707
Momentum Cinta
Selanjutnya
Energi & Tambang