Hanya Pemimpin Cerdas yang Bisa Paham

Kemuliaan Muhammad Rasulullah dan Islam

| dilihat 873

Karena pesona persona Muhammad Rasulullah sedemikian tinggi, mulia, dan sangat besar, kaum liberalis pandir, selalu akan berusaha merendahkan, menghinakan, dan mengecilkan.

Mereka berfikir, dengan kiat yang semacam itu, pamor mereka akan naik, mulia dan besar di mata dunia. Faktanya tidak demikian. Mereka akan tetap hina secara maknawi, bahkan hewan lebih mulia, karena sudah jelas, beraksi dengan naluri.

Akan halnya manusia, yang melakukan penghinaan kepada Rasulullah Muhammad, hanya menjadi binatang berakal (hayawan an nathiq) belaka. Bahkan kualitas mereka, jauh lebih hina dari binatang.

Para petinggi dan kartunis di tabloid Charlie Hebro - Prancis, misalnya, menunjukkan kualitas dan kapasitas yang semacam itu.  

Mereka yang mendukung atau membiarkan Charlie Hebro bersikap demikian - padahal punya wewenang untuk menegur, seperti Presiden Emanuel Macron sama tidak bermartabatnya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala menempatkan Rasulullah Muhammad, bukan hanya sebagai rasul, melainkan insan utama dengan segala kemuliaan dan kebesarannya. Karenanya, Allah dan para malaikat bersalawat kepadanya.

Posisi Rasulullah Muhammad sebagai insan utama, insan kamil dalam konteks hubungan imani setiap muslim kepada Allah, adalah mediator yang memediasi absoluditas - distinction Allah dengan segala kekuasaan-Nya dengan manusia sebagai insan dengan segala kedhaifan dan keterbatasannya. Karenanya, hanya mereka yang bertauhid, bertaqwa dan beriman saja yang mampu memahami realitas ini. Juga manusia yang sungguh cerdas dan berakal-budi.

Rasulullah Muhammad SAW dipilih Allah sebagai penyempurna dan pemungkas seluruh risalah dan perintah-Nya. Menyempurnakan manifesto penegakan hukum yang diemban Musa alaihissalam menjadi keadilan. Menyempurnakan dimensi estetika yang diemban Daud alaihissalam menjadi peradaban (civilisasi). Menyempurnakan dimensi cinta dan kasih sayang yang diemban Isa alaihissalam menjadi kemanusiaan (humanitas).

Rasulullah Muhammad sebagai insan pilihan, diberikan berbagai  keutamaan dan keistimewaan oleh Allah untuk mendidik manusia membaca fenomena, jejak keilahian Allah dalam semesta, termasuk fenomena kehidupan manusia dan mengelola serta mewujudkannya menjadi suatu peradaban baru. Hanya selama tiga dekade, Rasulullah Muhammad memimpi dan menggerakkan transformasi peradaban manusia, dan setelah itu tak ada lagi manusia yang mampu melakukannya.

Karenanya, kemuliaan Rasulullah Muhammad SAW justru karena hanya dirinya yang dipilih Allah untuk mendidik manusia (dengan keteladanan prsonal dan sosial) memahami hakekat Islam.

William C. Chittick dalam Muhammad in the Mirror of Islam, mengemukakan, konsep yang mendasari Islam sebagai way of life adalah bahwa semua eksistensi telah diciptakan oleh Tuhan nan Ahad, dan setiap anasir dari wujud diarahkan oleh Allah menuju kesempurnaan dan kebahagiaan yang khas pada setiap anasir dan aspek.

Filosof yang terkenal karena karya-karyanya terkait dengan Rumi dan  Ibn 'Arabi yang juga mendalami kosmologi, mengemukakan, bahwa manusia -- yang juga memiliki kehidupan kekal -- diarahkan menuju kebahagiaan dan kesejahteraan yang khas pada sifatnya. Hal ini diperoleh manusia dengan mengikuti jalan yang ditunjukkan kepadanya oleh Tuhan.

Rasulullah Muhammad, menurut Chittick, menyampaikan pesannya kepada 'manusia alam,' yaitu manusia yang diberkahi dengan sifat manusia dan kecerdasan, serta kehendak yang diberikan Tuhan yang murni. Tidak tercemari oleh takhayul, khurafat, dan keyakinan (fanatisme - taqlid) buta.

Menurut Chittick, Rasulullah Muhammad SAW adalah pribadi khas yang dipandu Allah melalui malaikat, memiliki kapasitas dan kemampuan bawaan -- laduniyah -- untuk memahami pandangan dunia yang dijelaskan di atas.

Dengan sedikit pengingat, Rasulullah Muhammad, secara alami memahami bahwa dunia dalam keluasan dan kemegahannya serta pengaturan dan keteraturannya yang sempurna adalah ciptaan Pencipta transenden yang Eksistensi-nya tak terbatas sebagai sumber setiap keindahan dan kesempurnaan, yang tak terjangkau oleh segala keburukan dan kejahatan.

Prinsip Prinsip Dasar

Rasulullah Muhammad, dengan pemahaman amat dalam tentang pemahaman asasi ihwal penciptaan dunia dan penghuninya dengan makna dan tujuan tertentu. Yakni,  kehidupan dunia akan diikuti oleh kehidupan lain, sehingga perbuatan baik dan buruk tidak semuanya terjawab di dunia, karena ada akhirat yang menjadi ruang yang memberikan jawaban nyata.

Karenanya, Rasulullah Muhammad melakukan proses edukasi dan transmisi pengetahuan dan ilmu kepada umat manusia keseluruhan, bahwa pasti ada cara hidup yang secara khusus sesuai dengan keperluan asasi manusia, yang akan memungkinkannya hidup sesuai dengan kodrat aslinya.

Rasulullah Muhammad memberikan pilihan Islam atas manusia alamiah dan primordial sebagai objek pesan religius, prinsip-prinsip kehidupan. Yakni:  Prinsip Kesetaraan, yang menegaskan, bahwa ajaran Islam berlaku untuk semua; Prinsip realisme, yang menegaskan realitas persaudaraan antar manusia dan hubungan transedensi kepada Tuhan dan dialektika dengan alam semesta; dan Prinsip Kemerdekaan Asasi, mulai dari freedom of will, freedom of think, freedom of expression, freedom of speech, dan segala kemerdekaan yang memadu-serasi kebebasan dengan tanggungjawab.

Konsepsi Islam yang diajarkan Rasulullah Muhammad SAW yang berbasis keadilan, keberadaban - peradaban, dan kemanusiaan, itu jauh lebih sempurna dibandingkan, misalnya dengan prinsip Liberté, Égalité, Fraternité yang kemudian menjadi motto Prancis, sejak 1958, ketika ditambahkan dalam konstitusi Prancis.

Jauh berabad-abad lamanya, sebelum pemikir Prancis mengenali dan mengeja Liberté, Égalité, Fraternité yang tak pernah usai, sampai hari ini, Rasulullah Muhammad sudah mengajarkannya kepada umat manusia.

Bersamaan dengan transformasi Islam yang dipimpin dan digerakkannya, Rasulullah Muhammad juga sudah memberikan kepada umat manusia, khasnya umat Islam, ilmu spesifik yang baru kemudian digeluti dan ditafsir ulang oleh para filosof.Yaitu, ilmu hikmah berisi keseimbangan kecerdasan dan kearifan, yang kini disadari sebagai solusi ketika manusia memasuki era baru Society 5.0 guna mengelola singularitas dan melayari transhumanitas, yang menurut James Martin, merupakan modal untuk menghadapi risiko eksistensial dan merancang peradaban baru.

Jauh dari itu, Rasulullah Muhammad sudah melakukan proses edukasi terkait dengan keseimbangan material dan spiritual, yang di abad ke 21, ini merupakan kunci dalam membalik kemiskinan, mengelola bumi dan planet secara efektif dan efisien, dan menempatkan manusia sebagai subyek atas kecerdasan buatan karena kemajuan sains dan teknologi. Termasuk dalam mengatasi ekstrimitas, radikalisme, dan berbagai kejahatan -- termasuk perang dalam format baru yang sering disebut proxy war.

Dengan konsepsi Islam, Rasulullah Muhammad tanpa henti menyadarikan tentang penyucian jiwa sebagai proses latihan menuju kebahagiaan duniawi ukhrawi. Sekaligus, membuka mata kearifan dalam merespon akhirat sebagai dunia abadi, dengan merenungkan pancaran Keagungan Ilahi, tanpa tabir material, untuk melintasi tahapan kesempurnaan manusia, yang harus dilintasi -- melalui proses kematian -- setelah meninggalkan kehidupan yang singkat ini, dan untuk masuk. ke dalam Kedekatan Yang Ilahi.

Tiada Tanding, Tiada Sanding

Dengan berbagai keistimewaan itulah, Rasulullah Muhammad, dinyatakan Allah sebagai utusan Allah, nabi terakhir ( Al Qur'an 33:40) yang mengusik sejumlah cendekiawan dunia memberinya tempat yang mulia. Khasnya, para cendekiawan, penulis, filsuf, penyair, negarawan, dan politisi Timur dan Barat yang belum pernah menjadi muslim.

Michael H. Hart, Profesor astronomi, fisika dan sejarah sains dalam bukunya yang terkenal "100 Manusia Paling Berpengaruh dalam Sejarah," (New York, 1878), menempatkan Rasulullah Muhammad pada peringkaqt pertama. Hart menyatakan, "Pilihan saya kepada Muhammad untuk memimpin peringkat orang paling berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan beberapa pembaca dan mungkin dipertanyakan oleh yang lain, tetapi dia adalah satu-satunya manusia dalam sejarah yang sangat sukses baik dari perspektif agama maupun sekuler."

Mohandas Karamchand Gandhi, Pemikir, negarawan dan pemimpin nasionalis India, menyatakan, ".... Aku menjadi yakin lebih dari sebelumnya, bahwa bukanlah pedang yang memenangkan tempat bagi Islam pada hari-hari dalam skema kehidupan. Melainkan kesederhanaan yang konsisten, 'penyamaran diri' yang sepenuhnya dari sosok seorang nabi, ketelitian dan ketepatan menghormati janjinya, pengabdiannya yang intens kepada sahabat dan umatnya, keberaniannya, integritas dirinya, keyakinannya yang mutlak pada Tuhan dan pada misinya kenabiannya. Bukan pedang yang membawa segalanya ke hadapan mereka dalam mengatasi setiap masalah. " [ Berkala India Muda, 1928, Volume X]

Profesor (Emiritus) Studi Arab dan Islam di Universitas Edinburgh, William Montgomery Watt, menyuatakan, "Kesiapannya menjalani penganiayaan (dan penistaan) karena keyakinannya, karakter moral yang tinggi dari orang-orang yang percaya kepadanya, yang memandang dan meyakininya sebagai pemimpin, serta kebesaran pencapaian utamanya - semua menegaskan integritas fundamentalnya. Sekaligus membantah anggapan, bahwa Muhammad seorang penipu yang mengangkat lebih banyak masalah daripada pemecahannya. Selain itu, tidak ada tokoh besar dalam sejarah yang dihargai begitu buruk di Barat seperti Muhammad. " [Mohammad At Mecca, Oxford, 1953]

Edward Gibbon sejarawan Inggris terbesar pada masanya, menyatakan, Edward Gibbon, "Ingatannya (Muhammad) sangat luas dan kuat, kecerdasannya nyata, mudah menolong secara sosial, imajinasinya luhur, penilaiannya jelas, cepat dan tegas. Dia memiliki keberanian dalam berpikir maupun bertindak." [History of the Decline and Fall Roman Empire, London, 1838] "Keberhasilan terbesar dalam hidup Mohammad dipengaruhi oleh kekuatan moral yang kuat, tanpa hentakan pedang." [Sejarah Kekaisaran Saracen, London, 1870]

Pendeta Bosworth Smith) - Trinity College, Oxford, menyatakan, "… dia (Muhammad) adalah Kaisar dan Paus dalam satu kesatuan; tetapi dia adalah Paus tanpa pretensi Paus, dan Kaisar tanpa pasukan Kaisar. Tanpa pasukan tetap, tanpa pengawal, tanpa istana, tanpa pendapatan tetap, jika ada orang memiliki hak untuk mengatakan bahwa dia diperintah oleh Tuhan yang benar, itu adalah Muhammad; karena dia memiliki semua kekuatan tanpa instrumen dan tanpa dukungannya. " [Mohammed and Mohammedanism, London, 1874]

Alphonse de Lamartine, penyair dan negarawan Prancis, mengemukakan, "Filsuf, orator, rasul, legislator, pejuang, penakluk gagasan, pemulih dogma rasional, kultus tanpa citra, pendiri dua puluh kerajaan terestrial dan satu kerajaan spiritual, adalah Muhammad. Mengenai semua standar kebesaran yang digunakan manusia dapat diukur, kita mungkin bertanya, adakah orang yang lebih besar dari dia? " [Histoire De La Turquie, Paris, 1854]

John William Draper - Ilmuwan, filsuf, dan sejarawan Amerika, menegaskan, "Empat tahun setelah kematian Yustinianus, tahun 569 M, di Mekah, Arab, lahir seorang manusia yang memiliki pengaruh terbesar atas umat manusia dari semua orang, manusia itu adalah Muhammad." [A History of the Intellectual Development of Europe, London, 1875]

David George Hogarth - Arkeolog Inggris, penulis, dan pemelihara Museum Ashmolean, Oxford menyatakan, “Serius atau sepele, perilakunya sehari-hari telah menjadi sebuah kanon yang dijaga jutaan orang (sampai) hari ini dengan mimikri yang sadar. Tak seorang pun yang dianggap oleh bagian manapun dari umat manusia sebagai Manusia Sempurna yang telah ditiru dengan sangat cermat. Perilaku Pendiri Kekristenan tidak begitu mengatur kehidupan sehari-hari para pengikut-Nya. Selain itu, tidak ada pendiri sebuah agama yang ditinggalkan begitu saja dengan kedudukan tertinggi seperti Rasul Muslim, Muhammad. " [Arabia, Oxford, 1922, hal. 52]

Washington Irving yang dikenal sebagai "sastrawan Amerika pertama," menyatakan, “Dia sadar dan hemat dalam dietnya, dan pelaku puasa yang ketat. Dia tidak memanjakan diri dalam keindahan pakaian, kesombongan dari pikiran picik; kesederhanaannya dalam berpakaian juga tidak terpengaruh, tetapi hasil dari kesahajaan yang nyata pada perbedaan dari sumber yang begitu sepele ... Dalam urusan pribadinya dia adil. Dia memperlakukan sahabat dan orang asing, yang kaya dan miskin, yang kuat dan yang lemah, dengan kesetaraan, dan dicintai oleh orang-orang biasa, karena keramahan yang diberikannya, dan kemauan serta kemampuan mendengarkan keluhan mereka... Kemenangan pasukan militernya tidak membangkitkan kebanggaan atau kemuliaan yang sia-sia, seandainya hal itu dilakukan untuk tujuan yang egois. Pada saat kekuatannya terbesar dia mempertahankan kesederhanaan sopan santun dan penampilan seperti pada hari-hari kesulitannya. Jauh dari keadaan agung yang mempengaruhi, dia tidak senang jika saat memasuki ruangan, mta menyaksikan dengan rasa hormat yang tidak biasa ditunjukkan kepadanya. " [Life of Mahomet, London, 1889]

Annie Besant - Teosofis Inggris dan pemimpin nasionalis di India, Presiden Kongres Nasional India pada tahun 1917, mengemukakan, "Tidaklah mungkin bagi siapa pun yang mempelajari kehidupan dan karakter Nabi besar orang Arab, yang tahu bagaimana dia mengajar dan bagaimana dia hidup, untuk merasakan apa pun selain rasa hormat kepada Nabi yang perkasa itu, salah satu utusan agung Yang Maha Kuasa. Dan meskipun dalam apa yang saya sampaikan kepada Anda, saya akan mengatakan banyak hal yang mungkin tidak asing bagi banyak orang, namun saya sendiri merasakan setiap kali membacanya kembali, selalu ada cara baru untuk mengagumi, rasa hormat baru untuk pendidik yang perkasa itu. " [The Life and Teachings of Muhammad, Madras, 1932]

Para penista pongah dan pandir di Charlie Hebdo dan didukung oleh politisi dan Presiden Macron -- yang menurut Presiden Turki Erdogan, perlu memeriksakan kesehatan jiwanya -- yang sedang menyiapkan undang-undang yang memperlakukan muslim secara tidak adil, mestinya belajar lebih jauh dan mendalam tentang Muhammad Rasulullah dan ajaran Islam yang dibawa dan dikembangkannya.

Karena Rasulullah Muhammad mendidik dengan keteladanan, bagaimana hukum yang ditegakkannya dengan menjunjung tinggi rasa keadilan, dan perintah hanya dinyatakannya berdasarkan pandangan yang realistis tentang berbagai hal, bukan atas keinginan dan khayalan manusia.

Artinya, manusia harus melakukan tindakan yang benar-benar untuk kepentingan terbaiknya, meskipun hal itu bertentangan dengan keinginannya; dan dia menghindari tindakan yang menurutnya ingin dilakukannya, tetapi tidak sesuai dengan kepentingan sebenarnya.

Hanya pemimpin yang berakal budi yang mau dan paham tentang Muhammad Rasulullah dan Islam yang dikembangkannya sebagai rahmat atas alam.. | Tique - Haedar

Editor : Web Administrator | Sumber : berbagai sumber
 
Energi & Tambang
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 218
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 430
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 429
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 399
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya