MALAYSIA

Koalisi PH (Pupus Harapan) di Ujung Konflik Anwar Azmin

| dilihat 961

Koalisi Pakatan Harapan akhirnya menjadi Koalisi Pupus Harapan, sejak Mahyudin Yassin, Presiden Partai bentukan Tun Mahathir dan kawan-kawan, Partai Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu), menyatakan keluar dari koalisi yang memerintah itu (Senin, 24 Februari 2020).

Pernyataan Muhyidin itu mendahului pengunduran diri Tun Mahathir dari jabatan sebagai Perdana Menteri Malaysia, yang juga mengundurkan diri dari posisi struktural tertinggi dari Partai Bersatu.

Raja Yang Dipertuan Agong Malaysia, Al Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al Mustafa Billah Shah, menerima pengunduran diri itu, dan kemudian mengangkat Tun Mahathir sebagai Perdana Menteri interim.

Dengan pengangkatan itu, artinya Tun Dr. Mahathir mundur dari jabatan Perdana Menteri ke 7 dan diangkat sebagai Perdana Menteri (PM) Malaysia ke 8. Pengangkatan ini, dengan sendirinya merontokkan mimpi Dato Seri Anwar Ibrahim -Presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR) sebagai Perdana Menteri Malaysia ke 8.

Ibarat permainan sepakbola, Anwar kebobolan tiga kali ke gawangnya. Pertama, Koalisi Pakat Harapan yang dimotorinya, runtiuh; Kedua, PKR kehilangan posisi sebagai Timbalan Perdana Menteri (Wan Azizah Wan Ismail, isterinya) - karena pemerintahan bubar, dan Ketiga, Anwar Ibrahim kehilangan peluang untuk menjadi PM ke 8. Konfliknya dengan Azmin Ali, kader dan wakilnya di Partai Keadilan Rakyat, menambah parah kekalahan itu.

Pergerakan cepat perubahan politik Malaysia, sejak Jum'at (21 Februari 2020), ketika Azmin Ali - Wakil Presiden PKR dituding menggerakkan pakatan baru yang menyertakan Partai UMNO, Partai Al-Islam Se-Malaysia (PAS), Gabungan Parti Sarawak (GPS), dan Parti Warisan Sabah (Warisan).

Anwar yakin, dalang di balik gerakan pakatan baru, itu adalah Azmin Ali dan Zuraida Kamaruddin, yang kemudian dipecat oleh PKR.

Kecurigaan Anwar tercermin dalam pernyataan yang dia sampaikan di kediamannya, Bukit Segambut (Ahad, 23.02.20). Dalam pernyataannya Anwar mengekspresikan kekecewaannya, karena merasa dikhianati oleh rekan-rekan koalisasinya.

Rakyat Malaysia terkejut-kejut, meski banyak juga yang senang dengan runtuhnya Pakatan Harapan yang memerintah, dan mulai berharap, Tun M yang lolos dari jebakan Anwar, yang dari taktiknya terkesan hendak menjadikan Tun Mahathir sebagai "lame duck Prime Minister," alias Perdana Menteri tak berdaya.

Taktik politik 'dua muka' Anwar, sejak lama dibaca kalangannya sendiri, termasuk Khalid Jaafar, penasihat Azmin Ali. Khalid Jaafar dalam akun facebook mengungkap, runtuhnya Pakatan Harapan tersebab oleh tindakan Anwar Ibrahim sendiri, yang ingin melakukan coup de grâce, pukulan maut, terhadap Tun Dr Mahathir Mohamad sebagai perdana menteri.

Taktik Anwar mudah terbaca oleh Azmin Ali bersama anggota parlemen dari faksi Keadilan,  membentuk blok bebas.

Azmin, menurut Khalid, telah berulang kali membuat pernyataan, bahwa pernyataan Anwar tentang peralihan kekuasaan di tengah masa kepemimpinan Tun Mahathir akan memberi isyarat yang salah kepada rakyat, dan isyarat keliru kepada kalangan investor.

Azmin bereaksi cepat, karena menurut Khalid, sebagai Menteri Perekonomian, Azmin memiliki sikap politik yang konsisten mengutamakan kestabilan untuk memberikan tumpuan untuk mengatasi persoalan rakyat.

Sikap Azmin, konsisten, sejak dia menjabat sebagai Dato’ Menteri Besar Selangor meskipun ditekan oleh politisi DAP untuk menyingkirkan PAS dari pemerintahan negeri Selangor, setelah partai Islam (PAS) itu keluar dari Pakatan Rakyat.

Menurut Kadir Jaafar wacana peralihan kuasa yang dilontarkan Anwar Ibrahim, telah berbulan-bulan menjadi isu utama, menggantikan isu yang jauh lebih penting bagi rakyat Malaysia. Yaitu, isu tentang pemulihan ekonomi, reformasi institusi dan inisiatif mengangkat martabat ekonomi rakyat.

Khalid mengungkapkan, "Tahun 2020 merupakan tahun penting bagi Malaysia kerana Rancangan Malaysia Ke-12 perlu dibentangkan di Dewan Rakyat dan penganjuran Persidangan APEC di Kuala Lumpur."

Khalid yang pernah menjadi orang dekat Anwar Ibrahim saat memangku jabatan sebagai Wakil Perdana Menteri di dekade 80-an, menyatakan, bahwa menggugat kestabilan pemerintahan yang sedang giat mempersiapkan Persidangan APEC merupakan pengkhianatan yang tidak boleh dimaafkan.

Khalid memandang Anwar Ibrahim telah bermain politik talam dua muka. Anwar membuat pernyataan-pernyataan terbuka mendukung dan memberi ruang kepada Tun Mahathir sebagai Perdana Menteri serta tidak mahu Tun Mahathir dan dirinya untuk menegaskan, kapan peralihan kuasa dari Tun kepada dirinya dilakukan.

Pengarus-utaman isu pergantian kekuasaan yang dilakukan Anwar dan pengikutnya, dipandang Khalid sebagai 'ketidaksopanan' (keceluparan) yang memanaskan suhu politik Malaysia. Terutama, ketika pengikut Anwar melontarkan pernyataan, “Kalau Tun Mahathir tidak turun, kami akan tunjukkan jalannya.”

Dalam pandangan Khalid, Azmin Ali yang sedang menyiapkan Rancangan Malaysia Ke-12, melihat aksi yang dilakukan Anwar dan pengikutnya, menghambat proses yang manfaatnya jauh lebih besar bagi rakyat.

Azmin memandang, kedudukan Tun Mahathir sebagai Perdana Menteri merupakan paksi kestabilan pemerintahan dan kelangsungan dasar-dasar kerajaan yang terbentuk selepas kemenangan dalam Pemilihan Raya Umum (9 Mei 2018).

Pemikiran Azmin ini yang disambut sejumlah partai politik yang sekarang berperan sebagai pembangkang (UMNO dan PAS) untuk bersatu. Buahnya adalah terjadinya dukungan kuat sebagian terbesar anggota parlemen kepada Tun.

Melihat situasi itu, Tun dengan naluri politiknya, mengambil langkah strategis, mengundurkan diri dari posisi sebagai Perdana Menteri dan ja batan struktural di partai yang didirikannya. Dengan begitu, hanya Tun Mahathir, kini satu-satunya politisi senior yang bisa diterima oleh Raja Yang Dipertuan Agong untuk mengambil keputusan menyelamatkan Malaysia.

Bubarnya koalisi Pakatan Harapan menjadi koalisi Pupus Harapan bagi Anwar, karena DAP bentukan Lim Kit Siang dan dimotori Lim Guan Eng, Menteri Keuangan, lekas memberikan pernyataan dukungan kepada Tun Mahathir (baca: Membaca Politik Malaysia).
 

Saling Tuduh Penghianat

Azmin Ali dan 10 anggota Parlemen (PKR) yang membentuk blok bebas (Zuraida Kamaruddin, Saifuddin Abdullah, Baru Bian, Kamaruddin Jaffar, Mansor Othman, Rashid Hasnon, Santhara Kumar, Ali Biju, Willie Mongin, dan Jonathan Yasin) membantah tudingan Anwar sebagai penghianat.

Dalam pernyataan bersama, mereka bercerita, bahwa Malam Jumaat (20.02.20), mereka menyaksikan usaha golongan sebahagian pimpinan Pakatan Harapan (PH) untuk memaksa YAB Perdana Menteri Tun Dr. Mahathir Mohamad menetapkan tanggal pelepasan jabatan Perdana Menteri dan melakukan peralihan kuasa kepada Presiden Keadilan Dato’ Seri Anwar Ibrahim.

Usaha tersebut, menurut Azmin cum suis, merupakan puncak kampanye mereka untuk mendiseminasi isu peralihan kuasa sebagai agenda utama Pakatan Harapan.

"Kempen (kampanye) ini telah dimulakan sejak beberapa bulan yang lalu dengan kekerapan meningkat dari semasa ke semasa, sehingga mengalihkan pandangan rakyat daripada usaha untuk memberikan tumpuan kepada agenda pemulihan ekonomi dan reformasi institusi," ungkap pernyataan mereka.

Kampanye itu, menurut mereka, telah menimbulkan mengikis keyakinan rakyat dan masyarakat investor terhadap kewibawaan kerajaan PH.

Mereka melihat (Anwar dan pengikutnya) telah melakukan berbagai upaya menekan Tun Dr. Mahathir yang sedang mempersiapkan negara untuk menganjurkan Persidangan APEC pada bulan November 2020.

Persidangan APEC, menurut mereka, amat penting kerana memberi peluang kepada ikhtiar menampilkan Malaysia sebagai model transisi demokrasi yang mengutamakan agenda aspirasi rakyat.

Mereka yakin, percobaan memaksa Perdana Menteri menentukan tanggal peralihan kuasa sebagai usaha jahat untuk menjadikan Perdana Menteri sebagai “lame duck PM”.

Karena peralihan kuasa ditengah-tengah periode kepemimpinan akan merampas kesinambungan dasar-dasar dan persepsi rakyat terhadap pemerintahan koalisi PH.

"Justeru itu kami telah mengambil langkah proaktif untuk mengagalkan konspirasi untuk menjatuhkan Perdana Menteri ditengah-tengah penggal," ungkap mereka dalam pernyataan itu.

Mereka menyatakan, "Langkah yang kami lakukan adalah untuk menjamin keyakinan rakyat dan masyarakat pelabur terhadap kestabilan dan kelangsungan dasar-dasar Kerajaan yang bertujuan untuk meningkat tahap sosioekonomi rakyat seperti yang terkandung Wawasan Kemakmuran Bersama 2030."

Mereka juga menyatakan, menyangkal sekeras-kerasnya tuduhan pihak yang memberikan mereka label sebagai pengkhianat. Sebaliknya mereka yang berusaha menjatuhkan Perdana Menteri di tengah periode adalah pengkhianat sebenarnya kerana mereka lebih mementingkan agenda mengambil kuasa Perdana Menteri daripada perlaksanaan dasar-dasar pemerintahan yang bertujuan memulihkan ekonomi serta meningkat kesejahteraan rakyat.

Mereka mengklaim, "Usaha kami terbukti benar bahwa pihak tersebut kini menyedar kesalahan yang mereka lakukan." |  Razali

Editor : bungsem | Sumber : berbagai sumber
 
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 35
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 228
Cara Iran Menempeleng Israel
14 Apr 24, 21:23 WIB | Dilihat : 245
Serangan Balasan Iran Cemaskan Warga Israel
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 219
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 431
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 430
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 400
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya