OPINI POLITIK

Konspirasi Indonesia Heboh Tantangan Berat Jokowi

| dilihat 1974

TAK ada koalisi Indonesia Hebat! Bahkan Jokowi yang dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia 20 Oktober 2014, lalu tak menyebut kabinetnya dengan sebutan yang menjadi jargon PDI Perjuangan dalam kampanye Pemilu 2014, itu. Yang ada, hanya Konspirasi Indonesia Heboh ! Suatu persekutuan politisi yang mengklaim dirinya sebagai pendukung Jokowi – JK yang kalah adu kiat dan siasat di parlemen.

Seperti JK yang kembali ke panggung politik di kursi yang sama sebagai Wakil Presiden, sejarah sedang berulang. Parlemen tidak serta merta dikuasai oleh partai pendukung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) yang terpilih sebagai Presiden – Wakil Presiden 2004 – 2009. Tapi, kala itu, anggota parlemen pendukung SBY – JK lebih elegan dan egaliter dalam menghadapi situasi, karena PDIP dan Golkar menyapu bersih seluruh kursi pimpinan di DPR dan MPR RI.

Pembentukan DPR tandingan yang tak ada dasar hukumnya alias inkonstitusional, hanya karena presumsi partai-partai yang bergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) mempunyai hidden agenda terhadap pemerintahan Jokowi – JK, adalah alasan yang dicari-cari untuk beroleh alasan pembenaran.

Strategi yang dipakai dengan eksplorasi retorika politik: Semua yang dilakukan KMP salah dan buruk, sejak Sidang Paripurna 1 Oktober 2014 dan aksi menistakan ‘kehormatan’ institusi parlemen dengan menjumpalitkan meja persidangan adalah cara buntu pecundang politik menghadapi ‘lawan politik.’

Taktik menghunjam pimpinan sidang dengan hujan interupsi tanpa kualifikasi interruption order – yang lazim berlaku dalam persidangan internasional – menunjukkan kualitas para politisi Indonesia Heboh baru tahap sangat elementer. Akibatnya, kalah bertubi-tubi  dalam memperjuangkan kepentingan politiknya. Dan, cepat atau lambat, hal itu akan sangat merugikan Jokowi sebagai Presiden yang memimpin pemerintahan. Padahal, dalam skala demokrasi yang tak melulu berpijak pada penguasaan kursi parlemen, formasi Kabinet Kerja Jokowi – JK membuka peluang check and balances yang bagus.

Ketika Jokowi mengumumkan formasi kabinetnya, peta medan demokrasi terlihat jelas formatnya: Mereka yang mengklaim diri sebagai “Koalisi Indonesia Hebat” (KIH) berkuasa menjalankan pemerintahan, mereka yang menamakan dirinya “Koalisi Merah Putih” dan “Partai Penyeimbang” menguasai parlemen. Dalam formasi itulah, kader partai yang memerintah harus menunjukkan kapasitas dan kualitasnya di parlemen. Khasnya, dalam mengadu kiat dan siasat politik.

Ada berjuta cara yang bisa ditempuh oleh mereka yang mengklaim diri sebagai “Koalisi Indonesia Hebat” dengan posisinya untuk membangun sinergi politik dengan 70 juta pemilih Jokowi – JK dan lebih dari 120 juta rakyat yang tak menggunakan hak pilihnya untuk membantu pemerintahan Jokowi – JK menjalankan programnya.

Setarikan nafas, kontrol KMP atas pemerintahan Jokowi – JK akan berkualitas, bila KIH tidak mengambil posisi seperti sekarang. Terutama ketika para petinggi partai pendukung Jokowi – JK juga berfikir strategis, memperkuat kualitas partainya masing-masing begitu Presiden – Wakil Presiden memulai kerja pemerintahannya.

Jokowi – JK tak akan pernah dijatuhkan oleh KMP dan kelompok lain yang berada di luar pemerintahan. Karena tantangan terberat Jokowi – JK justru KIH dan para pendukungnya, yang tidak mempunyai kiat dan siasat jitu dalam mengekspresikan dukungannya.

Pengalaman 2004 – 2014, mestinya menjadi pelajaran penting bagi siapa saja yang berkuasa di Indonesia, bahwa musuh utama mereka adalah lingkungan dan pendukungnya sendiri. Terutama, karena ketidak-mampuan mengelola posisi kekuasaan yang digenggamnya.

Apalagi, melihat komposisi seluruh anggota parlemen, komposisi menteri, dan proyeksi distribusi kekuasaan di eksekutif, terlihat kecenderungan sekadar ganti orang dan ganti model busananya. Bukan kecenderungan transformatif perubahan minda untuk sungguh menjadikan Indonesia ini berjaya.

Dalam situasi ini, bila DPR tandingan dibiarkan melenggang dengan aksi mereka yang melawan konstitusi, dan Presiden terseret ke dalam permainan politik “kejar daku kau kuseret,” maka, bangsa ini tidak akan bergerak ke arah visioneering yang diharapkan. Melainkan, bergerak ke arah sebaliknya: terjerembab ke dalam jebakan fantasi Indonesia hebat yang sesungguhnya hanya sekadar Indonesia Heboh. | 

Editor : Web Administrator
 
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 241
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 340
Cara Iran Menempeleng Israel
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1193
Rumput Tetangga
Selanjutnya