JAKARTA | Cucu pahlawan nasional Haji Agus Salim dan pelantun salawat sohor, Sulis memperingati 79 tahun kemerdekaan Republik Indonesia bersama warga RT 001 RW 008 Kelurahan Sungai Bambu, Tanjung Priok, Jakarta Utara (Jum'at - 16 Agustus 2024).
Malam Kontemplasi & Salawat tersebut dihadiri warga setempat dan berlangsung dengan khidmat, penuh rasa syukur, dan semangat kebersamaan.
Acara dimulai dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang diikuti dengan lantang oleh seluruh hadirin. Suasana semakin meriah saat dilanjutkan dengan lagu Hari Merdeka, yang menggema penuh semangat di lapangan yang menjadi pusat kegiatan.
Selepas menyanyikan lagu-lagu nasional, acara dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh salah seorang agamawan setempat, Pak Leman. Dalam doanya, Pak Leman memohon keberkahan dan kemajuan bagi bangsa Indonesia, serta keselamatan bagi seluruh rakyatnya.
Keharuan semakin terasa ketika Abdillah Ainun K, seorang anak beranjak remaja setempat, membacakan puisi berjudul Mata Luka Sengkon Karta karya Peri Sandi. Puisi ini menggugah kesadaran tentang kesenjangan sosial dan keadilan yang masih menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia.
Melalui puisi ini, pesan mendalam tentang perjuangan meraih keadilan sosial tersampaikan dengan kuat, mengingatkan hadirin bahwa kemerdekaan bukan hanya soal terbebas dari penjajah, tetapi juga terbebas dari ketidakadilan.
Salawat Sulis
Paiman, Ketua RT 001 dalam sambutannya menyampaikan bahwa acara ini merupakan bentuk rasa syukur atas kemerdekaan yang telah diraih bangsa Indonesia.
“Malam Renungan, Shalawat, dan Doa ini merupakan wujud kontemplasi kita sebagai warga negara, untuk terus mengingat perjuangan para pahlawan, serta untuk mensyukuri nikmat kemerdekaan yang telah kita raih selama 79 tahun ini,” ujar Pak Paiman dengan penuh semangat.
Agustian, seorang tokoh masyarakat, juga memberikan sambutan dalam bentuk puisi berjudul Pujangga Perayu. Puisi tersebut menyampaikan pesan tentang penghormatan terhadap perempuan dan peran penting mereka dalam kehidupan.
Melalui untaian kata yang indah, Agustian menggambarkan perempuan sebagai sosok yang penuh keteguhan dan kelembutan, sekaligus sebagai penjaga martabat keluarga dan bangsa.
Suasana malam itu semakin syahdu ketika Sulis, penyanyi religi yang dikenal dengan lagu Cinta Rasul, naik ke panggung dan membawakan tiga lagu andalannya: Ya Thoiybah, Ya Nabi Salam, dan Ummi.
Suara merdunya yang penuh penghayatan membuat seluruh hadirin ikut bersenandung bersama. Sulis, yang telah lama dikenal sebagai pelantun lagu-lagu religi, mengawali kariernya sejak usia belia.
Sulis telah merilis berbagai album dan dikenal sebagai salah satu ikon musik religi di Indonesia. Malam itu, kehadirannya membawa kehangatan tersendiri bagi warga yang ikut bernyanyi dan meresapi setiap lirik yang ia lantunkan.
Cucu Pahlawan Haji Agus Salim
Acara malam itu tambah bernilai, ketika cucu pahlawan nasional Haji Agus Salim, Ir. Agustanzil Sjahroezah, MPA yang populer dipanggil Ibong, menceritakan perjuangan kakeknya yang gigih melawan kolonialisme Belanda melalui Syarikat Islam.
Ia juga mengenang peran penting Haji Agus Salim dalam diplomasi internasional, khususnya dalam upaya mendapatkan pengakuan kemerdekaan Indonesia dari negara-negara di Timur Tengah.
“Haji Agus Salim merupakan sosok yang cerdas, visioner, dan penuh kebijaksanaan. Perjuangannya tidak hanya di medan perang, tetapi juga di meja diplomasi,” ungkap Ibong.
Menutup ceritanya, Agustanzil menyampaikan pesan penting kepada seluruh hadirin untuk senantiasa menjaga kehormatan, kemuliaan, dan kedaulatan bangsa Indonesia dengan cara yang beradab.
Di sela acara berlangsung, Sutrisno, salah satu tokoh pemersatu warga, juga menyampaikan pandangannya. “Perhelatan acara yang digelar malam ini menjadi ruang pemersatu antar warga untuk saling lebih mengenal dan guyup,” pungkasnya.
Dengan semangat gotong royong dan persaudaraan yang kuat, acara ini diharapkan dapat mempererat tali silaturahmi di antara warga, serta menginspirasi mereka untuk terus menjaga nilai-nilai kebangsaan.
Acara diakhiri dengan prosesi pemotongan tumpeng sebagai simbol rasa syukur atas kemerdekaan yang telah diraih. Potongan tumpeng pertama diberikan kepada sesepuh kampung sebagai bentuk penghormatan, diikuti dengan makan bersama seluruh warga yang hadir.
Kebersamaan dan kekhidmatan yang tercipta sepanjang acara menjadi bukti nyata bahwa semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap terjaga, bahkan dalam peringatan kemerdekaan yang ke-79 ini. | jun