Hijrah dan Transformasi

| dilihat 995

Renungan Muharam Bang Sèm

Bersyukur kepada Allah, kita masih diberi peluang untuk memasuki masa dan situasi baru, 1 Muharram 1446 Hijriah. Lebih lima belas abad silam, umat Islam mengalami pergantian waktu dalam bilangan tahun. Selama masa itu juga pergerakan transformasi (perubahan dramatik) peradaban Islam sudah berlangsung di dunia.

1 Muharram 1446 menandai awal kalender Islam, menebar ajaran Islam (melalui perjuangan syiar dan dakwah) yang dilakoni dengan ujar kebajikan dalam proses komunikasi yang bijak (bil hikmah) dan dengan narasi padat pesan - ajakan kebaikan (wal mauidzah hasanah) dalam konteks transformasi di atas landasan aqidah, syariah, muamalah, dan akhlak.

Secara etimologis, Hijrah dipahamkan sebagai hajara (dalam bahasa Arab) atau migrasi dari suatu tempat, situasi, kondisi yang tidak kondusif dan favourable ke tempat, situasi dan kondisi yang lebih baik. Dalam dimensi kekinian, hijrah mengandung laku perubahan, transformasi.

Transformasi sesuai dengan perintah Allah SWT, mengeluarkan umat manusia dari kegelapan dan kejahilan ke kehidupan yang terang benderang, mencerahkan, berpindah dari sekadar jalan makhluqi ke jalan khuluqi - jalan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji . Berpegang wahyu Ilahi  - Al Qur'an (baca : QS Ibrahim 1) yang diteladankan oleh Rasulullah melalui ucapan dan perbuatan (As Sunnah).

Tidak mudah dan sangat berat. Hijrah fisik Rasulullah dari Makkah ke Yasthrib (Madinah) tak kurang dari 400 kilometer. Perintah Allah untuk berhijrah disampaikan Rasulullah kepada sepupunya Ali bin Abi Thalib - pemuda jenius dan pemberani yang pertama mengimani kerasulannya). Kemudian kepada sahabatnya Abu Bakar Shidiq - orang tua bijaksana, yang membawa dua ekor unta (Rasulullah lantas membeli unta yang diperuntukan baginya) untuk berkendara selama proses hijrah.

Rasulullah mengatur siyasah (strategi) untuk menghadapi kaum Quraisy dalam jumlah yang banyak, yang sudah mengatur rencana dan taktik akan membunuhnya. Itulah rencana aksi puncak kaum Quraisy, lantaran sebelumnya, semua aksi mereka dalam bentuk kekerasan (termasuk kekerasan verbal) tak mampu menghambat perjuangan Rasulullah.

Rasulullah meminta Ali tidur di rumahnya, di atas pembaringan Rasulullah dengan mengenakan pakaian Rasulullah. Karenanya, kala mereka menyerbu dengan luah amarah kejahilannya, pada malam hari, yang mereka temukan hanya Ali bin Abi Thalib. Kala itu, Rasulullah bersama Abu Bakar Shiddiq sudah berangkat, lalu berdiam diri di gua Tsur. Abu Bakar Shiddiq agak gusar. "Jangan bersedih, sesungguh Allah bersama kita," ujar Rasulullah kepada sahabatnya, itu.

Ketika suasana aman, Ali menyusul kemudian. Perjalanan hijrah pun dilanjutkan dengan sangat berhati-hati dan waspada. Kemudian hijrah dilakukan oleh kaum mukminin. Suatu ekodus yang dilandasi oleh kedalaman dan keteguhan tauhid untuk bersama Rasulullah menggerakan transformasi peradaban mulia.

Allah menjamin mereka dan siapa saja yang berhijrah kemudian. "Sesiapa yang berhijrah di jalan Allah akan mendapatkan banyak tempat yang aman dan sumber daya yang melimpah di seluruh bumi. Orang-orang yang meninggalkan rumah mereka dan mati dalam keadaan berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka pahala mereka telah dijamin di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS AnNisa' 100)

Madinah Munawwarah

Janji Allah pasti. Di Yasthrib, sejak kedatangan pertama di Quba, penduduk kota -- kemudian kita kenal dengan sebutan kaum anshar (servant communities) yang beradab, dengan sukacita menyambut, menampung, dan melayani kaum muhajirin (kaum yang berhijrah). Yasthrib kemudian kita kenal sebagai Madinah al Munawwarah - kota yang tercerahkan, "Enlightened City."

Di kota inilah proses transformasi peradaban Islam dimulai pergerakannya. Selama dua kekade, di kota ini eksistensi Rasulullah dan Islam sebagai rahmat atas semesta menggerakan transformasi. Mengubah watak dan orientasi penegakan hukum menjadi penegakan keadilan; mengubah dan menyempurnakan nilai dan norma estetis menjadi tata nilai peradaban; sekaligus mengubah dan menyempurnakan hakikat cinta dan kasih sayang (secara dimensional) menjadi nilai hakiki kemanusiaan.

Kendati demikian, sejak peradaban Islam berkembang (dari masa Madinah Al Munawarah - Cordova - sampai kini) kaum jahiliyah ( termasuk kaum musyriqin, munafiqin, para pemburu kuasa dan penguasa yang belum tercerahkan ) di mana saja dan kapan saja tak henti was-was dan gusar.

Mereka memandang Islam dan peradabannya -- yang bervisi kebahagiaan dan terbebas dari petaka di dunia dan akhirat) sebagai 'bahaya' yang harus ditakuti. Sejak abad XIX mereka menghidupkan dan menebarkan islamophobia. Tanpa kecuali menebar kebencian dan fitnah keji kepada Islam. Mereka lakukan dengan berbagai cara. Tanpa kecuali, merompak berbagai produk peradaban Islam ( sains, teknologi, sistem sosial, sistem budaya, sistem ekonomi dan politik ).

Makar yang dilakukan kaum jahiliyah di masa Rasulullah, akan terus menerus diproduksi dengan beragam format, formula, dan cara modern. Termasuk aksi konspirasi merusak Islam dari kalangan penganutnya, antara lain dengan sistematik dan terorganisasi, menebar  ghibah (rumors), buhtan (hoax), fitnah, dan namimah ( memantik friksi dan konflik antar umat Islam ).

Dalam satu tarikan nafas, secara sistemik, kaum jahiliyah terkini, memerangi negara-negara yang menerapkan gagasan dan praktik peradaban Islam secara bersungguh-sungguh. Mereka secara sistemik nersekongkol menghambat terwujudnya persatuan umat yang berbasis tauhid, ilmu pengetahuan, dan siyasah (cara hidup) mewujudkan universe prosperity (kesejahteraan semesta.

Transformasi peradaban sejak fase hijrah Rasulullah selama lebih 14 abad, akan terus berlangsung. Tak tertambat di masa lalu dan hari ini, terus bergerak ke masa depan. Di berbagai belahan dunia, di Timur dan di Barat akan terus mengalir bersamaan dengan bergeraknya peradaban itu sendiri.

Transformasi

Wahyu Ilahi di dalam Al Qur'an, khasnya ayat-ayat kawniyah yang mengandung rahasia ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus menerus ditafsirkan oleh para ilmuwan dan cendekiawan dan dihadapkan dengan fakta sains modern (yang tersebar di alam semesta), relevan dengan perkembangan zaman. Sudah pula terbukti sejak era perburuan, agraris, industri, dan informasi. Bahkan terus dibuktikan relevansinya di era konseptual digital yang sedang berproses kini.

Sejumlah ulama dan ilmuwan menelusuri tak kurang dari 1000 ayat-ayat kawniyyah yang menyimpan rahasia ilmu pengetahuan dan keajaiban dunia. Termasuk ayat-ayat yang berupa isyarat dan coding, yang memerlukan kefasihan penafsiran saintifik. Baik yang empiris maupun di luar empirisma manusia. Mulai dari ekologi dan ekosistem kehidupan manusia ( merawat bumi, menata sistem planet, menaklukan penyakit, gaya hidup lestari dan berkelanjutan, membalik kemiskinan, mengelola demografi, tata kelola efisien dan efektif terkait globalisasi atau mondialisma, mengelola keseimbangan keterampilan dan kearifan, menghadapi risiko eksistensial manusia, mengelola sistem dan sub sistem budaya, mencegah dan mengatasi krisis multi-dimensi, mengelola ekonomi dan bisnis, sampai merancang peradaban baru ).

Selaras dengan itulah, dalam konteks kini dan masa depan, bagi umat Islam (terutama di Indonesia), hijrah mesti dimaknai sebagai upaya terencana dan sistemik melakukan transformasi di seluruh aspek kehidupan, secara tanpa henti. Kepentingan dan kemanfaatannya untuk menyempurnakan tata kelola kehidupan manusia.

Kalangan ulama, saintis dan teknolog tak boleh lelah dan berhenti dalam melakukan kolaborasi dan aksi menggerakkan perubahan tatanan hidup (antara lain gaya hidup kreatif dan inovatif berbasis sains dan teknologi). Mesti terus berikhtiar untuk bersatu dan membuang firqah-firqah yang tidak perlu. Sekaligus berusaha secara optimum menjadi manusia sejati dan merdeka dan bertanggung jawab.

Lantas? Konsisten menjalankan ajaran Islam yang sepenuh-penuhnya dan seluas-luasnya, sebagaimana diwanti-wanti HOS Tjokroaminoto (dalam kiprahnya di tengah proses perjuangan kemerdekaan Indonesia). Konsekuen sebagai bangsa pembelajar.

Hairun Naas Anfa'uhum Lin Naas

Beranjak pada pandangan demikian perlu penguatan kesadaran dan aksi untuk menjaga, memelihara dan melaksanakan prinsip moral hairun naas anfaa'uhum lin naas, insan terbaik adalah yang bermanfaat bagi banyak orang lain, dalam perilaku hidup sehari-hari. Yakni :

Taqwa. Kesadaran diri untuk senantiasa tunduk - patuh - menyerah ('takut') dan menggantungkan diri -- dilandasi cinta -- hanya kepada Allah semata, dan selaras dengan kemampuan diri. Fattaqullah masthatho'tum (QS At Taghabun 16);

Billahi fii sabilil haq - Dengan kesadaran mengingat Allah, berjuang di jalan kebaikan dan kebenaran, tanpa ragu, ikhlas dan qana'ah. Berani mengoreksi diri sendiri, mengajak siapa saja ke jalan kebenaran yang ditetapkan Allah dan dicontohkan Rasulullah. Amar ma'ruf nahyi munkar;

Al Wasith sekaligus menjadi telangkai pendamai antar sesama muslim yang berselisih untuk menyadari bersama, hakikat:  innamal-mu'minûna ikhwatun fa aslihú baina akhawaikum wattaqullaha la'allakum turhamûn (Sesungguhnya setiap itu bersaudara, karenanya damaikanlah saudaramu -- yang berselisih -- dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat (QS Al Hujurat 10);

Akhlaq dan Adab sebagai esensi Islam. Berperilaku  sebaik baiknya dalam kehidupan sehari-hari (simpati, empati, apresiasi, respek) kepada sesama, tanpa kecuali berbuat adil.  Menghormati segala ciptaan Allah dan tidak berani melanggar ketentuan yang telah Allah tetapkan untuk alam semesta (tidak merusak semesta), kendati banyak orang lain melakukannya;

Silaturrahmi. Senantiasa merawat cinta dan kasih sayang (sebagai manifestasi kemanusiaan) kepada semua insan dalam kehidupan, terutama orang tua, guru, istri / suami, anak-anak, saudara, sahabat, disertai kemauan dan kemampuan berbagi. Sekaligus memastikan diri untuk tidak menyakiti siapa pun. Menyediakan kema'afan bagi siapa saja. Menjauhkan diri dari amarah, dendam, hasad, hasud, benci, apalagi 'membunuh karakter' dan menghambat peluang bagi orang lain. Ingatlah senantiasa, rahmat Allah mengalahkan amarah.

Jihad un Nafs – Melawan segala nafsu diri sendiri akibat egois, merasa diri paling benar, membuta-tulikan diri dari teguran dan kritik, menggandrungi posisi dan kuasa melebihi kegandrungan kepada Tuhan. Nafsu-nafsu demikian, menjauhkan diri kita dari Allah. Senantiasalah meminta bantuan Allah untuk mengatasi sisi lemah diri. Tidak ujub, riya,' takabbur, sombong, congkak, pongah,  jumawa, serakah, bahil, tamak, laku lajak, dan mau menang sendiri. Senantiasalah menghidupkan kesadaran untuk menghindari perbuatan dosa. Segeralah bertaubat bila tak sadar melakukannya. Rajin bercermin diri untuk menemukan sifat-sifat - watak baik dan buruk di dalam diri sendiri, khasnya sifat buruk kuffar dan munafik. Juga sifat baik: Mukminin, Mukhsinin, dan Muttaqin. Sambil bertanya kepada sosok yang ada di cermin, "kau kah aku?"

Hijrah dan atau transformasi sedemikian, mesti dimulai dari diri kita. Untuk itu masing-masing kita mesti selalu tholabul ilmi, menjadi pembelajar. |


BaitHikmah 7.7.24

Editor : delanova
 
Seni & Hiburan
19 Nov 24, 08:29 WIB | Dilihat : 1069
Kanyaah Indung Bapak
20 Jul 24, 21:32 WIB | Dilihat : 1922
Voice of Baceprot Meteor dari Singajaya
Selanjutnya
Sporta