Cingé Zaidan
Masa depan dunia akan berada di Asia Pasifik, ketika populasi penduduk dunia akan menjadi 8 miliar manusia, dan sekitar 4,3 miliar di antaranya, berada dalam kawasan Asia Pasifik. Populasi manusia di China mancapai bilangan 1,4257 miliar jiwa, dan India mencapai bilangan 1,4286 miliar jiwa.
Laporan (State of World Population) lembaga kependudukan dunia United Nations Population Fund's (UNFPA), tersebut memberi berbagai gambaran kemungkinan baik dan buruk, karena bertalian dengan keseluruhan konteks pertahanan, keamanan, geopolitik dan globalisasi. Tanpa kecuali perubahan orientasi baru politik dan ekonomi dunia bergerak ke Asia Pasific.
Survei Small Arms (2022) mengisyaratkan, bakal berkembang harapan hidup lebih lama dan lebih sehat, sepanjang kemajuan peradaban manusia ( di bidang kedokteran, sains, kesehatan, pertanian dan pendidikan, serta kemiskinan - yang terkorelasi dengan stunting - giozi buruk, dapat atasi dengan baik. Tanpa kecuali persoalan kematian anak saat dilahirkan dan kematian ibu saat melahirkan. Termasuk, mencegah sejak awal terjadinya endemi dan pandemi penyakit, sehingga tidak merebak seperti pandemi nanomonster Covid-19.
UNFPA melihat relasi perkembangan jumlah populasi tersebut dengan peluang untuk memacu kemajuan dalam sektor kesehatan masyarakat, gizi, pendidikan, dan menghadapkan setiap penyelenggara negara (khasnya pemerintah) di berbagai belahan dunia, terhadap pengembangan kebudayaan dan upaya sinergis perencanaan peradaban baru.
Terkait dengan agenda perubahan (transformasi) dunia, khasnya SDG's (Sustainable Development Goals) menuntut pemerintah di seluruh belahan dunia untuk berkomitmen terhadap keadilan dan kemakmuran untuk seluruh rakyat. Ditandai dengan komitmen penegakan hak asasi manusia, kesehatan universal, dan keadilan gender – yang dibuat oleh pemerintah.
Desember 2022, Akademi Jakarta - lembaga independen yang memusatkan perhatian pada Kebudayaan (meliputi seluruh aspek ideologi, politik, sosial, ekonomi, sains, teknologi, nilai, norma, tradisi dan peradaban) dan kebudayaan (produk budaya: seni, sastra, dan sejenisnya) yang dibentuk era Gubernur Ali Sadikin), mengeluarkan maklumat (rekomendasi untuk seluruh kalangan) terkait ekologi, ekonomi, pendidikan, dan politik, serta pengembangan kreatif dan inovasi seni - sastra.
Penghancuran Nalar Publik
Akademi Jakarta memandang penting untuk memberi isyarat awal terkait kesadaran dan tata kelola lima aspek tersebut untuk memelihara dan menghidupkan ekosistem kebudayaan dalam makna luas. Terutama dalam konteks upaya kolektif mencegah terjadinya proses penghancuran nalar publik, yang akan berakibat pada perkembangan peradaban khalayak.
Maklumat Akademi Jakarta tersebut dalam perspektif lain dapat dilihat sebagai 'wanti-wanti' bagi seluruh penyelenggara negara - pemerintahan dan masyarakat sipil untuk mencegah upaya reduksi demokrasi, pengabaian sains dan teknologi dalam merumuskan dan menyelenggarakan kebijakan negara yang berdampak langsung - tak langsung dengan kehidupan rakyat. Juga, penguatan kualitas modal manusia (yang bukan sekadar 'sumber daya') sebagai subyek yang mampu memandang aksi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pengembangan potensi rakyat, sebagai suatu gerakan kebudayaan.
Maklumat tersebut relevan dengan pergerakan komunitas global, tidak hanya melalui SDGs tetapi juga melalui berbagai komitmen, instrumen hukum dan norma-norma sosial yang berkembang selama beberapa dekade terakhir. Suatu gerakan kemanusiaan yang terus mendorong negara menjamin bahwa setiap individu memiliki hak yang sama untuk hidup di atas standar kesehatan dan martabat tertinggi yang dapat dicapai.
Gerakan yang berangkat dari kesadaran, bahwa setiap manusia yang hidup di planet kita saat ini berhak atas hak asasi manusia dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat dibantu oleh hak asasi manusia untuk mewujudkan hal tersebut.
Maklumat Akademi Jakarta tersebut terkoneksi dengan perkembangan pemikiran kebudayaan global untuk merespon kondisi ideal: masyarakat hidup lebih lama dan lebih sehat. Kondisi yang terbangun oleh kemajuan luar biasa dalam layanan kesehatan di seluruh rentang hidup, dan semakin banyak ibu yang melahirkan bayinya dengan aman.
Juga terkorelasi dengan pencapaian indeks pembangunan manusia, yang tak terlepas dari upaya membalik kemiskinan, dan dengan booming digital, menciptakan kondisi manusia di seluruh dunia menjadi lebih terhubung dan dapat berinteraksi dibandingkan masa sebelumnya sebelumnya.
Ketahanan Budaya
Bila hendak dipahami lebih dalam, seluruh pesan dalam narasi Maklumat Akademi Jakarta, tersebut menegaskan tanggung jawab seluruh warga negara dan warga bangsa Indonesia, menghidupkan kolaborasi dan sinergi di atas kesadaran kolektif menguatkan ketahanan budaya Indonesia di tengah arus besar perubahan dunia.
Selaras dengan itu, tidak terlena dan terseret ke dalam jebakan fantasi yang dibangun oleh isu-isu yang menggelembung tentang 'bonus demografi' yang kapan saja bisa menjadi 'petaka demografi.' Kawasan Asia-Pasifik banyak disebut dalam percakapan global, sedang mengalami mega-tren termasuk penuaan populasi, meningkatnya krisis kemanusiaan, dampak perubahan iklim, urbanisasi, migrasi, dan kemajuan pesat dalam teknologi digital.
Beberapa futurolog (antara lain: James Martin, Jared Diamond) mengingatkan prioritas : pengendalian demografi, kesungguhan kolektif merawat bumi, membalik kemiskinan, menghadapi risiko eksistensi, menaklukan penyakit, menolak perang total, mengembangkan budaya kreatif berbasis sains dan teknologi, singularitas, transhumanitas, merawat kearifan budaya lokal yang seimbang dengan budaya global, merawat keseimbangan keterampilan dengan kecerdasan budaya, merumuskan peradaban baru.
Kesemuanya merupakan bagian asasi dari pertahanan dan keamanan suatu bangsa. Karenanya setiap negara - bangsa perlu memilih pemimpin dengan wawasan pertahanan - keamanan, globalisasi, dan geo politik yang mampu mengagas konsepsi pertahanan dan keamanan, termasuk hubungan internasional yang lebih segar dan relevan dengan perkembangan zaman.
Pemimpin yang memandang penting kekuatan modal manusia yang dimilikinya sebagai modal utama sistem pertahanan dan keamanan. Modal manusia yang mampu mengelola secara efektif dan efisien sistem dan peralatan utama persenjataan militernya. Apalagi bila konsisten menegaskan posisinya dalam strategi menciptakan kedamaian global, berbasis ketahanan budaya.
Dalam konteks demikian, dalam perencanaan pertahanan - keamanan negara dan kontribusinya terhadap pertahanan dan ketahanan wilayah (terkait dengan globalisasi dan geo politik) perlu melakukan kajian mendalam atas kondisi masing-masing negara dalam satu kawasan dari berbagai aspek, termasuk aspek ketahanan demografi. Terutama karena perubahan demografi terus bergerak setiap saat.
Kerjasama Antar Negara
Bangladesh dan Papuan Nugini, misalnya mengalami lonjakan generasi muda. Akan halnya Iran, Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam, antara lain, mengalami tingkat kesuburan yang rendah dan penuaan populasi yang cepat. Dalam menghadapi ketimpangan demografi dalam suatu kawasan, solusinya bukanlah menambah atau mengurangi orang terkait dengan pertumbuhan penduduk. Solusinya adalah akses yang lebih luas dan setara terhadap peluang bagi semua.
Terkait itulah paradigma penyelenggaraan negara menjadi penting. Tidak lagi bertumpu pada program yang dirancang untuk rakyat (program centric), melainkan orientasi rakyat (peoples centric) yang menentukan program apa yang menjadi prioritas dan diperlukan.
UNFPA mewawar setiap penyelenggara negara - pemerintahan mesti memperkuat kolaborasi untuk mengatasi tantangan bersama. karena tidak ada satu negara pun yang bisa mandiri di dunia yang semakin saling bergantung. Semua negara harus bekerja sama menuju kesetaraan dan solidaritas yang lebih besar untuk memastikan bahwa planet kita dapat mendukung kebutuhan dan aspirasi seluruh masyarakatnya.
Dalam konteks Indonesia, keperluan mendesak kita adalah melakukan perubahan lebih baik dengan memperkuat sistem pertahanan dan keamanan negara. Tanpa kecuali, membangun kembali kesadaran bela negara maritim khususnya di perairan dan kelautan Indonesia bagi seluruh masyarakat. ?
Setarikan nafas, meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia dalam kancah politik global, sebagai aksi mewujudkan kepentingan nasional dan perdamaian dunia. Kata kuncinya adalah menegaskan politik luar negeri berlandaskan keadilan dan kemajuan.
Secara historis, para pejuang leluhur bangsa Indonesia, mempunyai keandalan dalam pertahanan darat dan maritim. Sebut saja gerak perlawanan Ratu Kalinyamat (1549 - 1579) yang memimpin 40 armada dengan 40.000 - 50.000 prajurit, Laksamana Malahayati (1599) yang memimpin 2.000 Inong Balee (pasukan janda pahlawan Aceh) melawan armada laut Portugis, hingga perjuangan tangkas Pangeran Diponegoro (1825-1830) yang membuat bangkrut pasukan Belanda di medan Perang Jawa (1825-1830).
Dari keberanian Sultan Hasanuddin, Ayam Jantan dari Timur yang memimpin Perang Makassar (1666-1669), ketangguhan I Gusti Ketut Jelantik mempertahankan Pulau Dewata dari gempuran Belanda (1849), hingga keteguhan hati rakyat Papua untuk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi (1969).
Industri Strategis
Penegasan ini relevan dengan semangat para pendiri bangsa ini dalam menempatkan pemerintahan negara sebagai pengemban upaya besar melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum , mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ?ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Pangkal kekuatan pertahanan dan keamanan Indonesia ke depan akan sangat kuat bila rakyat sudah mencapai tingkat kemakmuran berkeadilan. Terkait dengan inilah, negara wajib hadir mengatasi dan melenyapkan ketimpangan sosial.
Dalam hal alat utama sistem senjata (alutsista) sebagai suatu keperluan penting yang melekat pada sistem pertahanan nasional suatu negara kepulauan, maka perlu pertimbangan sangat matang untuk berikhtiar menghidupkan dan mengembangkan industri strategis militer. Kalaupun harus membeli alutsista, beli yang gress.
Karenanya, ke depan, negara sepatutnya memacu percepatan industri pertahanan (khasnya darat dan laut) untuk pemenuhan kebutuhan pertahanan dalam negeri. Kita perlu industri strategis militer yang mampu dan berdaya saing tinggi dalam memenuhi kebutuhan pertahanan nasional, dan mampu bersaing di pasar ekspor.
Pertimbangan dalam memproduksi dan membeli alutsista mesti melalui kajian sangat matang dan mendalam. Termasuk bentang waktu keandalan dan belanja pemeliharaan yang menyertainya, serta kebaruan dan keandalan teknologinya. |