Gobel : Penting Ekonomi dan Pendidikan Berbasis Budaya

| dilihat 576

PARÈ, KEDIRI | Wakil Ketua DPR RI - Koordinator Bidang Ekonomi dan Industri menyatakan, penting penguatan dan pengembangan ekonomi dan pendidikan berbasis budaya, berkaitan erat dengan investasi, perdagangan, dan penguatan modal insan, yang akan mengendalikannya kelak.

Pandangan tersebut dikemukakannya, ketika menyampaikan studium general secara daring dan luring dalam Silaturrahmi Besar Pendidikan Tjokroaminoto - Syarikat Islam, di Gedung Juang Pendidikan BPPI (Badan Pengelola Pendidikan Islam) Tjokroaminoto - Pare, Kediri, Ahad 29 Januari 2023.

Dalam diskusi dan dialog tersebut, Rachmat Gobel didampingi Drs. Bagus Arofah Djoko - sesepuh BPPI Tjokroaminoto Pare, Prof. Dr. Endang Caturwati, SST., MS - Guru Besar Ilmu Seni Pertunjukan - Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung dan Dr. Ir. Muhammad Sayuri,  mantan Wakil Rektor Universitas Tjokroaminoto Yogyakarta.

Acara yang digelar Syarikat Islam tersebut sekaligus untuk memperingati 100 Tahun BPPI Tjokroaminoto - Pare, Kediri, yang dirintis sejak tahun 1912 di beranda Masjid At Taqwa - Pare. BPPI Tjokroaminoto ini, terkait dengan berbagai tokoh pendiri republik, seperti  Abikusno Tjokrosoejoso - salah seorang anggota Panitia 9 yang merancang Mukaddimah UUD 1945.

Syarikat Islam adalah organisasi modern tertua yang dipimpin HOS Tjokroaminoto (sebagai pengembangan Sarekat Dagang Islam yang didirikan KH Samanhudi di Surakarta 1905), yang memandang penting pendidikan kebangsaan, pendidikan karakter dan kemandirian ekonomi, berbasis nilai-nilai Islam.

Rachmat Gobel yang berbicara tentang "Gerakan Perubahan Indonesia Berbasis Pendidikan, Budaya, dan Ekonomi.," mencontohkan bagaimana dia dididik orang tuanya Thayeb Mohammad Gobel, industriawan Indonesia pendiri Panasonic Gobel sejak kanak-kanak. Mulai dari membersihkan pabrik, termasuk membersihkan toilet, meski dia putera pemilik pabrik tersebut.

Dia mengemukakan pendidikan karakter, pemahaman nilai-nilai budaya, khasnya adab, berhubungan dengan jiwa proses pembentukan jiwa entrepreneur dan kepemimpinan, tak terkecuali kepemimpinan bisnis dan politik.

Secara spesifik, tentang salah satu contoh ekonomi yang merusak budaya dan tata nilai bangsa adalah impor minuman beralkohol, impor pakaian bekas, dan impor tekstil bermotif batik. Karena itu, ketika menjabat Menteri Perdagangan, Gobel melarang impor dan memperdagangkan barang-barang tersebut.

Pakaian bekas, katanya, tak hanya mematikan industri garmen kecil, tapi juga menunjukkan bangsa yang tidak memiliki kehormatan dan harga diri. Sedangkan impor tekstil bermotif batik, katanya, akan mematikan kerajinan batik.

“Industri garmen dan kerajinan batik adalah produk budaya. Di sana ada nilai-nilai, ada kreativitas, ada intelektualitas, yang merupakan warisan leluhur kita. Jika kita biarkan impor tekstil bermotif batik maka lama-lama kerajinan batik akan mati dan akhirnya di suatu masa dalam beberapa generasi kita tak mengenal lagi batik karena semuanya sudah impor,” katanya.

Gobel juga mengingatkan tentang pentingnya ekonomi berbasis budaya. Menurutnya, ada empat keunggulan ekonomi berbasis budaya. Pertama, bahan bakunya dominan lokal. Kedua, umumnya ada di desa. Ketiga, skalanya UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Keempat, bersifat khas.

“Jadi ekonomi berbasis budaya akan memperkuat NKRI, bukan sekadar uang,” katanya. Produk-produk ekonomi berbasis budaya, seperti tekstil tradisional, mebel, handicraft, ukiran, anyaman, kuliner, inudtsri seni kreatif yang berkaitan dengan media baru, harus kita kembangkan.

Untuk pengembangan tersebut diperlukan modal insan yang mumpuni dan mempunyai kecerdasan budaya, yang menurut Gobel, adalah kemampuan menginisiasi, mengelola proses dan mengeksekusi pemikiran, sikap, dan aksi kreatif dan inovatif.

Pada bagian lain, kata Gobel, secara umum, investasi asing selalu membawa serta budayanya. Hal itu tak hanya melekat pada produknya, tapi juga terutama karena akan membawa serta manusianya.

“Karena orangnya datang maka akan hadir juga kulinernya, lalu perilakunya, dan seterusnya. Tentu saja tak semuanya negatif, banyak juga hal yang positif. Hanya saja kita perlu awas tentang pentingnya ketahanan budaya,” katanya.

Menurutnya, di era globalisasi ini budaya bangsa makin memiliki kedudukan yang sangat penting. Gobel mengatakan, era globalisasi adalah era batas-batas suatu negara menjadi makin imajinatif. Lalu-lintas barang dan manusia, katanya, makin tak memiliki sekat. Suatu bangsa, katanya, akan semakin majemuk.

“Ras dan etnik bukan menjadi pembeda suatu bangsa. Yang membedakan satu bangsa dengan bangsa lain adalah budayanya. Etnik dan ras bisa saja sama. Karena itu budaya nasional harus terus diperkuat dan menjadi keunggulan suatu bangsa,” katanya.

Dalam konteks tersebut, kata Gobel, pendidikan menjadi faktor signifikan dalam memelihara budaya bangsa. “Bukan hanya dalam pendidikan formal di sekolah-sekolah tapi juga pendidikan di perusahaan. Perusahaan bukan hanya tempat mencari uang tapi juga tempat persemaian budaya bangsa dan tempat pengabdian diri pada bangsa dan negara. Karena itu di perusahaan saya di Panasonic Gobel setiap tanggal 17 ada upacara bendera. Ini dimulai sejak almarhum Thayeb M Gobel selaku pendiri dan sudah menjadi budaya hingga kini,” katanya.

Gobel juga mengkritik Kemendikbud yang kurang memberi perhatian masalah budaya ini, apalagi terkait dengan informasi dihapuskannya direktorat kesenian dan direktorat sejarah dari struktur organisasi kementerian tersebut.

Gobel mengingatkan, kualitas pembangunan sumberdaya manusia adalah kunci dalam memasuki peradaban unggul dan maju. “Itu paling basic dan paling penting. Kita harus memahami filosofi people before product. Membuat produk itu tidak sulit, yang pertama dan utama adalah membangun manusianya dulu. Dari manusia berkualitas dan berkarakter akan lahir produk yang berkualitas dan berkarakter pula. Karena itu kemajuan dan keunggulan seseorang atau suatu bangsa bukan tentang uang dan materi tapi tentang kualitas sumberdaya manusia,” katanya.

“Nasionalisme di era global ini harus memiliki makna baru,” katanya.

Dalam dialog tersebut, mengemuka informasi, sejumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang dikelola oleh penyelenggara pendidikan Islam Tjokroaminoto, antara lain di Banjarnegara - Jawa Tengah, dirintis dan dibangun atas inisiatif Allahyarham Thayib M. Gobel, ayah Rachmat Gobel, yang selain seorang industriawan dan pengusaha, juga tokoh Syarikat Islam di masanya.

Sekolah-sekolah tersebut berkembang. Namun menghadapi kendala ketika harus melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pabrik. Para pimpinan pengelola pendidikan Tjokroaminoto tesebut, berharap, Rachmat Gobel dapat membantu mereka membuka akses sekolah-sekolah tersebut dengan kalangan industri.

Menanggapi berbagai informasi dan masukan dari para pengelola dan guru badan pendidikan Tjokroaminoto dalam dialog tersebut, Rachmat meminta pengurus Pusat Syarikat Islam dan BPPI Tjokroaminoto menggelar simposium pendidikan dengan mengundang kalangan terkait dari pemerintah dan pakar, untuk merumuskan berbagai pemikiran yang mendorong sistem pendidikan nasional berbasis budaya dan memberi dampak positif bagi gerakan perubahan - kemajuan ekonomi bangsa dan negara.

Ia juga mengingatkan pentingnya melakukan workshop dan berbagai pendalaman terkait dengan metodologi pendidikan yang relevan dengan perkembangan era.

Berulang kali ia menegaskan pentingnya membangun karakter peserta didik, selain menggerakkan ikhtiar untuk tanpa henti mengedepankan pembangunan pendidikan ekonomi, yang relevan dengan fokus Syarikat Islam kini melakukan dakwah ekonomi dan penguatan pendidikan. | masybitoch, rilisa

Editor : delanova
 
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 258
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 428
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 274
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1194
Rumput Tetangga
Selanjutnya