Durian Soft Power Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yakoob

| dilihat 500

Catatan Bang Sém Haésy
 

Perdana Menteri (PM) Malaysia Dato' Seri Ismail Sabri Yakoob punya cara khas menghangatkan diplomasi publik dengan 'saudara tua'-nya, Indonesia, sekaligus mengukuhkan hakikat Keluarga Malaysia, melalui para wartawan senior.

Lobi Kantor Perdana Menteri Malaysia di Putrajaya di lantai 1, diubah suai menjadi ruang 'Majelis Makan Tengah Hari,' bagi menjamu selera para Pemimpin Redaksi dan wartawan senior berbagai media arus utama, Indonesia dan Malaysia.

Suasananya berbeda dengan pertemuan sebelum-sebelumnya dengan PM Malaysia (Tun Mahathir, Tun Abdullah Badawi dan Dato' Seri Moh Najib Tun Razak), yang dipenuhi dengan bahasa politik dan terkesan resmi, meski selalu 'berbumbu' senda gurau dan gelak.

DS Ismail Sabri menggunakan jurus dan langgam 'tepuk dada tanya selera.' Pendekatan soft power politic alias politik daya lunak, yang terasa mencerminkan wataknya yang tenang, santun, bersahaja, dan karib.

Ungkapan hati Presiden ISWAMI Datuk Mokhtar Hussain (Malaysia) dan Asro Kamal Rokan (Indonesia), disambut dengan 'belah dan santap durian' bersama di laman Kantor Perdana Menteri yang luas, dengan cakrawala pandang keindahan Putrajaya, pusat perkhidmatan Malaysia.

Sebelumnya, santapan khas selera Melayu, seperti urap, ikan bakar sambal Pahang, dan lain-lain tersedia di meja. Urap yang disajikan, laiknya urap di kedai makan dekat kawasan Lembah Pantai. Ikan bakar yang tersaji pun tak kalah dengan ikan bakar Temerloh, yang masyhur itu.

 

Dengan 'durian soft power,' isu-isu hangat dalam hubungan politik Malaysia - Indonesia dibincangkan bersama dengan para wartawan dan pemimpin media Malaysia dan Indonesia.

Misalnya, gagasan 'terbarukan' ihwal Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN, buruh migran Indonesia (yang kini dilayani jauh lebih baik), sempadan (perbatasan), pelaburan (investasi) Malaysia di Indonesia yang dalam urutan foreign direct investment, menempati nomor dua setelah Singapura.

Semua dipercakapkan dengan gaya 'sembang-sembang' - obrolan karib. Hangat, mesra dan intim.

Isu terbarukan ihwal pelantikan politisi 'songkok miring' Tajudin -- anggota parlemen dari Pasir Salak -- yang dilantik sebagai duta besar Malaysia untuk Indonesia, tak termasuk yang dipercakapkan. Isu ini sempat ramai dibincangkan dalam media Malaysia dan menghias laman media di Indonesia.

Para pemimpin wartawan dan media mendapat wawasan dan informasi aktual secara lebih lengkap, termasuk berbagai pandangan PM.

PM Ismail Sabri terkesan dan terasa selesa (nyaman) dengan pertemuan dan perbincangan itu.

Para pemimpin media dan wartawan Indonesia, juga terlihat bersukacita. Apalagi, sebelumnya, ketika melancarkan HAWANA (Hari Wartawan Nasional) 2022 Malaysia di Bandar Hilir, Melaka, PM Malaysia tersebut mengemuka pandangan sikap PM yang bernas tentang wartawan dan media.

Bagi saya, pertemuan itu, menyempurnakan pertemuan terbatas yang sebelumnya berlangsung di Jakarta, dalam suasana agak formal, ketika PM melakukan kunjungan kenegaraan ke Jakarta dan Bogor (31/3).

Santai berisi. Apalagi, sebelumnya, ketika melancarkan HAWANA 2022 di Melaka, Ismail Sabri mengisyaratkan politik negara tentang kemerdekaan pers yang melegakan.

Majelis Makan Tengah Hari yang dilanjutkan dengan santap durian tersebut, merupakan aksentuasi lain dari pernyataan PM Ismail Sabri tentang kemesraan Malaysia - Indonesia via ISWAMI dan media pada umumnya.

Saat bicara dalam perhelatan akbar wartawan Malaysia dengan penganjur Bernama dan ISWAMI, tersebut, PM menegaskan,  "Kehadiran begitu ramai rakan media dari Indonesia membuktikan keakraban hubungan kedua-dua buah negara yang berperanan dalam mengharmonikan hubungan Malaysia dan Indonesia termasuk melibatkan isu-isu berkepentingan bersama."

Karenanya, DS Ismail Sabri meminta, konsep Iswami ini perlu dikembangkan lebih luas, meliputiu seluiruh negara anggota ASEAN lain.

 

DS Ismail Sabri meyakini, "Selain dapat mengeratkan hubungan wartawan Malaysia dengan wartawan negara-negara berkenaan, ia (ISWAMI) dapat membantu menggalakkan promosi mengenai Malaysia secara meluas dan dapat menarik lebih ramai pelancong (baca: wisatawan) serta pelabur (baca: investor) luar ke Malaysia menerusi laporan berita dan penulisan rencana (baca: artikel)."

Kehadiran para pengurus ISWAMI Malaysia, Bernama, dan para wartawan (terutama generasi baru) dalam pertemuan silaturrahmi, itu pun terasa tak terpisahkan dengan respon wartawan dan media atas matlamat PM Malaysia tahun lalu.

Pada matlamat itu, DS Ismail Sabri menyatakan persetujuan kerajaan (baca: pemerintah) yang dipimpinnya, mengabadikan 29 Mei setiap tahun, sebagai Hari Wartawan Nasional (HAWANA) Malaysia.

Pendek kata, pertemuan dengan aroma durian, itu merupakan ekspresi rasa gembira dan besar hati Perdana Menteri.

Dari perbincangan lepas PM Malaysia dengan para wartawan Indonesia dan Malaysia tersebut, terbit harapan tentang kemerdaan pers yang dihadirkan dengan kekariban pemerintah Malaysia dengan wartawan secara proporsional, fungsional dan profesional.

PM Malaysia DS Ismail Sabri pada Majelis Makan Tengah Hari beraroma durian Musang King dan Duri Hitam, itu saya rasakan dan pahami, sebagai satunya perbuatan dengan kata.

 

Bukti, bahwa pernyataannya, "Saya beri jaminan bahawa tiada apa yang hendak disembunyikan oleh kerajaan dalam penyaluran maklumat  (baca: informasi) demi kepentingan Keluarga Malaysia dan pembangunan negara."

Sekaligus menjadi isyarat bagi kalangan wartawan dan media, untuk merespon harapan pemerintahannya, agar "wartawan terus menyiarkan laporan yang adil dan proaktif dalam mengeluarkan cadangan bagi penyelesaian kepada sesuatu isu yang dibangkitkan."

PM Ismail Sabri memang yakin, posisi wartawan dan media sebagai pilkar keempat demokrasi, memainkan peran penting dalam menghidupan praktik 'semak dan imbang' (check and balance) terhadap setiap informasi sebelum disebarkan, tetap menjadi aksi media. Ibarat meminum air di buku durian, setelah menyantap kelezatan 'daging'-nya.

Praktik 'semak dan imbang' itu perlu diamalkan dengan upaya nyata, menegakkan kode etik jurnalistik sebagai dasar moral wartawan untuk menghindari kesalahan dalam pemberitaan. Aksi kewartawanan tanpa menegakkan etik atau prinsip moral profesi, akan meruntuhkan integritas profesi wartawan, dan menurunkan kepercayaan khalayak terhadap media.

Majelis Makan Tengah Hari beraroma durian itu, dihadiri Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Atal S Depari, Presiden ISWAMI (Indonesia) Asro Kamal Rokan, Ketua Forum Pemimpin Redaksi Arifin Asydad, dan Ketua Jaringan Media Saiber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa. Juga, Ilham Bintang (Ketua Dewan Kehormatan PWI) dan saya, selaku salah seorang pendiri dan penasehat ISWAMI). Pun, Datuk Zakaria - wartawan senior ISWAMI Malaysia, dan lain-lain |

Editor : delanova
 
Polhukam
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 246
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
05 Mar 24, 08:18 WIB | Dilihat : 425
Anak Anak Abah Menghalau AI Generatif
22 Feb 24, 11:50 WIB | Dilihat : 318
Jalan Terjal Perubahan
18 Feb 24, 05:52 WIB | Dilihat : 274
Melayari Dinamika Kebangsaan dan Demokrasi
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 278
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 140
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya