Bang Sèm
Lantunan ayat-ayat suci Al Qur'an kumandang dari masjid jamik di tepi pantai kawasan Waterfront City Namlea, tak jauh dari pelabuhan Merah Putih. Lantunan ayat-ayat al Qur'an tersebut terdengar jelas dari kamar hotel tempat kami menginap, yang terletak di bukit.
Iman, yang menemani saya sejak dari Ambon, mengikuti bacaan ayat-ayat tersebut. Anak muda, aktivis mahasiswa asal Key itu hafal sejumlah ayat dalam berbagai surah di dalam al Qur'an. Saya memberi isyarat agar segera bergegas ke masjid untuk menunaikan salat Jum'at.
"Tenang, om.. sebentar lagi kita berangkat. Kita salat di Masjid Agung Al Buruuj," katanya.
Dua aktivis lain yang mengemudi kendaraan dan seorang lagi, juga tersenyum. Mereka menyebut, jarak hotel dengan masjid Agung di pusat kota Namlea tak jauh, dan dapat dijangkau hanya beberapa menit saja.
Karena ingin melihat berbagai sudut kota, akhirnya kami bergegas segera. Kami keliling kawasan kota. Masjid Agung Al Buruuj yang menjadi kebanggaan masyarakat Namlea, tempat berbagai aktivitas keagamaan kota itu nampak elok. Suar bagi kota Namlea dan Pulau Buru, Maluku.
Terletak berdekatan dengan lapangan upacara, kompleks perkantoran Kabupaten Buru, hutan kota tempat penangkaran jonga (rusa) yang rindang, sekolah, juga tersambung poros dengan tugu Tani.
Ketika tiba di masjid (Jum'at 24/8/24), lewat gerbang yang indah, suasana masih relatif sepi. Bagian depan masjid dikelilingi selasar dengan ruang terbuka di tengahnya. Di belakang ruang wudhu pria terdapat bangunan kantor sekretariat masjid, tempat singgah dan pertemuan berbagai aktivis organisasi kemasyarakatan Islam.
Menyegarkan Jama'ah
Masjid Agung Al-Buruuj dibangun pada tahun 1998, setahun lebih awal dari kompleks pemerintahan Kabupaten Buru. Data dari kantor sekretariat masjid diketahui, luas bangunan tak kurang dari 1.500 m2. Masjid yang dapat menampung sampai lebih seribu orang pada momen-momen Salat Ied (Idul Fitri dan Idul Adha), itu biasanya hanya menampung sekitar 150 - 200 orang jama'ah. Ya.. seperti pada salat Jum'at.
Ruang ibadah masjid ini indah, menyejukkan hati, dengan pilihan warna hijau tosca di langit-langit. Karpet hijau tua yang membuat suasana nyaman Juga dinding bagian depan bermotif marmer warna cerah yang mendamaikan. Mihrab dan asesorisnya, berwarna hijau tua dan coklat kayu.
Tiang-tiang dalam masjid dan ornamennya berwarna logam kuning emas dan perak dengan hiasan ornamen yang artistik. Dua kaliografi besar berkaligrafi Allah dan Muhammad dalam lingkaran berwarna emas menambah nilai estetik masjid ini.
Salat Jum'at berlangsung sesuai dengan kebanyakan masjid di Indonesia yang menganut mazhab ahlus sunnah wal jama'ah. Adzan dan salawat yang dikumandangkan muadzin terasa lirih dan menggugah perasaan. Angin sejuk dari penyejuk udara menyempurnakan kenyamanan masjid ini.
Hamdan Zoelva (Ketua Mahkamah Konstitusi 2013-2015) - Presiden Syarikat Islam, didapuk menjadi khotib salat Jum'at di masjid ini. Khutbah yang menyegarkan jama'ah tentang manifestasi tauhid, ilmu pengetahuan dan jalan hidup dalam tata kehidupan sosial kemasyarakatan dan kebangsaan.
Ia menggugah jama'ah untuk menguatkan buhul persatuan umat melalui kolaborasi, sinergi, dan solidaritas. Khasnya dalam upaya sadar membangkitkan daya ekonomi umat. Tanpa kecuali tentang bagaimana mengelola sumberdaya alam yang sudah diberikan Allah untuk seluas-luas kemanfaatan bagi umat.
Penanda Sentra Peradaban
Dalam konteks ibadah, Hamdan mengingatkan pentingnya kesadaran kolektif umat Islam, tak sebatas hanya memenuhi ketentuan ubudiyah saja. Jauh dari itu, juga mengembangkan aktivisma muamalah dan akhlak kariimah.
Hamdan berada di Namlea untuk melantik DPC Syarikat Islam - Kabupaten Buru (2024-2029) yang dipimpin tokoh muda Buru, Muid Wael - anggota DPRD Kabupaten Buru dari Partai Persatuan Pembangunan dengan suara terbanyak sebagai Ketua, dan Abjan Mahtelu - mantan Ketua HMI Cabang Namlea sebagai sekretaris.
Keberadaan Masjid Agung Al Buruuj tak hanya penting sebagai salah satu penanda landmark kota Namlea. Jauh dari itu, juga sebagai penanda keberadaan Islam yang sudah melintasi waktu berabad lamanya di Pulau Buru.
Paling tidak, sejak As Sayyid Husein bin Hamid bin Alwi bin Segaf bin Muhammad Assegaff atau Habih Husein Assegaff melakukan yiar dan dakwahnya di Kaiely, sehingga beliau juga populer dipanggil sebagai Habib Husein Kaiely, yang makamnya di laman Masjid Al Huda - Kaiely.
Ihwal Masjid Agung Al Buruuj, Muid Wael mengemukakan, masjid ini merupakan sentra dakwah Islamiyah yang menjadi 'rumah besar' umat Islam. Tidak hanya di Pulau Buru, melainkan juga di Provinsi Maluku. Berbagai tokoh (termasuk ulama) yang berkunjung ke kota ini, berkesempatan menyampaikan dakwahnya. Baik sebagai khatib salat Jum'at maupun tabligh akbar.
Bagi Abjan, Masjid Agung Al Buruuj, sesuai namanya, menjadi penanda pentingnya menjadikan masjid sebagai sentra peradaban. Tanpa kecuali sebagai pusat pengembangan sosial kemasyarakatan umat. Di samping itu, karena keberadaannya sebagai salah satu model seni bangunan Islam, Masjid Agung ini juga menjadi obyek tujuan bagi siapa saja yang hendak melakukan wisata religi di pulau kayu putih ini.
Peneguh Tauhid
Al Buruuj sendiri bermakna gugusan bintang-bintang. Terkait dengan Surah Al Buruuj dalam al Qur'an (85), nama masjid ini merupakan bagian dari sumpah ilahiyah dan termasuk dalam fase surah Makkiyah atau surah yang turun di Makkah.
Surah ini turun, ketika dakwah di awal kerasulan Muhammad SAW dan umat kala itu masih hidup dalam kekacauan, khususnya pada periode awal Islam. Umat kala itu selalu menghadapi siksaan fisik dan mental spiritual. Oleh kaum Arab kafir mereka dipaksa meninggalkan Islam yang merupakan nadi keimanan mereka.
Sebagian dari mereka yang lemah dan tak sanggup menghadapi siksaan, menyerah,. Namun, mereka yang teguh dan kuat keimanannya, terus melawan. Surah Al Buruuj merupakan daya penguatan spiritual kaum beriman terhadap proses tantangan itu, dan mendorong mereka untuk bertahan.
Surah ini menukilkan kisah penguasa lalim dan jahil (pandir), laksana 'para pembuat lubang api.' Mereka memerintahkan para budak menggali parit tempat mereka menyiksa kaum beriman dengan membakar raga dan jiwa mereka.
Parit berapi tempat penyiksaan itu pula yang menjadi ancaman bagi siapa saja yang bersyahadat. Tetapi orang-orang beriman sebagai manmusia dengan kemerdekaan sejati dan menjalankan Islam sepenuh-penuhnya dan seluas-luasnya, tidak kehilangan tauhid mereka sedikitpun.
Surah ini juga menukilkan kisah Fir'aun, kaum Tsamud, dan beberapa golongan kaum arogan yang pongah lainnya. Yakni, mereka yang hidup dalam kekuasaan sedemikian besar di masa lampau, dan menyelenggarakan kekuasaan secara brutal. Allah kemudian membinasakan penguasa dan kaum cendekia itu.
Surah ini turun, dimaksudkan pula sebagai penenang hati kaum beriman, sehingga terus konsisten dan gigih dalam berjuang. Karena di jiwa raga mereka mengalir kesadaran tentang besarnya nilai hidup dari al Qur'an.
Menyimak riwayat turunnya surah yang tajuknya dipakai sebagai nama masjid ini, Iman berdo'a, semoga Masjid ini terus menjadi sumber inspirasi bagi peneguhan tauhid, ilmu pengetahuan, dan jalan kehidupan para jama'ahnya yang datang dari manapun juga. |