Prediksi Silvia Federici tentang Palestina, menemukan kenyataannya. Lebih dua dekade lampau (April 2002), saat menyampaikan ceramahnya di Socialist Scholars Conference, aktivis feminis yang tinggal di New York - Amerika Serikat, ini mengatakan : "Palestina adalah dunia, dan darah yang ditumpahkannya — akibat senjata dan bantuan keuangan yang diberikan oleh Amerika Serikat kepada Israel —akan menimpa kita juga."
Lihatlah, agresi militer zionis Israel (dengan bantuan sekutunya) atas Palestina selama tujuh dekade yang mengalami 'rising action' sejak Oktober 2023 -- dan memakan puluhan ribu nyawa manusia tak berdosa, khasnya anak-anak, perempuan, dan orang tua lanjut usia -- sebagai penjajahan biadab anti kemanusiaan menuju genosida telah memantik kemarahan semesta.
Gelombang aksi pro Palestina yang digerakkan mahasiswa dan kalangan terdidik kian hari kian merambah ke seluruh dunia. Bahkan kali ini, bermula dari Amerika Serikat dan Eropa.
Gugurnya syuhada Ismail Haniyeh, pemimpin Biro Politik HAMAS - sayap militer Palestina di Teheran, Iran tak lagi menjadi nestapa, melainkan bara api perlawanan rakyat Palestina dan seluruh umat manusia yang beradab untuk merutuk dan membalas zionis Israel dan sekutunya.
Kala Palestina secara terencana, sistemik dan massif dihapus dari peta dunia, serempak di kota-kota besar dan nyaris seluruh wilayah negara-negara dunia, bendera Palestina berkibar. Bahkan dalam bentuk bendera raksasa.
Para hakim Mahkamah Internasional di Den Haag - Belanda yakin dan tegas menyatakan zionis Israel adalah penjajah, dan pemimpinnya Benjamin Netanjahu sebagai penjahat perang. Zionis Israel harus hengkang dari tanah Palestina dan Netanjahu harus ditangkap dan dijebloskan ke penjara.
Perlawanan para pengunjuk rasa pro Palestina yang tak henti meneriakkan yel yel, "Free Free Palestine" dan "Viva Palestine" bergerak dan berderak menunjukan simpati, empati, respek dan cinta mereka kepada Palestina. Mereka menghadapi polisi dan pasukan pengamanan, seperti di Amerika Serikat dan Eropa laiknya rakyat Palestina menghadapi penjajah zionis Israel.
Takdir Anak-anak Kita
Nyaris tak ada ruang dan waktu yang kosong untuk bergerak serempak menghidupkan ghirah dan gairah perlawanan Palestina, tanpa kecuali pesta olahraga dunia Olimpiade Paris 2024 yang kehilangan pesona.
Di Inggris Raya dan Perancis, partai dan politisi pro Palestina mendapat kemenangan dalam Pemilihan Umum untuk menggantikan rezim sekutu zionis Israel.
Presiden AS Joe Biden terdesak menghadapi pandangan kritis sejumlah senator (pendukungnya) untuk menolak permintaan zionis Israel yang mengemis bantuan militer sebesar 1 miliar dolar AS. Zionis Israel mengemis bantuan itu untuk kepentingan "mengisi ulang" sistem intersepsi rudal 'iron dome,' serta membeli amunisi untuk angkatan udara Israel. Biden juga akan menghadapi 'arus besar internasional,' di berbagai belahan dunia, termasuk dari kalangan Yahudi Ortodox yang mengecam tindakan brutal rezim teroris radikal Benjamin Netanjahu.
Perlawanan demi perlawanan terhadap kepongahan AS yang terus menerus mendukung kejahatan zionis Israel, tak akan pernah surut. Karena perlawanan tersebut merupakan ekspresi keberadaban dan kemanusiaan yang berdampak terhadap seluruh aspek kehidupan kita.
Persis seperti diprediksi Federici lebih dua dekade lalu tersebut: "Ini adalah takdir kita dan takdir anak-anak kita, jika kita tidak melawan dan jika kita menolak untuk menjadi pemukim, penjaga, polisi... Rakyat Palestina sedang menjadi martir, tetapi kita menipu diri sendiri jika kita berpikir bahwa penghancuran komunitas mereka dan pengusiran mereka dari tanah mereka tidak akan berdampak pada kehidupan kita."
Menurut Federici, Invasi Israel ke Palestina adalah tindakan agresi yang sangat serius sehingga hampir mustahil baginya untuk berbicara tentang hal lain. Ketika penduduk enam kota dan banyak desa disiksa setiap hari di depan seluruh dunia, dan ketika mereka yang melakukan kejahatan ini diberikan kekebalan total, maka kita harus berhenti dan berbicara karena standar baru sedang ditetapkan mengenai apa yang diizinkan secara internasional, yang membahayakan kita semua.
Federici mengemukakan, "Poin pertama saya adalah bahwa kita harus menentang agresi ini, kejahatan perang Israel ini, dengan cara apa pun yang kita bisa dan ada banyak hal yang dapat kita lakukan karena uang kitalah yang membayarnya. Tanpa Amerika Serikat, Israel bahkan tidak dapat berfungsi secara ekonomi, apalagi memiliki tank untuk menduduki setiap jalan di Palestina.
Kolonisasi Baru
"Pada saat yang sama, kita tidak boleh membuat kesalahan dengan berpikir bahwa situasi di Palestina itu unik. Palestina saat ini adalah gambaran dari apa yang, dengan cara yang berbeda, sedang terjadi di seluruh dunia.
"Invasi Israel ke Palestina adalah contoh klasik penaklukan kolonial. Bahkan, pembentukan negara Israel merupakan bagian dari kolonisasi Inggris di Timur Tengah. Hal ini diakui oleh Sharon ketika ia mengatakan kepada presiden Prancis, Chirac, tiga minggu lalu (2002) bahwa: Palestina adalah Aljazair kami, dengan perbedaan (tambahnya) bahwa kami akan tetap tinggal.
Kolonisasi baru dalam pandangan Federici sedang berlangsung kembali. Hubungan kolonial yang sama telah diberlakukan kembali oleh Eropa dan AS di setiap bagian bekas dunia kolonial, kali ini atas nama krisis utang, globalisasi atau perang terhadap narkoba” dan, baru-baru ini, perang terhadap terorisme.
Lugas Federici mengatakan, "Slogannya berubah tetapi tujuan dan konsekuensinya sama: mencabut penduduk lokal, mengubah mereka menjadi pengungsi, menjadi tenaga kerja murah untuk pasar global, merampas sumber daya mereka, tanah mereka, aset mereka, minyak mereka, air mereka, tenaga kerja mereka, baik dengan menggunakan tank dan pemboman atau melalui perjanjian perdagangan, program penyesuaian struktural, devaluasi mata uang, semua cara untuk melancarkan perang terhadap rakyat dan tanah mereka."
Itulah sebabnya, tidak mengherankan, kebijakan destruktif yang sama yang diterapkan Israel di Palestina, dengan penggunaan kekuatan mematikan melalui perampasan tanah, perluasan pemukiman, pencurian air, dan sekarang penghancuran sistematis setiap infrastruktur (seperti pipa air, jalan, pembangkit listrik, saluran pembuangan, sekolah, rumah) juga sedang diterapkan, dengan hasil yang sama, di Afrika, Asia, Amerika Latin.
Apa yang dihancurkan oleh IDF di Israel, di banyak negara Afrika, ungkap Federici, dihancurkan oleh Bank Dunia, IMF (Dana Moneter Internasional) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Di Palestina, tank-tank Israel yang menghancurkan sekolah dan rumah. Di Afrika, ada penyesuaian struktural, pemotongan dana sektor publik, devaluasi mata uang, tetapi dampaknya sama. Di Palestina, orang sakit, yang terluka, wanita yang melahirkan tidak dapat pergi ke rumah sakit karena orang Israel menembak mereka. Di Afrika, orang tidak dapat pergi ke rumah sakit, bahkan tanpa peluru Israel–meskipun Israel telah menimbulkan kekacauan di Afrika juga, mendukung setiap diktator, dari Mobuto hingga rezim apartheid kulit putih Afrika Selatan.
Kapitalisme Memerangi Rakyat
Dalam kedua kasus tersebut, hasilnya adalah populasi pengungsi, pengalihan tanah dari penduduk lokal ke kekuatan kolonial baru, memajukan dan melindungi kepentingan modal internasional.
Membandingkan peran pemerintah Israel dan tentara Israel dengan peran Bank Dunia, IMF, dan WTO, menurut Federici, bukanlah untuk meremehkan apa yang sedang terjadi di Palestina atau mengecilkan gravitasinya, tetapi untuk menunjukkan kesinambungan antara perang dan kebijakan ekonomi dan antara agresi Israel terhadap Palestina dan banyak perang yang sekarang berdarah-darah di dunia.
Mutakhir (12/3/24) dalam pandangannya di PM Press Blog, Federici mengemukakan, Presiden Bush telah mengumumkan bahwa lima puluh negara ada dalam daftar pemerintah AS sebagai kandidat untuk pemboman. Namun pada kenyataannya jumlah yang sama telah mengalami peperangan Amerika selama dua dekade terakhir, sedemikian rupa sehingga akan membutuhkan waktu puluhan tahun bagi mereka untuk mendapatkan kembali beberapa derajat kenormalan.
"Pikirkan Chili, Guatemala, El Salvador, Nikaragua, Mozambik, Angola, Panama, Yugoslavia, Afghanistan. Banyak dari negara-negara ini telah begitu hancur sehingga mereka sekarang tidak berfungsi secara ekonomi atau telah ditempatkan di bawah perwalian PBB," serunya.
Dikemukakannya, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kita tengah menyaksikan proses rekolonisasi baru yang luas, dengan Palestina sebagai ladang percobaan.
Di AS juga, peperangan merupakan hal yang biasa dengan penahanan massal pemuda kulit hitam dan Latin, penggunaan hukuman mati terutama terhadap orang kulit hitam, dan serangan terhadap layanan kesehatan, perumahan, ketentuan kesejahteraan, imigran pria dan wanita.
Intelektual aktivis, ini juga dengan terus terang mengemukakan, "Kapitalisme sedang melancarkan perang terhadap rakyat dunia, perang yang merampas semua sarana yang diperlukan untuk mereproduksi kehidupan kita, perang yang terus mencari nama dan pembenaran baru tetapi pada intinya memiliki satu tujuan: melucuti hak kita atas kekayaan dunia; mengubah kita menjadi pengungsi dari satu jenis atau lainnya, orang-orang tunawisma yang tidak memiliki hak atas bumi ini, hanya mengizinkan kita untuk bekerja dan bekerja ketika itu sesuai keinginan majikan kita." | Haedar