Pendidikan Syarikat Islam Menanamkan Benih Kemerdekaan dan Demokrasi

| dilihat 911

PARÉ, KEDIRI | Presiden Syarikat Islam, Dr. Hamdan Zoelva, SH., MH., mengemukakan, pendidikan Syarikat Islam menjadi paralel atau seiring-sejalan dengan gerakan dakwah ekonomi yang secara masif tengah digulirkan. 

Hamdan mengemukakan hal tersebut, saat meresmikan Gedung Juang BPPI (Badan Pendidikan dan Pengajaran Islam) Tjokroaminoto, dan peringatan 100 Tahun (Seabad) penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran dasar Sekolah Rakyat (Dasar) - BPPI tersebut di Parè, Kediri, Jawa Timur, Senin (30 Januari 2023).

Sekolah Rakyat BPPI Tjokroaminoto - Parè, Kediri dirintis sejak tahun 1912, bermula dari didirikannya sekolah partikelir berbasis Pendidikan Agama Islam di daerah tersebut.

Dalam rintisan penyelenggaraan pendidikan dasar dimulai dari beranda Masjid At-Taqwa yang berada di timur Pasar Pamenang Pare.  Sepuluh tahun kemudian (1923) proses belajar-mengajar dipindahkan ke gedung sekolah di bagian utara masjid, yang kemudian diresmikan dengan nama Madrasah Islamiyah Miftahul Ulum. Lalu berubah menjadi Sekolah Dasar BPPI Tjokroaminoto.

Madrasah inilah yang menjadi cikal bakal dari Sekolah-sekolah dalam naungan BPPI Tjokroaminoto yang kemudian hari kian berkembang di seluruh Nusantara.

Yayasan BPPI Tjokroaminoto - Pare, Kediri mencatat, berdirinya SD BPPI Tjokroaminoto ini identik dengan keberadaan organisasi pergerakan Serikat Islam yang bermula dari Serikat Dagang Islam (SDI) mengingat para pegiat pendidikannya adalah aktivis dan pengikut Sarekat Islam yang berada di daerah tersebut.

Karya Budaya

Hamdan mengemukakan, kelak, keberhasilan membangun ekonomi kaum atau umat Islam akan menjadi penopang utama bagi keberhasilan mengukuhkan keberadaan dunia pendidikan yang diselenggarakan oleh Syarikat Islam dan kaumnya.

Tahun 2023 menjadi momentum tasyakkur dan silaturrahim Dewan Pimpinan Pusat Syarikat bersama para guru - pendidik sekolah-sekolah di lingkungan Syarikat Islam.  Antara lain melalui dialog - Silaturrahmi Besar Pendidikan Syarikat Islam, yang menghadirkan para pembicara, masing-masing Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Ekonomi - Industri, Rachmat Gobel; Guru Besar Ilmu Seni Pertunjukan ISBI (Institut Seni Budaya Indonesia) Bandung, Prof. Dr. Endang Caturwati, SST., MS.

Menurut Hamdan, usia satu abad atau 100 tahun bagi sebuah institusi atau perkumpulan merupakan rentang panjang kehidupan yang pasti dilalui dengan tidak mudah, banyak lika-liku rintangan dan tantangan yang dihadapi seiring dinamika perubahan tata sosial yang terjadi di dalamnya.

Karenanya, peringatan tersebut, menurut Hamdan, merupakan bagian dari upaya melihat dan merasakan jejak karya budaya yang ditorehkan oleh para pendahulu. "Sekolah yang sudah berumur seratus tahun, serta gedung-gedung tua dan berbagai peninggalan masa lalu adalah karya budaya yang ditinggalkan oleh para pendahulu kita," tegas Hamdan.

Pendirian sekolah-sekolah yang menanamkan nilai-nilai Islam oleh Syarikat Islam pada masa lalu, ungkapnya, diikhtiarkan untuk melahirkan manusia-manusia yang mau dan mampu menciptakan kehidupan dan budaya yang berdasarkan nilai-nilai Islam. Ia mengungkapkan, "dalam Kongres Nasional Syarikat Islam - bersamaan dengan Kongres IV Al Islam di Yogyakarta tanggal 21 sampai 25 Agustus 1925, dibicarakan mengenai onderwijs (pendidikan) dalam  Islam dan  usaha  didirikannya Central Muslimsche Leiderbond atau Pertalian  Pertalian pemimpin-pemimpin Islam."

Moeslim Nationaal Onderwijs

Hamdan mengutip penjelasan HOS Tjokroaminoto masa itu, bahwa Islam adalah suatu anasir kebudayaan, anasir inilah yang akan memerdekakan rakyat Indonesia. Kemudian HOS Tjokroaminoto, dalam buku Moslem National Onderweijs menulis: “Bahwa agama Islam adalah suatu anasir kebudayaan; anasir inilah yang akan memerdekakan rakyat Indonesia dari penindasan dan penghisapan yang diderita oleh rakyat sekarang ini. Supaya dapat mencapai tujuan itu Syarikat Islam akan memperbanyak sekolah- sekolah.”

Dalam Moeslim National Onderweijs itu, dinyatakan bahwa sekolah-sekolah yang didirikan  Syarikat Islam, selain mengajarkan kepandaian akal dan ilmu pengetahuan haruslah memiliki karakter yang kuat yang menjadi kepribadian para lulusannya, yaitu seluruh sekolah Syarikat Islam harus: "Menanamkan benih kemerdekaan dan benih demokrasi pada setiap peserta didik; Menanamkan benih keberanian yang luhur, benih keikhlasan hati, kesetiaan dan kecintaan kepada yang hak sebagaimana yang menjadi tabiat masyarakat muslim; Menanamkan benih keprihatinan yang halus, benih keutamaan budi dan kebaikan peringati; Menanamkan benih kehidupan yang shaleh dan sederhana yang menjadi pencitraan dan kemasyhuran ummat Islam."

"Kita bisa membayangkan bagaimana orang tua-tua kita dahulu menggagas berdirinya taman pendidikan atau sekolah di masa kolonialisme yang nyata-nyata  kehadiran  bangsa  Belanda  - juga  bangsa  Eropa  lainnya   di persada Nusantara ini, bukan sekadar meraup rempah-rempah dan hasil bumi lainnya, akan tetapi diimbuhi dengan penyebaran misi dan zending --- yang harus dihadapi oleh kaum pribumi," jelas Hamdan lagi.

Dikemukakannya, "Sudah menjadi pemahaman kita, bahwa Pemerintahan Hindia Belanda senyatanya menghambat kemajuan Islam di negeri kita, dengan salah satunya membuat batasan aturan yang mempersulit berdirinya pendidikan - sekolah yang bernafaskan keislaman."

Penjajah Belanda tersebut juga melakukaniIntervensi ke dalam dunia pendidikan melalui regulasi yang diterapkan oleh pemerintah kolonial sebagai bentuk kebijakan Ordonansi Guru dan Ordonansi Sekolah Liar (Partikelir) berdasarkan Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 550 tahun 1905. Salah satu caranya adalah mengubah nama sekolah yang Islami semacam Madrasah Islamiyah (yang biasa disebut sebagai Sekolah Arab) menjadi HIS (Holland Inlands School) atau menjadi Kweek School (Sekolah Guru).

Daarul Ma'arif

"Sekolah Dasar Tjokroaminoto Parè ini, menjadi saksi sejarah, terkena regulasi tersebut. Sekolah rintisan pada 1912 awalnya dikenal sebagai Sekolah Arab, dan di tahun 1923 menjadi Miftahul ‘Ulum lalu diubah menjadi HIS, BPPI Holland Inlands School, baru kemudian menjadi BPPI Tjokroaminoto Parè.

Balai Pendidikan dan Pengajaran Islamiyah (BPPI) dibentuk oleh Syarikat Islam sebagai badan atau lembaga yang menangani pendidikan kalangan SI, dengan mendirikan sekolah-sekolah di banyak daerah, antara lain : Banjarnegara, Kediri, Solo, Madiun, Manado, Luwuk Banggai, Toli-toli, Pagimana, Alor, Gorontalo, Cirebon, Kudus, Garut, Balantak, Bolaangmongondow, Makassar, Manggala (Lampung), dan daerah-daerah lainnya.

Syarikat Islam, yang berdiri sejak 1905 sebagai kelanjutan dari SDI adalah organisasi  pergerakan  kebangsaan  yang  concern  dalam    pendidikan anak bangsa. SI inilah menjadi organisasi yang lebih awal bereaksi keras terhadap kebijakan Ordonansi Guru dan Sekolah Liar  tersebut.

Sebagai bentuk penguatan sistem pendidikan yang menyeimbangkan antara pengajaran agama (keislaman) dan ilmu -pengetahuan, pada Natico IX tahun 1925, Sarekat Islam menetapkan Moslem Nationaal Onderwisj sebagai pijakan untuk mendidik anak bangsa yang berkarakter memerdekakan, cinta tanah air, dan rasa kebangsaan.

Menurut Hamdan kemudian, cikal-bakal didirikannya sekolah oleh aktivis pergerakan Sarekat Islam yang bermula pada tahun 1906, adalah Sekolah Arab pertama yang diberi nama sekolah Daarul Ma’arif yang berada di dekat alun-alun Banjarnegara. Selanjutnya kian bertumbuhlah sekolah-sekolah SI yang di kemudian hari pada tahun 1953 sekolah-sekolah SI yang dibangun atau dikelola oleh BPPI Tjokroaminoto dikoordinasikan dalam naungan Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Tjokroaminoto.

Otokritik untuk SI

Pada bagian lain pidatonya, Hamdan mengemukakan otokritiknya terhadap Syarikat Islam. Dia kemukakan, konsentrasi gerakan Sarekat Islam dalam urusan politik dalam rentang waktu yang panjang, telah ‘melupakan’ penataan dunia pendidikan di rumahnya sendiri. Akibatnya, kondisi dunia pendidikan di lingkungan SI menjadi berjalan terseok-seok, kurang mendapat sentuhan perhatian dari kepengurusan Syarikat Islam di tingkat pusat.

Di mana-mana banyak sekolah didirikan, di atas lahan yang secara ikhlas diwakafkan atau dihibahkan oleh kaum SI. Sebagian terus bertahan dan konsisten hingga kini menyebut sebagai ‘bagian dari perjuangan Syarikat Islam,’ tetapi banyak juga yang berubah atau melepas diri dari induk organisasi Syarikat Islam.

"Kondisi kurang nyaman dalam pendidikan Syarikat Islam inilah yang menjadi perhatian pertama, ketika saya didaulat menjadi Ketua Umum atau Presiden Syarikat Islam pada 2015," ungkap Hamdan. Kemudian, ia langsung menempatkannya sebagai prioritas utama Syarikat Islam dalam proses transformasinya.

Membangun dan menata ulang dunia kependidikan SI adalah menjadi keniscayaan yang wajib dilakukan sebagai program utama Syarikat Islam hari ini dan ke depan, selain dakwah ekonomi dan konsolidasi organisasi dan membebaskan diri dar politik praktis - pragmatis.

Oleh karena itu, pada kesempatan tersebut, diiringi rasa syukur ke hadhirat Allah ‘Azza wa Jalla, Hamdan selaku Presiden Syarikat Islam menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinggi kepada seluruh pelaku, pekerja, dan pemerhati pendidikan di lingkungan Syarikat Islam,  baik yang berada dalam wadah pendidikan Tjokroaminoto atau nama-nama lainnya, yang selama ini dengan telaten terus menjaga dan merawat sekolah-sekolah mulai dari pendidikan tingkat elementer hingga perguruan tinggi, demi mencetak kehadiran generasi bangsa yang cerdas dan berakhlak karimah.

Untuk itulah, melalui ajang kumpul bersama pada forum seabad usia BPPI Pare Kediri ini, Hamdan meyakini, kaum Syarikat Islam meletakkan niatan tulus ikhlas, sembari bermunajat kepada Allah, bahwa kita akan menyatukan hati dan pikiran bagi menguatkan daya-upaya agar dunia pendidikan Syarikat Islam dapat bertumbuh kembang, maju, dan sejahtera

Kurikulum SI

Ditegaskannya, DPP Syarikat Islam tidak ingin merebut atau menguasai segala aset kaum yang ada dan berserakan di serata negeri ini. "Tidak sama sekali. Yang hendak kita lakukan adalah menata dan memberi perhatian untuk keberhasilan dan kemajuan semua yang menjadi aset kaum, baik itu berupa sekolah-sekolah, lahan, ataupun gedung-gedung dari hasil titipan para tetua kita di masa lalu untuk kemaslahatan kaum, kemaslahatan umat," tegasnya.

Itulah sebabnya Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam bidang pendidikan membuka kesempatan kepada siapa pun di antara kaum SI, untuk mereka mendaftarkan sekolah-sekolah atau pesantren yang ada kini, bergabung sebagai Sekolah-sekolah dan Pesantren Afiliasi Syarikat Islam.

"Untuk memberikan pencitraan yang khas penyelenggaraan kependidikan berkarakter di lingkup organisasi Syarikat Islam, Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam telah membuat Kurikulum Pendidikan Syarikat Islam, yang bersumber dari naskah Moslem Nationaal Onderwijs dan secara simultan terus menyiapkan materi-materi turunannya yang akan menjadi bahan ajar di semua jenjang kependidikan sekolah - sekolah Syarikat Islam dan atau Sekolah-sekolah Afiliasi Syarikat Islam.

Pada kesempatan tersebut, Hamdan mengajak khalayak, kaum SI, terkait Peringatan Satu Abad BPPI Tjokroaminoto ini, kita mengenang tokoh yang menjadi panutan sebagai bentuk ungkapan terima kasih kepada K.H. Muhammad Tohir sebagai Ketua Afdeeling SI Kediri yang telah mewakafkan tanah untuk sekolah ini; lalu, anak beliau K.H. Ahmad Yazid (yang menguasai 7 bahasa asing) yang salah seorang muridnya, Mr. Kalen Osen mendirikan lembaga kursus Basic English Course (BEC) yang telah berkembang menjadi sekitar 100-an lembaga kursus, dan menyebabkan Parè terkenal sebagai “Kampung Inggris”.

Beberapa nama disebut Hamdan, bersentuhan dengan Kediri dan sekolah tersebut, yakni Abikoesno Tjokrosoejoso selaku Ketua SI Afdeeling Kediri yang kemudian terlibat sebagai Panitia Sembilan dalam penyusunan naskah Mukaddimah UUD 1945, lalu menjadi Menteri Perhubungan RI yang pertama. Kemudian, Soedibjo yang menjadi Menteri Penerangan RI dalam Kabinet Ali Sostroamidjojo, tokoh  SI alumni sekolah BPPI Pare ini.

Ia juga menyebut alumni sekolah ini lainnya, Prof. Dr. A. Rahman Partosentono, guru besar UIN Jakarta yang pernah menjadi Kepala Sekolah BPPI Tjokroaminoto Pare ini. Namanya diabadikan menjadi nama Gedung Teater UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Hamdan juga berterima kasih kepada para alumni sekolah ini, yang telah bahu membahu membangun gedung juang BPPI Parè, Kediri.| syaf, primantian, masybitoch

Artikel Terkait | Gobel : Penting Ekonomi dan Pendidikan Berbasis Budaya

Editor : Web Administrator
 
Energi & Tambang
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1194
Rumput Tetangga
Selanjutnya