- Mengintip Bincang Perempuan

Keluarga dan Negara

| dilihat 1918

N. Syamsuddin Ch. Haesy

BEBERAPA malam lalu, tak sengaja saya sua dengan beberapa perempuan karir, sobat lama, di sebuah resto. Ketika bergabung dengan mereka, wuih.. yang mereka bincangkan, lumayan seru: ihwal isu paling hot: pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Sungguh saya tertarik, ketika mereka masuk ke dalam wilayah pemikiran: demokrasi merupakan wahana untuk mencapai harmoni kebangsaan. Tak sekadar memberikan ruang kebebasan sesuai dengan sistem politik yang dianut dan berlaku.

Ketika pembicaraan berkembang dengan berbagai analisis politik, salah seorang di antara sobat, menyeret pembicaraan ke wilayah peran kaum perempuan. Mereka sama berpandangan, bahwa peran kaum perempuan merupakan salah satu kunci strategis untuk mewujudkan demokrasi sebagai jalan utama mewujudkan harmoni kebangsaan.

Adalah menarik, ketika dalam perbincangan, itu mereka tak terjebak dalam isu gender, termasuk kuota wakil kaum perempuan di parlemen. Apalagi, sekadar peran politik perempuan di kabinet mendatang.

Mereka justeru menyoal sesuatu yang nampak ringan dan sederhana: bagaimana para kandidat Presiden dan Wakil Presiden memainkan peran dalam mengelola berbagai urusan domestik di dalam lingkungan keluarganya masing-masing.

Perbincangan menjadi lebih menarik, dan saya menyimaknya dengan suka hati. Lantas, muncul pemikiran ihwal kemampuan para kandidat dalam menciptakan harmonitas domestik di dalam rumah tangga masing-masing. Mereka berpandangan, aplikasi leadership para kandidat di dalam wilayah domestik rumah tangganya, merupakan cermin kongkret kemampuan dalam mengelola harmonitas bangsa yang sedemikian kompleks.

Diam-diam saya menilai, apa yang dipikirkan para sobat perempuan saya, itu justru menjadi hal yang fundamental. Baik karena harmonitas rumah tangga mencerminkan kemampuan basic kepemimpinan dalam mengatasi persoalan. Juga mencerminkan kepribadian yang dalam banyak hal memengaruhi watak yang paling asasi.

Bagaimana seorang Presiden-Wakil Presiden bisa menyelesaikan friksi dan konflik yang kapan saja bisa terjadi, bila mereka tak mempunyai pengalaman terbaik mengatasiu friksi dan konflik di dalam rumah tangga. Bagaimana mereka akan mampu menyerap aspirasi rakyat, bila aspirasi isteri dan anak tak mampu diakomodasi. Bagaimana mereka bisa menjadi pemimpin yang efektif, bila dalam mengelola keluarga atau rumah tangga justru tidak efektif dan efisien.

Apalagi urusan domestik tali temali dan kait berkait dengan hubungan relasi – korelasi sosial, mulai dari orang tua, mertua, besan, saudara kandung, ipar, saudara semenda, dan sebagainya. Bahkan dalam banyak hal, hubungan sosial semacam ini, merupakan cermin kompetensi dalam memahami dan mengenali persoalan rakyat yang paling asasi.

 Apa yang berlangsung di dalam wilayah domestik: rumah tangga, merupakan cermin jernih yang akan menjelaskan banyak hal, terutama ihwal bagaimana kelak akan nampak jelas sikap dan tindakan. Termasuk dalam memisahkan urusan-urusan fungsional di dalam rumah tangga, dengan urusan-urusan fungsional kenegaraan.

Kandidat yang datang dari keluarga yang harmonis dan mampu mengelola rumah tangganya secara demokratis,   sangat bisa diharapkan mampu mewujudkan demokrasi sebagai cara mewujudkan harmoni kebangsaan.

Sebaliknya, menurut para sobat perempuan saya, itu: apa yang bisa diharapkan dari kandidat yang tak mempunyai pengalaman empirik mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, penuh rahmah. Saya sepakat dengan mereka. Keluarga dan negara, tak bisa dipisah dan dipilah satu dengan lainnya. |

 

Editor : Web Administrator
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 239
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 463
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 454
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 425
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 737
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 895
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 846
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya