Catatan Jeanny
Kamala Harris, Wakil Presiden (Calon Presiden) Amerika Serikat, masuk panggung debat. Ia langsung mendekat dan mengulurkan lengannya kepada Donald Trump - mantan dan calon Presiden Amerika Serikat 2024-2028.
Keduanya saling sapa. "Kamala Harris. Mari kita berdebat dengan baik," ujarnya. "Senang bertemu Anda," jawab Trump. Seketika keduanya berjabatan tangan. Lantas keduanya beranjak ke mimbar masing-masing.
Debat malam itu, Selasa (10/9/24), digelar oleh ABC News TV, di Philadelphia dipandu David Muir and Linsey Davis. Ini adalah kali pertama keduanya bertemu kembali, setelah Pemilihan Presiden AS 2020. Kala itu, pasangan Joe Biden dan Kamala Harris terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden AS.
Sepanjang debat berlangsung dengan durasi 60+45 menit yang ditayangkan secara langsung itu, Trump berulang-kali tak patuh pada apa yang ia syaratkan sendiri. Menanggapi pendapat Harris secara spontan dan tak mengindahkan dua moderator yang memandu debat tersebut.
Trump belum berubah. Wataknya yang cenderung selalu ingin mendominasi tertampak jelas, meskipun kali ini ada upaya dia untuk mengendalikan emosinya. Akan halnya Harris, nampak menguasai dirinya dan seringkali menyimak pandangan lawan debatnya dengan senyuman. Juga dengan mimik dan gestur yang komplet.
Berbeda dengan Trump yang menggunakan pola retorika penetratif hipodermis, Harris lebih menggunakan pola retorika yang interventif dengan memainkan tone yang pas sesuai dengan momen. Termasuk menyesuaikan diri dengan pesan primer yang hendak menarik simpati, empati, apresiasi, dan respek khalayak, konstituen yang menyimak acara tersebut.
Mimik, gestur, dan tone yang diekspresikan Harris nampak hendak memainkan emosi Trump. Pancingannya beberapa kali berhasil menyeret Trump ke dalam jebakan nalar dia. Harris yang pernah menjadi jaksa tersebut, terlihat piawai mengelola nalar, naluri dan rasa. Sekaligus menunjukkan citra positif dirinya.
Nyaris Hilang Kendali
Harris juga tampak dan terasa berhasil meramu dengan baik, bagian-bagian penting dan utama gagasannya, sambil menggunakan 'bumbu retoris' pendapatnya menjawab pertnyataan Trump.
Harris menohok Trump dengan pernyataan yang masuk ke 'ulu hati' kala ia membagi tahu lawan debatnya itu, bahwa para pemimpin dunia menertawakannya, dan para pemimpin militer menyebut Trump sebagai 'aib' : lemah dan salah.
Yang paling menohok adalah ketika Harris menyatakan, Trump adalah Presiden AS yang dipecat oleh 81 juta pemilih, jumlah yang memilih Presiden Joe Biden pada pemilihan presiden AS tahun 2020.
Trump membalas dengan menyatakan, bahwa kepalsuan yang menyertai kemenangan Joe Biden, dia yakini sebagai sesuatu yang nyata dan terjadi. Dalam konteks itu, Trump nyaris hilang kendali ketika bicara dengan nada tinggi.
Trump mengeksplorasi mengungkap teori konspirasi yang dia yakini, kala mengemukakan kembali kebijakannya untuk menyekat migran. Ia lantas mengulangi kebohongannya pasal imigran yang melahap hewan peliharaan, lantas merampas kesempatan kerja bagi warga negara AS.
Ia juga memainkan taktik dusta ihwal Demokrat yang ditudingnya telah mendukung aborsi setelah bayi lahir – alias pembunuhan bayi, dan ilegal di mana-mana. Ia juga mendeskripsikan gambaran mengerika tentang Amerika Serikat, mengingatkan pada "pembantaian Amerika" yang pernah diperingatkannya ketika dilantik pada tahun 2017.
Trump 'naik angin panas' kala menyatakan, "Kita memiliki negara yang sedang sekarat." Kalimat tersebut dia maksudkan untuk menyudutkan kepemimpinan Joe Biden dan Kamala Harris selama ini sebagai suatu kegagalan.
Mengalahkan Trump
Debat kedua calon presiden AS, ini menarik, juga karena ada sisi dramatik dan menghadirkan dramaturgi performanya masing-masing. Harris lebih menguasai momen-momen dramatik dengan gaya retorika oratori yang tertata, kapan dia melakukan rising act, kapan juga dia menurunkan tone namun menohon dengan aksentuasi.
Harris yang bicara dengan mimik yang ekspressif ke arah moderator dan kamera. Ini taktik 'sadar kamera' yang mempunyai daya resonansi dengan pemirsa televisi. Sedangkan Trump hanya menatap ke depan, sambil seringkali menjep dan sekali sekala menyeringai.
Trump menyeringai dan menggelengkan kepala, ketika Harris menertawakan beberapa komentar Trump. Kadang tampk gamang. Harris juga mengalami hal yang sama pada beberapa momen.
Meski tawa khasnya hanya keluar medium, saat melakukan serangan balik dengan sindiran, kampanye Trump dengan massa besar di ajang rapat umum. Namun hanya dipergunakan Trump untuk memanjakan fantasinya.
"Anda akan lihat, selama kampanyenya, ia berbicara tentang karakter fiksi seperti Hannibal Lecter. Ia akan berbicara tentang kincir angin yang menyebabkan kanker," kata Harris. Hal itu yang membuat orang-orang yang menghadiri kampanye Trump pergi lebih awal, lantaran lelah dan bosan mendengar Trump. Pernyataan Harris ini membuat Trump tersedak.
Trump tak menanggapi isu yang diangkat oleh moderator, termasuk beberapa isu yang dianggap Trump sebagai kekuatan politiknya. Ia bicara panjang lebar ihwal entertainment value dari rapat umum kampanye.
Kedua kandidat presiden AS ini, berbeda perspektif. Trump terkesan berada di balik mimbar untuk memenangkan debat dan mempengaruhi khalayak lebih luas. Akan halnya Harris, terasa memilih perspektif: Mengalahkan Trump !
Diktator Ingin Trump Jadi Presiden
Boleh dikata, Harris berhasil dengan pilihan perspektifnya secara dramatis. Khasnya, ketika ia menyebutkan hukuman pidana Trump dan masalah hukum yang belum terselesaikan.
Reaksi Trump terasa emosional, sebagaimana tampak dalam reaksinya atas pernyataan Harris tersebut. Trump bicara pasal RUU imigrasi bipartisan yang dibenamkan.
Dalam debat yang ditonton Joe Biden dari New York, Harris berulang kali menggeleng sambil tersenyum merespon 'serangan' Trump. Juga bertopang dagu ke arah trump. Sesuatu yang terkesan 'mengecilkan' Trump.
Trump, lagi-lagi 'naik angin panas,' lantas menyebut dirinya sosok yang paling dihormati dan paling ditakuti Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban, yang terkenal sebagai seorang diktator.
Spontan Harris mengatakan, "Sudah diketahui umum bahwa para diktator dan otokrat ini mendukung Anda untuk menjadi presiden lagi, lantaran sangat jelas mereka dapat memanipulasi Anda dengan pujian..."
Trump balas menyerang Harris dengan mengatakan, "Dia membenci Israel, juga membenci "orang Arab." Pernyataan Trump ini jelas arahnya, ia ingin mengobarkan kemarahan di kalangan warga Arab Amerika atas penanganan Biden terhadap konflik tersebut. Sekaligus memantik kemarahan Yahudi Amerika pendukung zionis Israel.
Trump menegur Harris karena meremehkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu selama kunjungan baru-baru ini ke Capitol Hill - Harris memang bertemu dengannya; ia tidak menghadiri pidatonya di Kongres - dan menyatakan lagi bahwa semua itu "tidak akan pernah terjadi" jika ia masih di Gedung Putih.
Begitu pula dengan perang Rusia di Ukraina, menurut Trump, yang jeda sesaat dan mengatakan dirinya "sangat mengenal Putin," lalu mengemukakan, "Rusia tidak akan pernah ... masuk ke Ukraina" jika dia masih menjadi Presiden AS. Trump pun menuding, pemerintahan Biden - Harris memecah belah. Kata Trump, Harris merupakan contoh wakil presiden yang sudah ketinggalan zaman. “Dia adalah orang yang harus kembali ke 40, 50 tahun yang lalu – karena sekarang tidak ada apa-apanya.” katanya.
Ihwal Ukraina dan Palestina
Harris, memanfaatkan debat ihwal isu Rusia-Ukraina untuk menyerang Trump atas kegemarannya yang terdokumentasi dengan baik terhadap orang-orang kuat dan dzalim secara internasional. Tentang aksi genosida yang dilakukan zionis Israel (dibawah kebijakan bengis Benjamin Netanjahu) atas Palestina.
Harris menyatakan, "Ribuan warga Palestina, sebelum beralih ke dukungannya terhadap solusi dua negara dan komitmen untuk membangun kembali Gaza. Kami membutuhkan kesepakatan gencatan senjata dan kami ingin para sandera keluar,” kata Harris.
Ketika debat beralih ke isu kejahatan, Trump mengklaim bahwa kejahatan meningkat di Amerika Serikat, berbeda dengan negara-negara lain di dunia. Trump tak menggubris informasi moderator ( Muir ) yang menurut data FBI, menunjukkan kejahatan sebenarnya telah menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Trump, malah menuding di bawah kepemimpinan Biden dan Harris, FBI sangat korup dan mengeluarkan "pernyataan yang menipu." Dalam debat tersebut, Trump juga menyatakan, Pemilihan Umum AS "kacau." Dia juga menuding, Demokrat berusaha untuk membuat imigran tak berdokumen untuk memberikan suara dalam pemilu.
Debat memanas, ketika membahas soal kejahatan tersebut dan aborsi. Harris telah lama menjadi salah satu pendukung terkuat pemerintahan dalam hak reproduksi. Ia menanggapi pembelaan Trump atas kebijakan aborsinya dengan cara yang tidak dilakukan Biden.
Trump berkelit. Ia menunjuk tiga hakim Mahkamah Agung yang membatalkan perlindungan aborsi federal, telah berupaya untuk memoderasi pendiriannya tentang masalah tersebut dengan mengkritik larangan aborsi enam minggu.
Ia menegaskan kembali dukungannya dengan pengecualian untuk pemerkosaan, inses, dan kehidupan ibu. "Sekarang, masalah ini tidak lagi menjadi urusan pemerintah federal," kata Trump.
Trumpo Enggan Berdebat Lagi
Rada ngagul, Trump mengatakan, "Saya telah melakukan hal yang luar biasa. Perlu keberanian untuk melakukannya." Trump mengatakan, "semua orang" ingin masalah ini dikembalikan ke negara bagian, meskipun ada penolakan luas dari Demokrat dan beberapa independen.
Harris menanggapi dengan menyoroti kasus-kasus di mana perempuan tidak dapat melakukan aborsi setelah menjadi korban pemerkosaan atau berjuang untuk mendapatkan perawatan keguguran.
"Anda ingin berbicara tentang ini, apakah ini yang diinginkan orang?" tanya Harris. “Perempuan hamil yang ingin meneruskan kehamilannya, mengalami keguguran, ditolak perawatan di ruang gawat darurat karena penyedia layanan kesehatan khawatir mereka akan masuk penjara, dan dia kehabisan darah di dalam mobil di tempat parkir – dia tidak menginginkan itu,” lanjut Harris. Harris menganggap Trump hanya mementingkan dirinya sendiri.
Sepanjang debat berlangsung, Harris mengisyaratkan dirinya sebagai pendukung kelas menengah Amerika. “Donald Trump tidak punya rencana untuk Anda,” kata Harris menanggapi pertanyaan tentang ekonomi, sambil menatap kamera untuk menarik perhatian para pemilih.
Harris menguraikan visi ekonomi termasuk pemotongan pajak untuk keluarga dan pengurangan pajak untuk usaha kecil, sedangkan Trump, katanya, akan “melakukan apa yang telah dilakukannya sebelumnya, yaitu memberikan pemotongan pajak untuk para miliarder dan perusahaan besar.”
Harris mengungkapkan, sebenarnya Trump, tidak punya rencana untuk kelas menengah, karena dia lebih tertarik membela diri daripada menjaga kepentingan kelas menengah. Kampanye Trump, menurut Harris, menunjukkan, bahwa Trump adalah kandidat yang menjaga dirinya sendiri.
"Saya akan memberi tahu Anda, satu hal yang tidak akan Anda dengar dia (Trump) bicarakan adalah Anda. Dan saya akan memberi tahu Anda: Saya percaya Anda layak mendapatkan seorang presiden yang benar-benar mengutamakan Anda," katanya sambil memandang ke kamera.
Usai debat, kepada media Trump mengklaim dirinya sebagai pemenang debat. Ironisnya ia enggan berdebat lagi dengan Harris. Ia juga menuding moderator bertindak tidak adil kepada dirinya. Akan halnya Harris, masih akan mempertimbangkan. Dalam debat Trump juga menyerang latar etnis Harris yang masuk golongan kulit hitam. Ia terlahir dari ayah orang Jamaica dan ibu orang India. Ayahnya seorang akademisi. |