Puasa Kali Ini Memang Berbeda

| dilihat 645

Jelang masuk Ramadan 1411 Hijriah yang mulai kita jalani, Jum'at (24/04/20) saya tercenung membaca tiga pesan Ramadan.

Pertama, pesan Ramadan yang disampaikan Koordinator Presidium Majelis Nasional Forum Alumni HMI-wati (FORHATI), Hanifah Hussein. Perempuan berdarah Tapanuli - Banten, itu mengajak kita bersyukur, bahwa Allah masih memberi kesempatan bagi kita untuk menjalankan ibadah shaum Ramadan.

Hanifah mengatakan, "Allah pencipta dan pemelihara semesta yang tak pernah bosan dan tak pernah lelah menyediakan rahmat, karunia, dan ampunan, kembali memberikan peluang untuk kita mencapai kualifikasi insan yang bertaqwa."

Bagi saya, kualifikasi insan yang bertaqwa, merupakan pencapaian puncak kualitas insaniah. Tak hanya sebagai sebaik-baiknya makhluk. Melainkan menjadi insan terbaik, insan kamil.

Dalam konteks, itu Ramadan 1411 Hijriah, yang kita jalani di tengah ujian petaka besar kemanusiaan, wabah virus COVID-19, akan sungguh memandu kita kita untuk mengenali hakikat esensinya sebagai bulan penuh berkah untuk memenuhi kewajiban kita.

Allah memberi peluang, supaya kita lebih mendekatkan diri kepada-Nya, untuk meraih rahmat, berkah, dan ampunan-Nya yang senantiasa disediakannya di tengah cobaan hidup yang menghampiri seluruh dunia..

Hanifah mengimbau, "Marilah kita tunaikan ibadah puasa kita kali ini lebih khusyuk, di tengah kehangatan keluarga.. Marilah kita manfaatkan bulan Ramadan untuk membersihkan jiwa dan raga kita, menjaga jarak kita dengan segala perilaku dan perbuatan yang dilarang-Nya, seraya menutup mulut kita dari ghibah, buhtan, dan fithan.."

Dia berharap, "Mudah-mudahan segala virus corona dan virus kemungkaran yang mengancam lahir dan batin kita segera menjauh, sehingga kita akan sampai pada hari kita kemenangan, kembali sebagai insan nan fithri. Kembali ke pangkal, seperti yang diisyaratkan Allah, "Qullu Mauludin Yuladu 'alal fithrah." (Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan suci).

Gubernur Jakarta, Anies Rasyid Baswedan - dalam pesan Ramadan 1411 Hijriah mengemukakan, suasana Ramadan kali ini berbeda, namun tak berarti kita tak bisa membuatnya lebih bermakna. Khasnya untuk bisa mencapai derajat muttaqin dan digolongkan ke dalam orang-orang yang meraih kemenangan.

Anies mengemukakan, hari Jumat (24/4) sebagai hari pertama perpanjangan PSBB Jakarta juga hari pertama bulan puasa bagi umat Islam yang akan melaksanakan ibadah di bulan Ramadan.

"Bulan puasa kali ini akan berbeda, bagi begitu banyak kita, termasuk saya, Pak Wagub juga dan kita semua," ungkapnya.

Menurut Anies, bulan puasa adalah bulan di mana kita berada di Masjid. "Kita berkegiatan dai mulai subuh sampai tarawih, masjid adalah central-nya. Dan puasa kali ini, akan menjadi berbeda, karena kita semua akan melaksanakan kegiatan itu di rumah, ikhtar tak lagi ada buka puasa bersama, tapi buka puasa di rumah bersama keluarga, tarawih dilakukan bersama keluarga di rumah, bukan lagi di masjid. Salat-salat fardhu juga kita kerjakan di rumah." ungkapnya.

Ramadan kali ini, lanjut Anies, mungkin mirip dengan Ramadan Nabi besar SAW. Pada saat itu, semua tidak dikerjakan di masjid, sempat tarawih di masjid tapi kemudian di rumah. Buka puasa juga di rumah kegiatan peribadatan di rumah, semua tak dilakukan di masjid.

Kali ini, kita bisa kesempatan untuk masuki bulan Ramadan dalam suasana yang mirip dengan suasana itu, ini kesempatan bagi kita. Karena itu saya menganjurkan dalam kesempatan ini, hari Jumat besok masuk 1 Ramadan kita memasuki masa ini dengan semangat untuk meningkatkan ketakwaan, menahan hawa nafsu tapi sambil juga kita memerangi pandemi COVID.

Ini adalah sebuah bulan yang suci, sekaligus juga periode yang amat berbeda dengan yang lain-lain, karena itu saya ingin sampaikan kepada semua mari kita jalankan ibadah di bulan suci Ramadan dengan cara menjaga, mencegah penularan COVID. Di rumah, di keluarga tingkatkan peribadatan dan ini sesungguhnya ada kesempatan kita meningkatkan ketakwaan di dalam keluarga.

Anies mengeluarkan keputusan, memperpanjang masa pembatasan sosial berskala besar di wilayah otoritasnya, Jakarta selama 28 hari, mulai dari 24 April sampai 22 Mei 2020. Perpanjangan itu dilakukan Anies, setelah mendengar pandangan para ahli di bidang penyakit menular, dan diskusi dengan pimpinan Dinas Kesehatan.

Dari beberapa hal yang dibatasi itu, termasuk pembatasan bagi masyarakat berkumpul lebih dari lima orang, termasuk pembatasan kegiatan di rumah-rumah ibadat. Ini yang dikatakan Anies membuiat suasana Ramadan kita kali ini, amat istimewa.

Pandangan Hanifah dan Anies, selaras dengan pandangan Organisasi kesehatan dunia - WHO, yanbg sejak awal April 2020 mempublikasikan pandangan dan panduan tentang pelaksanaan ibadah puasa yang dimulai hari Jum'at (24/04).

Menurut WHO, bulan suci Ramadan ditandai dengan pertemuan sosial dan keagamaan di mana keluarga dan oara sahabat Muslim bersatu untuk berbuka bersama, setelah matahari terbenam saat berbuka puasa atau sebelum fajar saat sahur.

Banyak Muslim meningkatkan kehadiran mereka di masjid-masjid selama bulan itu dan berkumpul untuk salat lebih lama untuk taraweeh dan qiyam al lail. Beberapa Muslim juga menghabiskan berhari-hari berturut-turut di masjid selama 10 hari terakhir bulan Ramadan (i'tikaf) untuk salat. Praktek-praktek tradisional dan keagamaan ini diamati secara teratur sepanjang bulan.

Tahun ini Ramadan jatuh antara akhir April dan akhir Mei karena pandemi COVID-19 berlanjut.

Transmisi COVID-19 difasilitasi oleh kontak dekat antara orang-orang, karena virus menyebar melalui tetesan pernapasan dan kontak dengan permukaan yang terkontaminasi. Untuk mengurangi dampak kesehatan masyarakat, beberapa negara telah menerapkan langkah-langkah jarak fisik yang bertujuan untuk menghentikan penularan dengan mengurangi interaksi antara orang-orang.

Langkah-langkah ini, menurut WHO adalah mekanisme kontrol mendasar untuk mengendalikan penyebaran penyakit menular, terutama infeksi pernapasan, yang terkait dengan pertemuan besar orang. Langkah-langkah jarak fisik, termasuk penutupan masjid, pemantauan pertemuan publik dan pembatasan gerakan lainnya, akan berdampak langsung pada pertemuan sosial dan keagamaan yang menjadi pusat Ramadan.

Berbagai negara di seluruh dunia mengambil langkah berbeda untuk mengendalikan penyebaran COVID-19. WHO menyatakan, pembatasan sosial, termasuk penghapusan salat Jum'at dan salah Tarawih , harus dipertimbangkan serius.

WHO merekomendasikan, apapun keputusan untuk membatasi, memodifikasi, menunda, membatalkan, atau melanjutkan dengan pertemuan massal harus didasarkan pada pendekatan komprehensif yang diambil oleh otoritas nasional untuk menanggapi wabah.

Jika membatalkan pertemuan sosial dan keagamaan, dan jika memungkinkan, dapat dipertimbangkan alternatif ibadah virtual menggunakan platform seperti televisi, radio, digital, dan media sosial.

Jika pertemuan Ramadan diizinkan untuk dilanjutkan, langkah-langkah untuk mengurangi risiko penularan COVID-19 harus dilaksanakan. Otoritas kesehatan nasional harus dianggap sebagai sumber utama informasi dan saran mengenai jarak fisik dan tindakan lain yang terkait dengan COVID-19 dalam konteks Ramadan.

Kepatuhan terhadap langkah-langkah yang ditetapkan ini harus dipastikan. WHO mengemukakan, para pemimpin agama harus dilibatkan sejak awal dalam pengambilan keputusan, sehingga mereka dapat secara aktif terlibat dalam mengkomunikasikan keputusan apa pun yang mempengaruhi peristiwa yang berhubungan dengan Ramadan.

Strategi komunikasi yang kuat sangat penting untuk menjelaskan kepada populasi alasan pengambilan keputusan. Instruksi yang jelas harus diberikan dan pentingnya mengikuti kebijakan nasional diperkuat. Strategi komunikasi juga harus mencakup pesan proaktif tentang perilaku sehat selama pandemi dan menggunakan platform media yang berbeda;

Pertimbangan menyeluruh Saran mengenai jarak fisik, antara lain:  Berlatih menjaga jarak fisik dengan secara ketat menjaga jarak setidaknya 1 meter (3 kaki) antara orang-orang setiap saat; Gunakan salam yang disetujui secara budaya dan agama yang menghindari kontak fisik, seperti melambaikan tangan, mengangguk, atau meletakkan tangan di atas hati; Hentikan sejumlah besar orang berkumpul di tempat-tempat yang terkait dengan kegiatan Ramadan, seperti tempat hiburan, pasar, dan toko.

WHO juga mengingatkan para pemuka agama Islam, tentang bagaimana sikap kepada kelompok berisiko tinggi, untuk bersikkap: Dorong orang yang merasa tidak sehat atau memiliki gejala COVID-19 untuk menghindari menghadiri acara dan mengikuti pedoman nasional tentang tindak lanjut dan pengelolaan kasus simptomatik.

Kemudian, mendesak orang yang lebih tua dan siapa pun dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya (seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan kanker) untuk tidak menghadiri pertemuan, karena mereka dianggap rentan terhadap penyakit parah dan kematian akibat COVID-19. | Haedar

Editor : Web Administrator
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1096
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Humaniora
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 104
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 520
Momentum Cinta
12 Mar 24, 01:26 WIB | Dilihat : 529
Shaum Ramadan Kita
09 Mar 24, 04:38 WIB | Dilihat : 447
Pilot dan Co Pilot Tertidur dalam Penerbangan
Selanjutnya