Israel Minta Bantuan 1 Miliar Dolar AS

Biden Didesak Pendukungnya Tolak Membantu Israel

| dilihat 457

Genjatan senjata 20 Mei 2021 antara Israel - Palestina yang diinisiasi Mesir, Qatar, dan AS setelah 11 hari zionis - radikal Israel meluahkan nafsu terorisnya menumpahkan darah, merenggut nyawa kaum perempuan, anak-anak dan lansia, serta melantakkan Gaza, memang amat disyukuri oleh rakyat dan bangsa Palestina.

Setidaknya, mereka bisa 'bernafas' agak lega. Terutama mereka yang terlantar karena serangan menggila yang (selalu diputar-balikkan faktanya, seolah-olah sebagai serangan melindungi diri) Israel.

Rakyat Gaza, khasnya kaum muslimin yang menjadi sasaran, sudah meninggalkan berbagai tempat perlindungan sementara, termasuk yang 'bersembunyi' di Gereja Baptis Gaza, bersama sejumlah (dari 200) jema'atnya. Mereka sudah kembali ke reruntuhan rumah mereka untuk kembali memulai kehidupan, mengais rezeki. Isu yang mengemuka di Gaza, kini adalah bagaimana membangun kembali infrastruktur yang lantak.

Inisiasi genjatan senjata itu, lekas direspon Israel, karena sesungguhnya pertahanan (iron dome) mereka sudah keteteran digempur pasukan pejuang Palestina, faksi Hamas yang relatif menguasai Gaza.

Bila saja spirit dan aksi perlawanan Hamas lemah, Isarel sudah menguasai wilayah Palestina yang berulang kali menjadi sasaran serangan, dan memang hendak mereka 'ratakan' itu.

Israel menyetujui gencatan senjata itu, bukan karena mulai punya rasa kemanusiaan. Melainkan, karena mereka berharap bantuan militer baru dari induk semangnya, Amerika Serikat.

Sepekan setelah gencatan senjata, Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz berkunjung ke Washington DC, ibukota Amerika Serikat. Gantz menjumpai Antony Blinken, US Secretary of State, dan meminta bantuan militer sebesar 1 miliar dolar AS.

Adalah Senator AS Lindsey Graham yang membuka omongan dan mengatakan kepada wartawan, pekan lalu , permintaan dana sebesar itu untuk kepentingan "mengisi ulang" sistem intersepsi rudal Iron Dome, serta membeli amunisi untuk angkatan udara Israel, setelah 11 hari pertempuran antara Israel dan Hamas, faksi Palestina yang menguasai Jalur Gaza.

Presiden AS Joe Biden, tak akan mudah memberikan bantuan, itu. Dia akan berhadapan dengan sejumlah anggota Senat, dari kubu Demokrat yang mengusung dan menghantarnya ke kursi kepresidenan menggantikan Donald Trump.

Biden juga akan menghadapi 'arus besar internasional,' di berbagai belahan dunia, termasuk dari kalangan Yahudi Ortodox yang mengecam tindakan brutal rezim teroris radikal Benjamin Netanjahu.

Para aktivis pembela hak-hak Palestina di Amerika Serikat lantang mengecam kunjungan Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz, itu. Sabtu, 29 Mei 2021 para para aktivis itu melakukan aksi unjuk rasa menentang kedatangan Gantz.

Mereka berkumpul di Lincoln Memorial, Washington DC, mendesak pemerintahan Joe Biden mengakhiri bantuan AS kepada Israel, setelah perompak tanah, wilayah, dan hak kemerdekaan bangsa Palestina, itu via serdadunya melakukan pemboman 11 hari militer Israel di Jalur Gaza.

Pemboman atas wilayah Palestina yang terkepung ( dari darat, laut dan udara itu) menewaskan 235 warga Palestina, termasuk 67 anak-anak, dan menelantarkan sedikitnya 58.000 warga Palestina. Sebaliknya, serangan balasan roket Hamas, menewaskan 12 orang di Israel.

Mohamad Habehh, koordinator Muslim Amerika untuk pembangunan nasional Palestina, mengatakan kepada Al Jazeera, kementerian Luar Negeri AS sudah mencoba untuk buru-buru merencanakan bantuan sebesar 735 juta dolar AS (dalam bentuk senjata tambahan). Padahal, setiap tahun, pemerintah AS telah menggunakan di atas 3.8 miliar dollar AS anggaran yang antara lain dihimpun dari  pembayar pajak Amerika, diberikan kepada Israel.

Sumber lain dari Gedung Putih mengisyaratkan, pertemuan Gantz dengan penasihat keamanan nasional Presiden AS Joe Biden, Jake Sullivan, pada Kamis (27 Mei) pagi tidak menunjukkan apakah permintaan bantuan militer Israel yang diharapkan sebesar 1 miliar dolar AS, itu telah dibuat formal.

Gantz mentweet, dirinya membahas perlindungan QME (qualitative military effort) Israel dengan Sullivan. QME yang dimaksudkan Gantz, menunjukkan upaya meningkatkan keunggulan teknologi dan militer Israel, yang telah dibantu AS selama beberapa dekade melalui paket 'bantuan murah hati.'

Bantuan ini oleh para kritikus disinyalir, mendorong pemerintah Israel  bertindak tanpa hukuman dan brutal di wilayah Palestina yang mereka duduki secara paksa.

Lantang Habehh bicara,  “Uang pajak Amerika tidak boleh dihabiskan untuk membiayai apartheid dan pembersihan etnis, terutama ketika ada begitu banyak kebutuhan di Amerika Serikat.”

Sikap tegas dan lantang Habehh, merespon pernyataan Dewan Keamanan Nasional AS, bahwa selama pertemuan dengan Gantz, itu Sullivan menekankan “komitmen pemerintahan Biden untuk memperkuat semua aspek kemitraan keamanan AS - Israel, termasuk dukungan untuk Iron Dome System.”

Namun, Sullivan menurut Dewan Keamanan Nasional, juga menyoroti pentingnya memastikan bahwa bantuan kemanusiaan segera dapat menjangkau orang-orang Gaza.

Ini senafas dengan pernyataan Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken (25/5), yang mengabarkan, bahwa AS akan memberikan bantuan kemanusiaan senilai 38 juta dolar AS kepada warga Palestina.

Tetapi bagi para pembela hak-hak Palestina, kabar itu, dipandang sebagai gerakan yang terasa hampa. Laura Albast, seorang aktivis Palestina - Amerika mengemukakan, "Anda memberikan beberapa juta dolar kepada orang Palestina untuk bantuan kemanusiaan, tetapi kemudian Anda memberi ratusan juta dolar senjata ke negara yang menindas mereka?”

Laura Albast, menyatakan hal itu bersama Gerakan Pemuda Palestina yang menghadiri demonstrasi kecil di luar Gedung Putih menentang kunjungan Gantz.

Kepada Al Jazeera, Albast menyatakan, “Biden mengatakan dia akan membela hak asasi manusia. Kami telah turun ke jalan yang berbaris dalam puluhan ribu orang. Kami telah menandatangani petisi. Kami telah mengangkat suara kami melawan kejahatan apartheid Israel. Ternyata, Joe Biden tidak peduli dengan kami atau hak asasi manusia Palestina.”

Sebelumnya, anggota Kongres AS - Demokrat, Rashida   meneteskan air mata dan terbata-bata dalam menyampaikan pernyataan keprihatinannya atas penyerbuan Al-Aqsa dan Gaza oleh Pasukan Israel. Di hadapan sidang Kongres, Rashida Tlaib perwakilan dari Detroit, Michigan mengingatkan Biden dan pemerintahannya untuk melihat realitas kemanusiaan yang dihajar Israel. Rashida Tlaib dalam cuitan di akun tweeternya menyebut: No more weapons to kill children and families. Enough.

Albast menambahkan, kerabatnya di Gaza hancur lantak rumahnya selama pemboman Israel bulan lalu. "Ke mana mereka akan pergi sekarang?" tanya Albast. Namun bergitu dia berterima-kasih kepada Tuhan yang telah menyelamatkan mereka.

Pengaruh Substansial Kelompok Pro Israel

Al Jazeera memberitakan, bantuan militer AS untuk Israel telah lama dianggap sebagai landasan kebijakan luar negeri negara itu.

Pengaruh politik substansial dari kelompok-kelompok pro - Israel telah membantu menciptakan konsensus bipartisan yang kuat untuk mendukung Washington mengirimkan miliaran dolar ke Israel setiap tahun.

Kelompok advokasi Palestina mengatakan, mereka menyaksikan perubahan wacana seputar Israel - Palestina di AS, dan opini publik bergeser di antara pemilih Partai Demokrat – bahkan jika perubahan itu belum mencapai para pemimpin  partai. Namun demikian, anggota Partai Demokrat progresif semakin blak-blakan dalam kritik mereka terhadap bantuan militer.

Ketika pemerintahan Biden mengumumkan niatnya untuk menjual amunisi tambahan senilai 735 juta dolar AS kepada Israel – sebuah pengungkapan yang pertama kali dilaporkan selama serangan Israel di Gaza – beberapa anggota progresif Kongres mencoba untuk memblokirnya.

Sebuah RUU juga telah diperkenalkan oleh Senator Betty McCollum, yang berusaha untuk memastikan bahwa uang bantuan AS tidak digunakan untuk memfasilitasi penghancuran rumah-rumah dan penahanan anak-anak Palestina oleh Israel. Juga tidak digunakan untuk  perampasan tanah Palestina, dan berbagai tindakan biadab lainnya.

Anggota Kongres dari Partai Demokrat, Cori Bush lewat cuitan di akun twiter-nya mengemukakan, “Rekan-rekan saya buru-buru ingin memberi militer Israel satu miliar dolar lagi untuk mendanai apartheid, sedangkan sistem pendidikan kami, sistem perawatan kesehatan kami, sistem perumahan kami, semuanya tetap kekurangan dana.”

Cuitan itu, mengacu pada kunjungan Gantz. “Komunitas kami membutuhkan  1 miliar dolar AS, itu. Kirimkan kepada kami sebagai gantinya,” lanjutnya.

Selaras dengan itu, pada 23 Mei, lebih dari 500 staf Demokrat dan lainnya yang bekerja pada kampanye kepresidenan Biden menandatangani surat, yang menyerukan pemerintahan Biden - Kamala mengambil sikap lebih tegas terhadap Israel dan berbuat lebih banyak untuk menegakkan hak-hak Palestina. Sekaligus menolak permintan bantuan untuk militer Israel.

“Seperti yang Anda tweet bulan lalu, 'Tidak ada presiden Amerika yang bertanggung jawab, yang bisa tetap diam ketika hak asasi manusia dilanggar.' Itulah sebabnya kami meminta Anda  secara tegas mengutuk pembunuhan Israel terhadap warga sipil Palestina,” ungkap surat itu.

Bagi para aktivis Palestina-Amerika, tanda-tanda seperti itu merupakan indikasi yang menjanjikan harapan, bahwa tahun-tahun pergerakan mereka mulai membuahkan hasil.

“Segalanya mulai berubah,” kata Habehh. “Sudah begitu lama bantuan Amerika ke Israel menjadi cek kosong tanpa syarat. Mengapa Israel tidak mengubah perilakunya?” tanyanya. | delanova, jeanny

Editor : eCatri | Sumber : Al Jazeera, AJ +, dan berbagai sumber
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1095
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 166
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 338
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 364
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 333
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya