Menilik Pola Kampanye Pilpres 2024

Kemenangan Sudah Dekat

| dilihat 387

Catatan Cingè Zaidan

INSYA ALLAH, 14 Februari 2024, warga negara Indonesia yang mempunyai hak memilih dan dipilih, bakal mengunjungi TPS (tempat pemungutan suara) di seluruh Indonesia dan di wilayah pemungutan suara luar negeri. Tak kurang dari  823.220 titik TPI di dalam negeri dan 3.059 TPS luar negeri, selama 6 (enam) jam akan melayani 204.807.222 pemilih menggunakan haknya.

Masing-masing partai politik dan Tim Nasional pemenangan Calon Presiden - Wakil Presiden (Capres/Cawapres) sedang menyiapkan saksi berlapis yang akan mengawal proses penghitungan suara. Pemilihan Umum 2024 -- termasuk Pemilihan Presiden - Wakil Presiden -- memang agak berbeda dengan masa sebelum-sebelumnya.

Berbagai 'drama politik' yang 'mewarnai' proses Pemilu 2024 telah memantik hal paling esensial, berkurangnya tingkat kepercayaan rakyat terhadap proses Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Situasi ini tidak akan terpengaruh oleh berbagai hasil survei atas kandidat Capres/Cawapres, Partai Politik, dan tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden Joko Widodo. Khasnya, ketika sebagian besar media massa dan media sosial saling meluahkan sikap obyektif dalam mengawal penyelenggaraan seluruh proses Pemilu.

Meskipun demikian, masih tetap ada media massa dan media sosial yang secara sadar dan tidak sadar injuk keberpihakan pada pasangan Capres/Cawapres dan Partai Politik tertentu yang didukung Presiden Jokowi.

Debat Capres/Cawapres yang sudah berlangsung tiga kali, berdampak langsung dan tak langsung terhadap prakiraan, khusus Pemilihan Presiden/Wakil Presiden tidak akan mampu berlangsung satu putaran. Mereka yang masih percaya pada survei sebagai indikator dan atau sebagai siasat mempengaruhi pemilih, masih melihat, belum ada Capres/Cawapres yang memperoleh dukungan melebihi 50 persen. Berbeda dengan keadaan Pilpres 2009, dimana salah satu pasangan Capres/Cawapres terindikasi mendapatkan elektabilitas di atas 60 persen.

Persoalan Internal

Dari pemberitaan media massa dan media sosial, kita melihat, dari tiga pasang Capres/Cawapres (No. 1 Anies Baswedan - Muhaimin, No. 2 Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, dan No.3 Ganjar - Mahfud), Pasangan No.1 dan No. 3 meski hasil survei elektabilitasnya di bawah pasangan No. 2, namun banyak mendapatkan hambatan.

Kendati demikian, di layar televisi dan media sosial, pasangan No.1 dan No.3 menampilkan sosok juru bicara yang tampil lebih bersahabat, terutama dalam menyampaikan gagasan yang bersumber dari visi, misi, dan program mereka. Sebagian besar mereka, baik tampil dengan kualitas (pikiran dan performa) yang lebih banyak mengundang simpati, empati, apresiasi, respek, dan mampu menganggit cinta khalayak - konstituen yang karib.

Karenanya, wajar bila berkembang pandangan, bila kelak pasangan No.2 dengan hasil survei elektabilitas paling tinggi ternyata terjerembab, sumber utama penyebabnya adalah dari persoalan internal. Berbeda dengan para juru bicara pasangan No.1 dan No.3.

Lantaran menguasai secara lahir batin visi - misi - programnya secara menyeluruh, sebagian besar juru bicara pasangan No.1 dan No.3 tampak hadir dengan citra positif di layar media massa dan media sosial (melalui berbagai medium, saluran, dan platform).

Saya menduga, sebagian besar juru bicara pasangan No.1 dan No.3 sangat terlatih dalam mengelola keseimbangan nalar, nurani, naluri, dan rasa mereka. Tentu mengacu kepada para Capres - Cawapresnya yang terkesan sangat siap berkontestasi dan realistis, pandai 'mengukur baju di badan.'  Isu yang mereka kemukakan segera mendapat resonansi positif.

Bila hendak dihampiri dengan psikologi komunikasi, para juru bicara pasangan No.1 dan No.3 pandai mengendalikan situasi psikologis pada setiap ajang gunemcatur atau temu bual (talkshow) dan podcast di media massa dan media sosial. Mereka nampak cerdas sekaligus tangkas dalam memilih diksi dan dalam menata narasi. Tidak dikuasai oleh sense of emotionality yang penetratif, insinuatif, dan menang-menangan. Sekaligus terasa, menghormati khalayak -- yang adalah konstituen.

Inisiatif, Kreatif dan Inovatif

Pasangan No.1 - Anies Baswedan dan Muhaimin, tanpa lelah melakukan campaign journey dan melakukan inovasi melakukan kampanye edukatif melalui Debat Anies dan Slepét Imin yang membuka ruang luas bagi khalayak - konstituen mengekspresikan apa yang ada di benak dan hatinya. Termasuk melontarkan kritik dan bahkan 'serangan sarkastik' atas mereka. Juga membuka ruang 'sambung rasa' melalui tik-tok live yang sangat manusiawi. Bahkan membuat netizen partisipan menjuluki Anies sebagai Abah Nasional bagi mereka yang fatherless (konotatif maupun denotatif).

Program kampanye tersebut, masih diperkuat dengan Diskusi dan Kalibrasi yang digelar oleh relawan KIB (Kuning Ijo Biru) yang menghadirkan perdebatan gagasan, pikiran. Belakangan, pasangan No.3 - Ganjar dan Mahfud, dengan format yang berbeda melakukan hal yang sejenis. Membuka pikiran dan hati untuk berdialog dengan konstituennya.

Pasangan No.1 dan No.3 juga hadir dalam ajang spiritual dan budaya., untuk menguatkan relasi dengan kalangan sebagian besar konstituen yang kuat dipengaruhi oleh traditional authority relationship. Tanpa harus membagi-bagi sembako dan uang yang mudah dianggap sebagai pelanggaran kampanye.

Pasangan No.2 terkesan menghindari format kampanye demikian, kendati model kampanye yang diinisiasi pasangan No.1 merupakan ajang try out untuk debat resmi yang digelar oleh KPU. Pasangan ini lebih terkesan lebih suka menggunakan gimik non substantif. Memainkan intuitive reason.

Model kampanye begini, pernah dipakai Ferdinand Marcos Jr (Bongbong) dalam Pemilihan Umum Filipina yang mengantarnya ke kursi kepresidenan. Tapi, Filipina dalam banyak hal berbeda dengan Indonesia. Konstituen Filipina, mudah lupa dan a historis.

Akan halnya konstituen Indonesia sudah terbiasa dengan singularitas, sehingga mudah sekali mencari jejak digital dan pandai melakukan montage audio-visual yang menghadirkan mampu menghadirkan parodi, dan menjadikannya sebagai boomerang kepada siapa saja yang dipandang telah melakukan déformation des faits.

Sudah Dekat

Dari pola dan model kampanye dan kiat debat, khasnya pasangan Capres No.1, No.2, dan No.3 nampak sekali No.1 mampu menghadirkan citra positif, kendati digempur dari segala penjuru dengan cacian, makian, dan hinaan. Kesabaran dan kedewasaan yang dihadirkan pasangan No.1 dengan senyuman dan sendanalar, justru menghidupkan rasa cinta kian mendalam.

Ibarat pepatah, pasangan Capres No.1 laksana pegas, kian ditekan kian kuat melontar balik. Berbagai julukan yang diberikan netizen kepada pasangan ini, menghadirkan ulang kearifan khas. "Pemimpin yang paling tinggi adalah yang paling rendah hatinya; Pemimpin yang paling rendah adalah yang paling tinggi hatinya." Melalui kesabaran dan disiplin, menghadapi tantangan, tercermin kualitas kepemimpinan yang hebat: kreatif, berinisiatif, dan inovatif.

Pasangan Capres No.1 adalah kreator, inisiator, dan inovator. Pasangan ini bukan pekerja politik. Meminjam nasihat Bo Bennet, "“Tanpa inisiatif, pemimpin hanyalah pekerja di posisi kepemimpinan. "Untuk memimpin secara efektif, Anda harus mengambil inisiatif, dan Anda harus memimpin tim Anda secara efektif menuju kemenangan."

Dengan format Tim Nasional (laiknya tim sepak bola) yang dipimpin seorang Captain, pasangan Capres No.1 paham bagaimana menempatkan diri. Tidak sebagai pucuk pimpinan, melainkan primus generator bagi timnya. Hal itu terlihat, ketika istilah 'relawan' berubah istilah dan pemahaman menjadi 'pejuang perubahan.' Ada muru'ah dalam istilah ini, yang bakal dikenal dalam keseluruhan konteks perubahan bangsa yang menyejarah.

Dengan perubahan istilah dan kemudian menjadi idiom sedemikian, serta melalui berbagai narasi yang dikemukakan Anies dan Muhaimin, keduanya terkesan sebagai satu dari sedikit pemimpin yang sungguh memahami penderitaan rakyatnya. Maknanya adalah pasangan ini merupakan pasangan yang pas, patut dan layak menjadi pilihan utama konstituen.

Kata John Updike, “Seorang pemimpin yang baik adalah seseorang atau pasangan orang, yang karena kesadaran dan kebaikannya, dengan sukarela sanggup menyelami dan mau menanggung penderitaan rakyatnya. Pemimpin seperti ini tidak menjadi bagian dari kalangan pemimpin pandir, sehingga kualitas kepemimpinannya tidak menentu." Nasrun minallah wa fathun qarib - Pertolongan dari Allah, kemenangan sudah dekat waktunya. |

Editor : delanova
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 529
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1624
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1401
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1195
Rumput Tetangga
Selanjutnya